Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Selasa, 29 Desember 2009

Hijrah dalam Konteks Kekinian

Oleh Budi Wibowo

Pada saat kita berfikir tetang dunia tidak mungkin berfikir tentang penciptanya, sebaliknya pada saat kita berpikir tentang sang Pencipta tidak mungkin berpikir tentang dunia. Namun setiap saat kita dituntut untuk memikirkan keduanya, secara seimbang.

Allah berfirman;

وَابْتَغِ فِيْمَا ءَاتَكَ اللهُ الدَّارَ الأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ امِنَ الدُّنْيَ

"Dan carilah pada apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi." (Al Qashash [28]:77)

Demikianlah Allah merintah manusai agar setiap saat secara seimbang selalu berpikir untuk kebahagiaan kampung akhiratnya kelak dan kebahagiaan hidup di dunia saat ini. Dari ayat tersebut sebenarnya tersirat petunjuk pada manusia bahwa motivasi (dorongan) pertama mencari kebahagiaan adalah adalah untuk kebahagiaan akhirat kemudian dengan bekal itu manusia didorong untuk mencari rezaki sebanyak-banyaknya di dunia sesuai kemampuan yang mereka miliki, maka dari itu Rasul bersabda:


الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الاخِرَةِ فَمَنْ زَوَعَ خَيْرًا حَصَدَ غِبْطَةً وَمَنْ زَرَعَ شَرّاً حَصَدَ نَدَامَةً

"Dunia adalah tempat bercocok tanam untuk kehidupan akhirat, maka barang siapa yang menanam kebaikan niscaya memetik kebahagiaan, dan barang siapa menanam keburukan niscaya memetik penyesalan." (Al Hadis)

Namun manusia banyak yang tidak mampu menjaga kesetimbangan tersebut, mereka banyak yang tertipu dalam menjalani kehidupan ini. Ternyata manusia lebih banyak yang memberati/condong pada kehidupan dunia daripada akhirat, sebagaimana Allah berfirman dalam QS : Al A'laa [87] : 16-17,

بَلْ تُؤْثِرُونَ الحَيَوَاةَ الدُّنْياَ وَالاَخِرَةُ خَيْرُ وَ أبْْقَىَ


"Tetapi manusia banyak yang mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (Al A'laa [87]:16-17)
Mengapa bisa terjadi hal yang demikian ? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut kita harus berpedoman pada firman Allah swt. yang berbunyi sbb;

مَا أصَبَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أصَبَكَ مِنْ سَيْئَةِ فَمِنْ نَفْسِكَ

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, sedangkan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." (An Nisaa' [4]:77).

bahwa Allah itu ghoib, neraka itu ghoib, malaikat itu ghoib, jin dan syetan itu ghoib dan yang ghoib itu tidak dapat dijangkau oleh panca indera tetapi ia dapat dijangkau dengan menggunakan akal. Dengan keghoiban ini manusia diuji keteguhan imannya dan supaya tidak tersesat Allah memberi petunjuk melalui kitab-Nya dan sunah Rasul-Nya. Jadi karena keghoiban inilah terjadi keadaan manusia bahwa mereka ada yang lebih condong/ memberati pada kehidupan dunia daripada akhirat.

Kembali pada QS Al A'laa ayat 16-17, ternyata obsesi manusia dalam menapaki hidup ini banyak yang terbalik yakni mereka lebih banyak yang mendahulukan kehidupan dunia daripada akhirat. Bila manusia dalam obsesi hidupnya lebih condong pada keduniaan maka sifat tamak, serakah tanpa memikir kemaslahatan orang banyak yang akan terlihat. Bila itu dilakukan oleh manusia yang berambisi untuk menduduki suatu jabatan maka ia tidak akan mengemban amanat tetapi jabatan itu untuk mendapatkan kekayaan pribadi atau kelompoknya saja.

Bila ini dilakukan oleh orang yang bergerak dalam bidang usaha maka yang timbul adalah usaha yang bersifat monopoli, adalah suatu usaha yang lebih condong pada pengekploitasian tenaga manusia atau kalau boleh saya katakan cenderung melakukan penindasan terhadap sesama manusia. Kondisi ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan perbedaan yang menyolok antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin. Lebih berbahaya lagi jika jumlah kaum miskin semakin bertambah. Artinya keadaan demikian akan mengarah pada kondisi kehidupan yang semakin sulit. Yang lebih fatal lagi merubah kondisi masyarakat yang seharusnya berpandangan religius menjadi materialistis.

Bila orang telah berpandangan materialistis, mereka lebih mengutamakan materi , atau boleh dikata lebih menuhankan dunia atau boleh dikata menjunjung tinggi makhluk daripada Penciptanya, maka dalil pegangan hidup yang mereka gunakan adalah kebenaran menurut kebutuhan hawa nafsu mereka, bila terjadi keadaan demikian maka tunggulah kehancuran hidup ini.

وَلَوِ أتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ ألْسَمَآوَاتُ وَالاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّ


"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya." (Al Mukminun [23]:71).

Hijrah dalam konteks kekinian lebih tepat digambarkan sebagai "perubahan paradigma", sebagaimana halnya umat islam waktu jaman rasul yang hidup di tengah tekanan kaum jahiliyah, bahwa meninggalkan tempat yang sumpek (lingkungan yang menekan) lebih baik daripada tetap menetap di tempat tersebut. Maka dalam kontek kekinian setiap muslim harus memiliki motivasi untuk merubah paradigma hidup keduniawian ke dalam hidup keukhrawian, dengan cara menghindar dari arus kebusukan keluar dari lingkungan bubrah (lingkugan yang penuh kepura-puraan) ke tempat yang penuh kecerdikan dan kedamaian. Jika seorang muslim tidak memiliki keberanian melakukan demikian paling tidak harus berani mengungkapkan bahwa yang benar itu adalah benar dan yang salah itu adalah salah. Ketika seorang muslim tidak memiliki keberanian melaksanakan semua itu, ia seperti halnya orang yang tidak mau berhijrah mengikuti anjuran rasulnya. Orang-orang yang tidak memiliki paradigma demikian tempatnya neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an sbb;


إنَّ الَّذِيْنَ تَوَفَهُمُ المَلآءِكَةُ ظَالِمِىً أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيْمَا كُنْتُمْ ‘ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الأرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيْهَا فَأُوْلَآءِكَ مَاْوَهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيْرًَا 0 إلاَّ ألمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْرِّجَاَلِ وَلنِّسَآءِ وَالوِلْدَانِ لا يَسْتَطِيْعُونَ حِيْلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيْل
اً

"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?", Mereka menjawab "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri kami (Mekah)." Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang lemah dari laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijarah)." (An Nisaa [4] : 97-98)

Demikian bagi orang beriman yang telah benar keimanannya dalam memaknai hijrah dalam kontek kekinian,
Allah berfirman;

إنَّمَا المُؤْمِنُونَ ألَّذِيْنَ ءَامَنُواْ بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُواْ وَجَاهَدُواْ بِاأَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ , أُولآءِكَ هُمُا الصَّادِقُونَ

"Sesungguhnya orang yang beriman itu hanyalah orang yang percaya kepada Allah dan Rasulnya kemudian tidak ragu-ragu. Dan mereka telah berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Mereka itulah orang yang benar." (Al Hujurat [49] :15).

Inilah sekapur sirih semoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian. Amiin.
وَصَلَّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه و سلّم


»»  LANJUT...

Senin, 28 Desember 2009

Perempuan

Oleh Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان ال
مرّحي
Bila kekasih tersenyum kita kan tahu apa arti senyumnya, bila kekasih diam tanpa kata seakan kita tahu isi hatinya, bila dia jauh kita sangat merindukannya, bila dia sakit kita ikut merasakannya....Ibu...Suamiku...Isteriku....Anakku..

Seorang anak menangis ketika ditinggal pergi oleh ibunya,
airmata ini berderai membasahi pipi ketika berpisah dengan ibu,
apalagi dia pergi untuk selama-lamanya,
"Ibu..Ibu..Ibu..jangan kau tinggalkan aku!"



Seorang wanita bersedih ketika ditinggal suaminya pergi,
derai airmata seorang isteri tak kunjung reda ketika merindukan suami,
apalagi suami telah pergi untuk selama-lamanya,
"Suamiku....suamiku...suamiku..., jangan kau tinggalkan aku, aku rindu belaian kasih sayangmu."

Seorang lelaki yang gagah akan hilang kewibawaannya,
ketika sang isteri sakit,
apalagi dengan suara parau pamit untuk pergi selama-lamanya,
"Isteriku..jangan kau pergi..,jangan kau tinggalakan aku,
aku rindu kasih sayangmu, aku rindu akan keceriaanmu!".

Seorang ibu merasa iba ketika anaknya bersedih,
seorang ayah ikut bersedih ketika anaknya mendapat cobaan,
apalagi sang anak menggapai memanggil kedua orang tuanya,
"Ibu...Bapa...tolong aku ibu.."
"Oh anakku.."
apalagi sang anak kemudian pergi 'tuk selama-lamanya,
menghadap Sang Pencipta.

Nabipun menangis ketika kehilangan puteranya yang bernama Ibrahim. Derai air matanya tak tertahankan. "Oh anakku ..oh..buah hatiku..",bahkan dia bersedih ketika hendak meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya, ucapnya; "Umatku...Umatku..!!"


Mungkin Anda pernah mengalami hal yang demikian, mengapa bersedih? Itu disebabkan oleh adanya jalinan kasih sayang yang telah merasuk dalam diri Anda. Rasa belas kasih dan sayang ini merupakan setitik rahmat dari berjuta rahmat yang dicurahkan Allah swt. kepada manusia, kemudian juga dicurahkan kepada binatang dan tumbuhan. Apakah Anda pernah berpikir bahwa seekor kuda mengangkat kakinya sambil merumput lantaran khawatir menginjak anaknya? Apakah Anda pernah berpikir bahwa timbuh-tumbuhan dalam kondisi yang
unfavourable (tertekan) dia segera berusaha melestarikan keturunannya? Bahkan Anda mungkin tidak pernah berpikir bahwa itu adalah sebuah rahmat yang tidak ternilai harganya ketika Anda saling bercumbu dengan pasangan Anda. Bayangkan seorang suami dengan kelembutannya memeluk mesra sang isteri, dia belai rambutnya, dia cium pipi, kening dan bibirnya, dengan isyaratpun seorang isteri telah mampu menangkap maksudnya....Alangkah indah hidup ini. Itulah setitik rahmat yang telah Allah swt. turunkan ke dunia.

Kata rahmat mengandung makna :"
kelemahlembutan, kasih sayang dan kehalusan" (Ibnu Faris, pakar bahasa, w 395 h, yang dikutib oleh Quraish Shihab), kemudian disebutkan dalam kamus Munawir berarti "belas kasihan". Rahmat juga dapat dipahami sebagai sesuatu yang dicurahkan (Quraish Shihab). Oleh karena itu "rahmat Allah" dapat kita pahami sebagai belas kasihan yang dicurahkan Allah swt. kepada makhluk-Nya".

Sesuatu yang dicurahkan itu salah satunya adalah rasa belas kasihan yang ada pada makhluk yang telah diuraikan di atas. Dengan rahmat tersebut makhluk menikmatinya, Allahpun mempersilakan untuk menikmatinya. Rahmat Allah itu luas sebagaimana sabdanya;

وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كلَّ شَىْءٍ
 

"Rahmatku mancakup segala sesuatu ." (Al 'A-raf [7]:156)

Namun beliau bersabda bahwa rahmat yang diturunkan ke bumi ini hanya sedikit saja,

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيْلٌ
 

"Katakanlah: Keasenangan di dunia ini hanya sebentar (sedikit)." (An Nisa' [4]: 77)

Kemudian Rasul bersabda;

"
Allah swt. menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi-nya sembilan puluh sembilan dan diturunkan-Nya ke bumi ini satu bagian; yang satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makluk, (yang tercermin antara lain) pada seekor binatang yang mengangkat kakinya terdorong oleh rahmat kasih sayang, kuatir jangan sampai menyakitinya." (HR Muslim)

dengan rahmat tersebut makhluk menikmatinya, Allahpun mempersilakan makhluk untuk menikmatinya, tetapi di samping itu Ia memperingatkan bahwa semua itu hanyalah tipuan yang menyenangkan.

وَمَاالحَيَوَاةُالدُّنْيَاإلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ

"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" (Al Hadid [57]:20)

Dengan kata lain Allah mengingatkan "Kamu jang tertipu", demikian juga dengan isyarat agung yang pernah diucapkan oleh Yang Maha Agung ketika memberi tahu Adam dan isterinya "Jangan kalian mendekati pohon ini", atau dengan kata lain bahwa manusia jangan sampai tertipu. Oleh karena rayuan sang isteri dan didorong rasa belas ksihan, akhirnya Adam melakukan pelanggaran. Jadi sebenarnya perempuanlah pengendali nikmat di dunia ini dan puncak nikmat itu sebenarnya ada padanya, maka dari itu Rasul bersabda;

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَ خَيْرٌ مَتَاعِ الدُّنَا
المَرْأةُ لصَّالِحَةُ

 

"Dunia ini hanyalah kesenangan (sementara ) dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang shalih (HR Ibnu Majah, Nasa'I dan Ahmad).

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم

Demikian sekapur sirih ini smoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian.
Amiin.

»»  LANJUT...

Sholat Khusu'

Oleh Budi Wibowo



Siapakah diri kita ? Diri kita adalah dia yang berada di balik selubung yang bernama badan kita, adalah dia yang berada di balik topeng wajah kita, adalah dia yang diberi tugas untuk menyelamatkan badan kita dan lingkungan di sekitar kita ;

Dia adalah diri kita, yang nanti menghadap di depan raja dari segala raja untuk empertanggungjawabkan tugas yang telah dibebankan kepadanya.




Pengulangan ciptaan manusia terjadi di dalam rahim kaum hawa, bermula dari setetes air mani yang di dalamnya mengandung jutaan sperma. Sperma-sperma itu berlomba untuk menyatu dengan inti sel telur. Ketika sebuah sperma telah berhasil menyatu dengan inti sel telur, maka sperma yang lain tidak dapat lagi bergabung dengan kesatuan tersebut dan reproduksi telur sementara dihentikan. Dalam diri kaum wanita umumnya hanya menghasilkan satu sel telur yang siap dibuahi dalam setiap periode. Maka dari itu kaum ibu umumnya hanya melahirkan seorang bayi saja.

Sebuah sel yang terbentuk dari gabungan antara sperma dan sel telur tadi kemudian berkembang laksana kecambah tumbuhan mengikuti fase-fase tertentu, terbentuklah akar, batang, daun cabang bunga dan buah. Demikian juga pada manusia dari setitik air mani setelah 40 hari berubah menjadi segumpal darah, kemudian setelah 40 hari berubah menjadi segumpal daging, selanjutnya sesudah 40 hari terbentuklah kerangka atau tulang belulang, urat syaraf, jantung, paru-paru, hati dan usus, kaki, kepala lengkap dengan mata, hidung telinga dan mulut serta bahagian-bahagian badan lainnya. Pendek kata jadilah ia monster bakal manusia (janin). Lebih kurang setelah 120 hari (4 bulan) monster tersebut menjadi manusia, karena dia telah memperlihatkan tanda kehidupan yakni dengan indikasi dapat bergerak ke kiri dan ke kanan dalam rahim ibunya.

Ruh, bisa bemakna hidup. Ketika Allah menciptakan Adam Ia tiupkan kedalam monter (patung bakal manusia) yang terbuat dari tanah waktu itu, kemudia jadilah Adam. Sebagimana Firman Allah dalam surat Shaad [38]:72.

فإذاَ سَوَيْتُهُ وَ نَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُوْحِي
 

"Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan ruh (ciptaan)Ku." (Shaad [38]:72).

setelah ruh ditiupkan pada monster tersebut maka organ monter itu mulailah dapat berfungsi sesuai dengan ketentuan Penciptanya.


Kembali pada proses pengulangan kejadian manusia, berdasarkan ayat tersebut sebagian ulama berspekulasi bahwa Allah meniupkan ruh pada janin ketika janin +/- berumur 4 bulan atau 120 hari. Karena setelah usia tersebut janin memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. (Wa Allahu a'lamu bishowab)
Maka dari itu tradisi mitoni (berkumpul berdo'a utk. bayi umur 7 bulan dalam kanduangan) pada orang jawa kini mulai bergeser dilakukan pada saat bayi berumur 4 bulan (mapati) dalam kandungan.

Demikianlah kita, selanjutnya kita masuk dalam babak baru dalam kehidupan ini yakni alam dunia. Reflek adalah sebuah istilah manusia yang digunakan untuk menggambarkan gerak yang terjadi dalam diri manusia di luar kendali manusia. Jantung berdenyut, gerak paru-paru menghisap dan menghembus udara melepas karbondioksida dan menangkap oksigen adalah di luar kendali manusia, peristiwa reproduksi rumit yang melibatkan sistem hormonal dan enzymatis yang terjadi dalam tubuh manusia adalah di luar kendali manusia. Itulah tubuh, atau badan atau jasad yang di dalamnya terjadi peristiwa yang menakjubkan di luar kesadaran manusia, peristiwa itu terus terjadi meskipun manusia dalam keadaan tidur.

Tentu kita akan bertanya siapa yang mengendalikan itu semua? Jawabnya, dialah San Hyang Maha Pengendali, "dzat yang maha mengendalikan" yakni Allah swt. Maka dari itu Allah menyindir kepada manusia dengan kalimat Rasul-Nya yang berbunyi , sebagai berikut;

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ



"Siapa yang mengenal dirinya maka dia telah mengenal tuhannya (Pemeliharanya)."

dan Allah berfirman,



وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَهْنُ أقْرَبُ إلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ 


"Dan Kami sesungguhnya telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat dari pada urat lehernya." (Qaf [50]:16).

Jadi kita adalah yang diberi tugas mengelola badan kita yang berimplikasi luas terhadap alam sekitar kita hingga batas waktu tertentu. Rentang waktu itu tidak lama +/- hanya 60 tahun saja.

Kini telah jelas siapa diri kita. Ketika Anda melakukan sholat, camkanlah pemahaman demikian, hadirkan diri Anda yang sebenarnya, yakni Anda adalah ruh yang dulu telah diselubungkan ke dalam badan Anda, kini menghadap kembali di depan dzat yang bergelar raja dari segala raja, dengan penuh penyesalan dan kesedihan karena tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik. Insya Allah Anda akan dapat memelihara kekhusu'an dalam sholat Anda.

وصلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله و صحبه وسلّم


Semoga uraian singkat ini bermanfaat pada diri saya dan para pembaca sekalian. Amiin.
»»  LANJUT...

Sabtu, 26 Desember 2009

Manusia

Oleh Budi Wibowo

Susunan Tubuh Manusia dan Fungsinya
Tubuh manusia itu terdiri dari ruh dan jasad. Terbukti bahwa jika Allah menghendaki ruh tidak memfungsikan jasad lagi , maka berhentilah semua sistem yang ada dalam jasad kemudian kembalilah jasad itu bersatu dengan bumi sedangkan ruh menuju alamnya yang disebut alam ruh.


Maka manusia pada hakekatnya adalah ruh itu sendiri. Nanti di pengadilan hari akhir, menghadirkan manusia sebagai pesakitan disaksikan oleh jasad dan malaikat yang mencatat amal manusia ketika hidup di dunia. Persaksian jasad itu secara kontekstual disebutkan dalam firman Allah Surat Yasin[36]:65

ألْيَومَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِْمْ وَتُكَلِّمُنَآ أَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَد
ُ
أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِِبُونَ


"Pada hari itu Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan"(QS Yasin[36]:65)
sedangkan persaksian malaikat pembuat tulisan (catatan amal) tergambarkan pada hadis yang mengisahkan keheran-heranan malaikat ketika menyaksikan vonis yang ditentukan oleh Allah swt terhadap 3 (tiga) golongan manusia, yakni : Seorang yang membaca Alqur'an dan memahaminya, seorang yang berperang di jalan Allah dan seorang kaya yang dermawan, ternyata amal perbuatan yang mereka lakukan ketika masih hidup di dunia adalah palsu (semata-mata tidak karena Allah swt. (HR Al Faqih, dari Abu Hurairah);






Jadi, meskipun malaikat itu menyaksikan dan mencatat amal perbuatan manusia ketyika di dunia dia tidak mengetahui niat yang ada dalam hati manusia. Rahasia ini hanya Allah dan manusia itu sendiri yang mengetahui, sebagimana hadis berikut;

اِنَّ الله لا يَنْظُرُ اِلَى اِجْسَا مِنْكُمْ وَلاَ إلَى صَوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إلَىَ قُلُبِكُمْ



"Sesungguhnya Allah swt tidak melihat bentuk tubuhmu dan tidak pula ketampananmu, tetapi Allah melihat hatimu." (HR Muslim)


Hati (qolbu) menurut para ulama merupakan bagian ruh yang mengendalikan amal perbuatan manusia. Jejak niat berasal dari hati ini. Menurut Imam Gozali tubuh manusia (ruh dan jasad) dianalogikan dengan alam semesta (makro kosmos) sedangkan hati adalah sebagai pengendalinya. Akal sebagai penasehat yang berdiri di belakang hati meberikan masukan Ilmu pada hati (qolbu) untuk menumbuhkan keyakinan dan kesabaran, sedangkan nafsu (jiwa) adalah sebagai pendorong semangat untuk mempengaruhi hati dalam mewujudkan amal perbuatan. Di sini dapat kita perhatikan bahwa peranan nafsu sangat besar terhadap qolbu dalam memutuskan sebuah pesan untuk dilaksanakan oleh seluruh anggota badan.


Ibnu Qoyim membagi nafsu yang mempengaruhi hati ke dalam dua bagian, yaitu nafsu amarah bissu' (jiwa yang memerintahkan keburukan dan yang lain adalah nafsu muthmainah (jiwa yang selalu tenang dan tegar dalam kebenaran). Sebagaimana Allah berfirman dalam QS Asy-Syam[91]:7-8


وَنفَْسٍ وَ مَا سَوَّاهَا فَاَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَهَا


"Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan jiwa itu (jalan kefasikan dan ketakwaan". (Asy Syams[91]:7-8)


Jiwa yang mengandung kefasian/keburukan terbagi menjdi dua;
1. Jiwa yang memiliki karakter buas lagi temperamental (nafsu amarah).
Kesenanganya menjurus pada sikap memaksa, melampaui batas, sewenangwenang di muka bumi, sombong
dan suka menguasai orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Itulah yang menjadi kesenangannya.


2. Jiwa yang berkarakter hewani (nafsu hawaniyah.
Yakni sifat yang penuh dengan birahi. Kesenangannya cenderung pada makanan, minuman dan sex.


Adakalanya kedua jenis sifat ini tergabung menjadi satu dalam diri seseorang, sehingga menimbulkan kecenderungan sikap diktator di muka bumi ini. Ia gemar menimbulkan kerusakan, sebagaimana firman Allah dalam QS Al Qashshash[28]:4;




"Sesungguhnya Fir'un telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firun termasuk orang yang berbuat kerusakan." (Al Qashshash[28]:4)




Selanjutnya jiwa yang mendorong pada kebenaran /ketaqwaan itu antara lain mengandung sifat, yang kesenangannya menjurus pada hal-hal yang bersifat pengetahuan, meraih keutamaan dan kesempurnaan yang dapat digapai oleh kemampuan manusia dan jauh dari hal-hal yang bersifat rendah.


Masing-masing jiwa tersebut di atas memandang bahwa apa pun yang disukainya berhak untuk dipreoritaskan dan bahwa berpaling dari hal lain atau cenderung pada selain kesukaannya sama halnya dengan tindakan yang merugikan dan menghilangkan keberuntungan.


Pengaruh Malaikat dan Syetan


Setelah kita memahami kedudukan ruh, jasad, hati (qolbu), akal dan nafsu (jiwa), terrnyata Allah swt menurunkan malaikat untuk melindungi manusia, sebagaiman Firmannya dalam sureat Ar-Ra'd [13]:11

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أمْرِ اللهِ



"Bagi manusia selalu ada malaikat-malaikat yang sellumengikutinya bergiliran, di muka dan di belakang, menjaganya atas perintah Allah." (Ar Ra'd [13]:11)


Malaikat melaksanankan tugasnya dengan selalu membisikkan nafsu (jiwa) utk. selalu berjihad di jalan Allah agar mempengaruhi hati mengambil keputusan demikian. Bagian nafsu yang menerima bisikan malaikat inilah yang disebut nafsu muthmainah.


Sesuai denga perjanjian awal Allahpun mengijinkan Iblis dan keturunannya (syetan ) untuk mempengaruhi manusia dengan membisikan jiwa agar mau mengikuti jalannya, sebagaimana Firman Allah dalam QS A'raaf [7]:16-17;


"Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, aku benar-benar akan menghalng-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudia aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukurt (taat)". (Al A'raaf [7] : 16-17)


Demikian hati setiap saat mendapat pengaruh dari malaikat dan tekanan dari syetan, pengaruh dari dua sisi ini menyebabkan hati mondar-mandir atau bolak-balik sebelum menetapkan keputusan. Maka dari itu dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "qolbu" yang berarti bolak-balik.


Bagaimana menjaga hati agar tidak selalu mengikuti bujukan syetan?


Senjata manusia yang paling berbahaya bagi syetan adalah dzikir dan memerangi hawa nafsu, ketika syetan melihatmelihat seseorang dapat mengendalikan hawa nafsunya maka larilah dia dari bayangannya.


1. Dzikir
Dzikir dalam arti luas berarti 'sebut', 'ingat' dan 'ajar', dengan dzikir akan menguatkan hati karena
di dalamnya akan menambah pengetahuan yang berakibat semakin kuatnya keyakinan untuk mengambil
keputusan yang seuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.


2. Memerangi hawa nafsu
Allah swt telah mengajarkan kepada hambanya tentang tata cara memerangi hawa nafsu, yakni seperti fir-
man-Nya yang termaktub dalam QS Ali Imran [3]:200, sbb;


"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Ali Imran [3]:200).


Yakni dengan,
- Bersabar, yakni bersikap sabar ketika mendapat berbagai ujian.
- Menguatkan kesabaran, misal dengan melukan puasa sunah.
- Waspada (tertap bersiap siaga), yakni menjaga panca indera kita dari pervuatan maksiat
- Bertawakal kepada Allah, yakni berserah diri kepada Allah dari segala daya dan upaya kita dalam
menjalani hidup ini.


Demikian renungan singkat ini semoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian.
Amiin.
»»  LANJUT...