Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Selasa, 13 Desember 2011

Kebahagian Menurut Pandangan Modern dan Islam



by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحيم


”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia telah mengalami penghidupan yang sempit.” (QS. Thaaha [ 20]:124). “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran [3] : 185)”
Namun di antara mereka ada golongan yang tidak terperdaya, mereka adalah orang-orang yang beriman dan berlaku bijak.


Kebahagiaan Menurut Pandangan Modern


Kita sadari atau tidak, tolok ukur kebahagiaan masyarakat dewasa ini telah terseret pada penguasaan harta dan tahta (materialistis).    Arus perjuangan mencari harta dan mengejar tahta bak badai yang menerjang menghancur-tumbangkan batas kewajaran sendi-sendi kehidupan beragama.    Kondisi demikian tentu ada sebab.    Menurut para sosiolog agama kondisi seperti ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang berawal dari kebangkitan (renaissance) masyarakat Barat dalam mengkaji ilmu pengetahuan setelah melemahnya peradaban Islam pada abad 16 M.     Buah dari kemajuan tersebut menghantarkan manusia pada kemudahan-kemudahan untuk mencapai sesuatu.   Dunia berubah sebagai kampung kecil yang memungkinkan masyarakatnya saling mengenal, saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.    Pengaruh dari kemajuan tersebut membuat manusia pelan tapi pasti mengucapkan selamat tinggal kepada agama, karena agama dianggap sebagai penghalang kemajuan.1

Iming-iming hasil kemajuan teknologi, menyulut masyarakat utamanya masyarakat negara berkembang (seperti negeri kita ini) tergiur menikmati hasil teknologi tersebut dengan semangat yang menggebu.    Lambat laun pola bersikap masyarakat berubah menjadi masyarakat konsumtif.     Para pekerja dan pegawai negeri ramai-ramai menggadaikan penghasilannya untuk mendapatkan mobil, motor dan barang mewah lainnya.   Akibatnya mereka terjebak ke dalam kesumpekan (penghidupan yang sempit) diri, mereka menjadi cenderung menempuh jalan pintas sebagai alasan mencari jalan selamat dalam pencarian rezeki, maka tidak heran jika korupsi menyebar di mana-mana.    Tidak kita sadari virus konsumtif telah menyebar kemana-mana merasuk dalam sel-sel kehidupan.   Akibatnya sungguh sulit sekali mencari sosok pemimpin yang tidak terjangkiti virus tersebut.

Mental menempuh jalan pintas telah begitu tertanam kuat dalam kultur masyarakat konsumerisme    Hidup adalah untuk makan bukan makan untuk hidup.   Apapun yang bisa dimakan akan mereka makan tanpa peduli bahwa yang lain juga perlu makan.     Inilah kehidupan yang terjadi sekarang ini.   Mereka menyangka bahwa harta dan tahta merupakan simbul kebahagian, padahal kegelisahan selalu menyelimuti mereka.    Ini menandakan bahwa roh agama telah tercerabut dari dalam diri masyarakat konsumerisme, padahal Tuhan telah memperingatkan bahwa

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia telah mengalami penghidupan yang sempit.” (QS. Thaaha [ 20]:124).

Sadar atau tidak , negara berkembang seperti negeri kita ini sebenarnya menjadi korban konspirasi negara-negara maju, masyarakat kita benar-benar telah mengalami penderitaan luar biasa.   Pertama, semakin merorosotnya nilai keagamaan, selanjutnya mengalami penghancuran budaya kemudian yang lebih meprihatinkan adalah masyarakat yang semula memiliki mental keagamaan (religius) yang kuat berubah materialistis.   Itulah dampak yang disebabkan oleh kejangkitan virus konsumerisme.    Indikator ini dapat kita saksikan pada media elektonik atau media masa lainnya di sana terlihat bahwa peristiwa-peristiwa keributan tidak pernah sepi dari pemberitaan yang terjadi di kawasan negeri ini.

Penghidupan yang sempit, telah dialami oleh mereka yang tergilas arus modernisasi (globalisasi) kecuali mereka yang tetap waspada dengan perkembangan tersebut.    Kesempitan dan kejenuhan juga mulai melanda masyarakat negara maju, sebagian di antara mereka mulai sadar bahwa harta dan tahta yang semula mereka sangka membawa kebahagian, ternyata tidak.   Banyak pakar sosiologi agama mengatakan bahwa di negara-negara maju sedang terjadi gerakan konversi agama.    Mereka berbondong-bondong mencari agama yang tepat sebagai pununtun jalan kebahagiaan.   Meskipun ruh Islam mengalami degradasi di sebagian negari muslim, ternyata sebaliknya Islam mengalami kenaikan di negara-negara Barat, seperti di Inggris dan Amerika misalnya.   Para ahli agama memperkirakan bahwa Islam akan menduduki agama ke dua terbesar di Amerika Serikat dalam 10-20 tahun mendatang.2     Benarkah perkiraan tersebut ?   Wallahu ’alamu bishawab.



Kebahagiaan Menurut Pandangan Islam


Allah berfirman ;

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran [3] : 185)”

Namun di antara mereka ada golongan yang tidak terperdaya, mereka adalah orang-orang yang beriman dan berlaku bijak, sebagaimna firman Allah SWT.

إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Kecuali orang yang beriman dan berbuat kebajikan.”

Artinya bahwa mereka yang tidak tertipu itu adalah orang yang selalu menjalin hubungan dengan Allah SWT, kemudian jalinan itu berdampak dalam kehidupan sehari-hari dengan timbulnya perilaku bijak dalam mendapatkan hak dan kewajiban di tengah masyarakat.

Mereka yang terhindar dari ketertipuan tentu akan mendapatkan kebahagiaan, di manakah letak kebahagiaan itu ?   Kalau dalam pandangan modern


kebahagiaan itu dapat dilihat dalam simbul
harta dan kekuasaan, dalam pandangan Islam kebahagiaan itu tergambar dari terpeliharanya nilai syukur atas nikmat yang diperoleh.   Syukur adalah sebuah sikap atau mental tidak kecewa dengan apapun yang diterima dari Allah SWT.   Semakin tinggi nilai syukur, semakin besar nilai kebahagiaan yang didapat.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur,niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka pasti azabKu sangat berat”. (QS Ibrahim [14]:7)

Tumbuhnya rasa syukur karena adanya sikap yang dilandasi rasa qana’ah yakni sikap yang mengedepankan bahwa apa yang diperoleh sedikit atau banyak adalah pilihan Allah SWT yang terbaik bagi dirinya.   Orang yang qana’ah tidak akan silau dengan prestasi orang lain tetapi dia selalu sibuk mengurus dan mengelola apa yang sudah diterimanya dan selalu berusaha mensyukurinya.   Demikian pentingnya sikap ini hingga Rasulullah SAW. menganggap qona’ah sebagai “harta” yang tidak akan hilang.

القَنَاعَةُ مَالُ لاَ يَنْفَدُ

Qona’ah adalah harta yang tidak akan hilang.” (HR Imam Suyuti dari Anas r.a. dalam kitab Jami'us Shagir) 3.

Dalam Islam kebahagiaan itu bukan sekedar bahagia di dunia saja tetapi kebahagiaan itu berlanjut hingga alam akhirat.   Dengan tetap terpeliharanya qona’ah maka rasa syukur juga ikut terpelihara.   Imam Mawardi dalam kitabnya menyebutkan bahwa kebahagiaan yang sempurna dan pertolongan yang baik adalah ridho menerima (selalu mensyukuri) ketentuan Allah dan qana’ah terhadap bagiannya.4    Dengan terjaganya sikap mental demikian maka manusia akan terhindar dari kesumpekan diri dan jauh dari mental kosumerisme yang menggambarkan terlepas-liarnya hawa nafsu.

***

Dalam menghadapi tuntutan jaman semua orang berpacu untuk meraih kebahgiaan.    Untuk itu Islam selalu mengajarkan dua kalimat yang selalu beriringan:

alaziina amanuu wa ‘amilusshalihat ( الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ )

Kata amanuu menunjukkan orientasi hidup pada kehidupan akhirat sedang ‘amilsushalihat menunjukkan orientasi hidup mencari kebahagiaan dunia dengan bekerja keras dan upaya sunguh-sungguh.   Jadi meskipun sama-sama mencari kebahagiaan, yang membedakan pada keduanya adalah adanya nilai syukur dan qona’ah yang tidak dimiliki oleh mereka yang telah tejerembad ke dalam pandangan hidup materialistis yang membara dewasa ini.

Kini kita dapat merasakan dalam diri kita bahwa kebahagiaan mana yang kita dapat ?    Kebahagiaan modern atau kebahagiaan Islam ?    Membedakannya mudah, apabila kita selalu gelisah dengan luputnya 
harta dan tahta dari tangan kita, maka kita termasuk golongan orang-orang yang telah terjebak dalam obsesi kebahagiaan modern, sebaliknya apabila kita tetap gembira, tenang dan sabar kita tegolongan orang yang telah memahami arti kebahagiaan yang ditawarkan Islam.

Demikian garis besar yang membedakan kebahagiaan masyarakat modern dan kebahagiaan yang ditawarkan Islam.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
Wallahu ‘alamu bishawabi.
_____________________________________________
Materi khutbah yg. telah disampaikan penulis pada tgl. 9 Des 2011 di salah satu Masjid di Bandar Lampung.



DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim.
1, 2. Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani. Jakarta. Hal. 17,19
3.     Imam Suyuti. _______. Al Jaamingush Shogir. Juz II. Maktab Dar Ihya Alkitab
               Arabiyah. Indonesia. Hal. 89.
4.     Al Mawardi, Al Bashri. 1992 M/1412 H Adabud Dunya wad Din. Darul Fikri.
              Trjm. Kamaluddin Sa’diyatulharamain. Pustaka Azza. Jakarta. Hal. 317


»»  LANJUT...

Sabtu, 12 November 2011

Mengambil Hati Sang Maha Pengasih (Tiga Pilar Utama Meraih Kecintaan Allah SWT)



by
Budi Wibowo

بسم الله الرحّمان الرّحيم

Nabi Ibrahim As, pernah ditanya .” Wahai Ibrahim, apa sebab Allah menjadikanmu sebagai kekasih?” Dia menjawab: “Karena 3 (tiga) hal”;



Mengutamakan Perintah Allah

Jawaban pertama adalah;

إخْتَرَْتُ أمْرَاللهِ عَلَى اَمْرِ غَيْرِهِ

Saya suka memilih perintah Allah di atas perintah selain Allah.”

Ini menunjukkan bahwa Ibrahim benar-benar telah menempatkan Allah pada posisi yang paling tinggi atau yang paling mulia.     Maka dari itu ketika sholat Nabi SAW. mencontohkan do’a dalam sujud sbb:

subhana robiyaa ‘alaa” Maha suci Tuhan yang maha tinggi.

Kita dapat membuat perbandingan bahwa ketika seorang hamba telah dipanggil atau diperintah Allah untuk menunaikan kewajiban kemudian masih mengulur-ulur pelaksanaan perintah itu, ini menunjukkan bahwa dalam hati hamba tersebut masih ada keraguan atau ada kotoran yang menutup hati mereka, sehingga mereka tidak menempatkan Allah SWT pada posisi paling mulia.     Mereka sebenarnya mengakui yang haq, namun karena nafsu telah menguasainya maka dia mengingkari kebenaran tersebut.     Ingkar dalam bahasa Al Qur’an sering disebut dengan kufur yang juga berati tertutup.     Orang demikian menunjukkan keimanannya tidak sempurna. Itulah sebab Rasul bersabda,

لا يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَى يَكُونُ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

Masih belum sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum keinginannya (nafsunya) mengikuti petunjuk yang kusampaikan (HR. Al Baghawi, Tabrizi, Ibn Abu ‘Ashim, Muttaqi Al-Hindiy, Ibnu Hajar dan Al Khatib).

Sebgai contoh adalah panggilan sholat , sebaiknya segera menunaikan sholat, dan bila memiliki kesempatan sebaiknya menunaikan sholat berjamaah di masjid karena Allah SWT menyukai pelaksanaan sholat demikian.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّه
Hanyalah orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta tetap mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan tidak takut kecuali kepada Allah ”. (Qs At Taubah [9] :18)

Dan masih banyak lagi hal-hal yang berkaitam dengan perintah Allah yang seharusnya diletakkan pada preoritas pertama.    Jadi mengutamakan perintah Allah adalah pilar pertama meraih kecintaan Allah SWT.



Tawakal atau Berserah Diri Kepada Allah

Jawaban kedua adalah

وَمَااهْتَمَمْتُ بِمَاتَكَفَّلَ الَّلهُ لىِ

Saya tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah.”

Setiap yang melata di bumi ini Allah menjamin rezekinya.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلاّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada sesuatu binatang melata (yang benyawa) pun di bumi melainkan  Allah yang memberi rezekinya.”( QS Huud [11] : 6)

Ini menunjukkan bahwa setiap muslim harus beserah diri kepada Allah tetapi tetap dalam gerak dan langkah tanpa pernah kenal putus asa, Rasul menggambarkan sebagai tawakalnya burung, yakni terbang pagi pulang petang dengan tembolok kenyang.

لَو تَوَكَلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقًّ تَوَكُّلِهِ لرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَ تَرُوحُ بِطَاناً

Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan benar-benar tawakal, niscaya Allah akan meberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah telah memberi rezeki kepada burung.    Terbang pagi dengan tembolok kosong, pulang petang dengan tembolok kenyang. (HR Tarmizi).

Orang yang bertakwa memancarkan ketawakalan yang tinggi, ibarat burung seperti telah dijelaskan Rasul di atas.   Allah akan menjamin kehidupannya,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka" (QS Ath Thalaaq [65]: 2-3)

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan" ( kepentingan) nya. (QS Ath Thalaaq [65] :12)

Sikap tawakal ini ternyata membangkitkan energi yang kuat dalam menghadapi hidup di tengah masyarakat, sebagaimana Rasul bersabda.

مَنْ سَرَّهُ أنْ يَكُوْنَ أَقْوَى النَّاسِ فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

Barang siapa ingin dirinya menjadi orang yang paling kuat, hendaknya ia bertawakal kepada Allah.” (HR Thobroni, Abu Ya’la, Al Hakim dan lainnya)

Demikian keterangan dari sikap Nabi Ibrahim AS, maka sudah sepatutnya kita meneladani beliau yakni berserah diri kepada Allah terhadap segala daya upaya yang telah kita lakukan di dunia ini.    Jadi tawakal atau berserah diri kepada Allah merupakan pilar kedua untuk meraih kecintaan Allah SWT.



Suka Bederma atau Menafkahkan Sebagian Rezeki

Jawaban ketiga adalah

وَ ماَ تَعَشََّيْتُ وَماَ تَغَدََّيْتُ إلاّ مَعَ الضَيْفِ

Saya tidak suka makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu.”

Tujuan terakhir penciptaan manusia sebagai kholifah di muka bumi ini adalah terbentuknya kesetimbangan
atau terciptanya keadilan dengan suasana yang menyejukkan, penuh kedamaian , hidup berdampingan bersama tetangga apapun golongannya apapun warna kulitnya dan apapun kepercayaan atau agamanya.    Karena, manusia itu sebenarnya adalah satu, satu dalam ikatan akidah dan satu dalam ikatan perjanjian yang menjamin kesatuan dalam kebhinekaan, sebagaiman Allah berfirman;
ًكَانَ ألنَّاسُ أُمَّةً وَٰ حِدَة 

Manusia itu adalah umat yang satu.”( Al Baqarah [2]:213 )

Doktrin ini akan terbentuk bila setiap hamba (pengemban kekholifahan) di muka bumi memiliki semangat berbagi.     Semangat berbagi ini telah dicontohkan oleh Ibrahim AS.    Dikisahkan bahwa Ibrahim AS. bila makan mencari kawan untuk diajak makan bersama hingga 1-2 mil.     Ini sesuai dengan perintah Allah, bahwa setiap diri ini diperintahkan untuk berkorban demi tegaknya keadilan dan menaburkan kedamaian di muka bumi ini.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (QS Al kautsar [108] :1- 2)


Contoh bentuk pengorbanan yang lain adalah gotong royong membangun Masjid, menyantuni anak yatim, memberi pengetahuan tanpa pamrih, membayar zakat, bersedakah, menolong sesama dlsb.    Jadi suka bederma atau menafkahkan sebagian rezeki merupakan pilar ketiga untuk meraih kecintaan Allah SWT.


***

Inilah sebenarnya 3 pilar yang dicontohkan Ibrahim AS, sehingga dia menjadi kholilullah.    Sebagai muslim kita dapat mengambil ibrah dari apa yang dilakukan Nabiullah Ibrahim AS.


بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim
Ibn Qoyim Al-Juziah._____.Raudhatul Muhibbiin Wanuzhatul Musytaaqiin
  Diterjemah: Zubaidi, B,A,I.
         2006. Taman Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-Orang Dimabuk Rindu. Irsyad Baitus Salam. 
         Bandung. Hal : 912. 
Nawawi bin Umar, Muhammad.______. Nashaihul ’Ibad. Maktab Dar Ihya Arabiyah. Indonesia.Hal. 10.
Kurdi, Muhamad Amin. 2006M/1427 H. Tanwierul Qulub. Al-Haramain Jaya.Indonesia.
  Hal. 476  
____________________________________________
Telah disampaikan penulis dalam khotbah jum'at di salah satu Masjid di Bandar Lampung.   Pada tgl 11-11-2011.  


»»  LANJUT...

Kamis, 03 November 2011

Menggapai Hidayah di Lorong ‘Idul Adha


by

Budi Wibowo



بسم الله الرّمان الرّحيم

Mengapa Anda tidak melaksanakan ibadah korban padahal mampu membeli rokok tiap hari?    Anda mampu berjuang untuk membayar motor, rumah, mobil dan barang mewah lain demi bersolek di hadapan manusia, mengapa tidak terpikirkan untuk bersolek di hadapan Tuhan ?    Mengapa Anda tidak berjuang demi tegaknya kalimatullah dengan mempersembahkan hewan korban ?      Jadi pada sisi mana sebenarnya Anda meletakan Tuhan?  Kemana perjuangan hidup ini hendak kau bawa?
Inilah tamparan dari Nabiullah Muhammad SAW, terhadap mereka yang sebenarnya mampu berkorban namun tidak melaksanakan perintah tersebut.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأََ نْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَحْضُرْ مُصَلاَّناَ


Barang siapa yang mendapat kelapangan (kemampuan) untuk berkorban, namun tidak berkorban, maka jangan hadir di tempat sholat kami.” (HR Hakim).



***

Dalam kontek kekhalifahan manusia adalah wakil Allah.   Agar tugas kekhalifahan itu berlangsung dengan baik, maka manusia harus megikuti hukum-hukum-Nya.   Oleh karena itu hamba yang baik adalah hamba yang tunduk dan patuh melaksanakan hukum-hukum-Nya.    Hukum itu ada yang berkaitan antara manusia dengan makhluk dan antara manusia dengan Tuhannya.    Sumber hukum itu adalah Al Kitab ( Al Qur’an) dan As-sunnah.   Selanjutnya dari kedua sumber itu manusia dipersilakan untuk mengakulturasi sesuai dengan posisi dan kedudukan di mana mereka berada , sehingga dengan demikian diharapkan Islam menjadi penyumbang keindahan, kesejukan serta kedamaian pada tempat di mana ia berada.   Ibarat sebuah pohon dari pokok yang sama tumbuhlah cabang dan ranting yang memberikan bunga yang indah yang selalu memancarkan udara kesejukkan dan kedamaian bagi pemerhatinya.

Lantas misi apa yang hendak disampaikan Allah SWT dengan memerintahkan utusannya Ibrahim AS. untuk menyembelih puteranya sebagai sesembahan (korban) pada-Nya pada ribuan tahun yang lalu?


I.    Dimensi Vertikal (Hablum Minallah)


Ma’rifatullah dan Tawakalillah

Dalam proses pencarian Tuhan Ibrahim AS. pernah menyindir generasi pada masanya bahwa Tuhan itu bukan bulan, bukan matahari , bukan api atau patung-patung. Yang semua itu adalah makhluk atau ciptaan.


فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ 
الضَّالِّينَ(77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي 
بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
 

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata :”Inilah Tuhanku”, tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:”Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata :”Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah.” (QS Al An’aam [7] :77-78).

Maka kebodohan besar bila seorang hamba memosisikan makhluk sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.

(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim AS.) berkata kepada ayah dan kaumnya,”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” Sesungguhnya Tuhan kamu ialah pemilik langit dan bumi, (Dialah) yang menciptakannya; dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.” (QS Al Anbiya [21] : 52 dan 56).

Puncak pembuktian argumentasinya dilakukannya melalui penghancuran tuhan-tuhan buatan.   Ternyata berangkat dari sinilah Ibrahim AS. berhasil menemukan kekasih sejatinya yakni ketika masyarakat menghukumnya dengan memasukkannya ke dalam api.   Dia tidak merasa panas bahkan sebaliknya api itu terasa menyejukkan.

Kami berfirman “Wahai api ! jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim .”(QS Al Anbiya’ [21] :69)

“Subhanallah.” ‘alaika tawakaltu”.

Inilah ujian pertama dalam penegakan kalimat tauhid, yakni harus berhadapan dengan hamba-hamba lain penyembah berhala di depannya.

Ujian berikutnya adalah rintangan yang lebih besar yang harus dihadapi yaitu egodiri (hawa nafsu). Semenjak lolos dari api yang membakar dirinya  Ibrahim AS. benar-benar telah menemukan kekasih sejati, yakni Allah SWT.    Suatu saat kekasihnya (Allah SWT) bertanya “Apakah kamu masih ragu dengan keberadaan-Ku ?” pertanyaan ini menunjukkan bahwa Tuhan mengetahui ada banyak hal yang tersimpan dalam diri Ibrahim AS. bahwa dia ingin kenal lebih dekat lagi dengan-Nya, maka dari itu ketika Allah bertanya demikian Ibrahim AS. menjawab.” Tidak, tetapi…” , kemudian Ibrahim AS. diperintahkan untuk meletakkan beberapa burung yang telah dicincang di atas gunung, lalu dari jarak tertentu Ibrahim AS. disuruh memanggil burung-burung tersebut, maka datanglah burung-burung itu dengan segera..



وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي
قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى
كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا


Dan (ingatlah) ketika Ibrahim AS. berkata :”Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman :”Belum yakinkah kamu?” Ibrahim AS. menjawab “ Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)” Alah berfirman :”(Kalau demikian) ambilah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfiman) : “Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” ( QS Al Baqarah [2] : 260)

Nikmat kenal Tuhan (ma’rifatullah ) pada Ibrahim AS. berdampak pada nikmatnya memiliki harta yang melimpah, anak yang sholeh dan isteri yang sholehah.    Keraguan mulai terjadi ketika dia diperintahkan untuk menyembelih putranya, “benarkah ?”, sehingga perintah itu diulang hingga 3 kali. Kita tidak bisa membayangkan begitu hebat guncangan yang menggedor-gedor jiwanya.   Ibrahim AS. kembali ingat dengan argumennya bahwa kebodohan besar bila seorang hamba memosisikan makhluk sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.    Puteranyapun telah memegang pemahaman demikian maka berangkatlah Bapak dan Anak itu untuk melaksanakan perintah tersebut.     Seluruh jiwa dan raga kedua anak manusia itu bergetar hebat, jiwa mereka berteriak menggedhor-gedhor membuat miris para malaikat yang menyaksikan, apalagi ketika Ibrahim AS. menghunus pisau dalam genggamannya serempak para malaikat menjerit

Allahu akbar - Allahu akbar - Allahu akbar, wa lillaahilhamd  !“,
 

sementara Ibrahim AS. berteriak : “Akulah orang pertama yang berserah diri kepada-Mu !” 

kemudian ditancapiriskanlah pisau itu ke leher Ismail, seraya Tuhannya berfirman “Kun”..jadilah maka jadilah”, yang terjadi adalah Ismail tetap segar dan sabar dalam ketaqwaannya, ternyata yang tersembelih adalah domba gibas yang besar dan gemuk.

Saat ituAllah berkata kepada para malaikat :” Aku lebih tahu daripada kamu tentang ciptaan-Ku.” Malaikatpun menjawab “Allahu Akbar Walilaahilhamd.

Ikatan yang terjadi antara Tuhan dengan manusia adalah hubungan antara Pencipta dengan hamba.  Ibrahim AS. telah menemukan bahwa segala bentuk yang terjadi pada diri hamba adalah bentuk ketundukan, patuh dan berserah diri kepada Penciptanya tanpa perhitungan untung dan rugi.    Hal ini terjadi setelah melalui perjuangan ma’rifatullah.    Ketika ketundukan, kepatuhan dan penyerahan itu dilakukan dengan tulus dan ikhlas atau dengan senang hati, berubahlah hubungan itu menjadi jalinan kasih.    Inilah puncak yang dicapai seorang manusia yang bernama Ibrahim AS. sehingga Allah mengangkatnya menjadi kholillullah atau kekasih Allah.

Nabi Ibrahim As, pernah ditanya .” Wahai Ibrahim, apa sebab Allah menjadikanmu sebagai kekasih?”     Dia menjawab’ Karena 3 (tiga) hal;
Pertama, ”Saya suka memilih perintah Allah di atas perintah selain Allah.”    Kedua, ”Saya tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah.”   Ketiga, ” Saya tidak suka makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu.”

Ibrahim AS. telah menemukan kekasih sejatinya.      Inilah keteladanan pertama yang hendak disampaikan Allah kepada manusai sebagai kholifah di muka bumi ini.    Kalau boleh saya ucapkan pesan itu berbunyi :“Proyeksikanlanlah dirimu sebagai Ibrahim AS. bagaimana dia bersikap kepada Tuhannya,   kenalilah Tuhan dan berserahdirilah kepada-Nya !”



II.    Demensi Horisontal  (Hablum Minannaasi)


Larangan Membunuh Jiwa

Prosesi persembahan korban sebenarnya telah dicontohkan pada zaman awal keberadaan manusia , yakni dikenakan pada putera Adam AS. yakni Qobil dan Habil. Perintah ini masih terus berlaku hingga sekarang.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (QS Al kautsar [108] :1-2)

Korban/sesembahan itu dalam bentuk hasil usaha mereka berdua. Setelah beberapa qurun berjalan bentuk sesembahan itu banyak mengalami perubahan, ternyata ada yang melakukannya dengan mengorbankan manusia.    Inilah pesan pertama yang hendak disampaikan Allah SWT. bahwa memberikan sesembahan atau korban dalam bentuk pengorbanan jiwa atau manusia tidak dibenarkan.


Hidayah itu Harus Diraih Melalui Perjuangan.

Ibrahim ketika hendak mencari hakekat Tuhannya, tidak tinggal diam berbagai upaya dia lakukan. Hipotesisnya memperoleh pembenaran ketika dia dimasukkan ke dalam api. Ketika itulah ma’unah (pertolongan) dari Tuhan datang. Ini mengandung pesan bahwa setiap hamba yang ingin mendapatkan kebahagiaan hakiki harus melakukan pencarian dengan sungguh-sungguh, kemudian setiap langkah usaha itu harus dicelup dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT niscaya Dia akan mengajarkan apa yang tidak diketahui manusia sebagai bukti Ke-Maha Pengasih dan Penyayang-Nya.



وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

"Bacalah, dan Tuhanmu yang maha Mulia.   Yang mengjarkan dengan (perantara) kalam.   Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya". (QS Al Alaq [96] :3-5).:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang sungguh-ungguh (berjihad) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al ‘Ankabuut [29] :69).


Pengembangan Sikap Egaliter

Pada masa jahiliyah sebelum Islam datang pola kehidupan masyarakat pada jaman itu bersifat materialis. Dalam masyarakat yang materialistis aspek moral menjadi sesuatu yang tidak pernah disentuh. Akibatnya sistem sosial yang berlaku menampakkan adanya stratifikasi. Stratifikasi ini berimbas pada segala aspek kehidupan, baik ekonomi, politik maupun sosial. Islam tidak menghendaki kultur masyarakat yang demikian,. yang dikehendaki adalah system ummah, sebagaiman Allah berfirman;

كَانَ ألنَّاسُ أُمَّةً وَٰ حِدَة ً

Manusia itu adalah umat yang satu.”( Al Baqarah [2]:213 )

Ummah mengandung dua pengertian.    Pertama, merupakan ikatan persaudaran dalam satu akidah, sebagaimana Firman Allah SWT

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

Sesungguhnya ornga-orang mukmin itu satu saudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.”(QS Al Hujurat [49] : 10)

Kedua, ikatan persaudaraan yang diikat dalam suatu perjanjian walaupun beda akidah sebagaimana disebutkan dalam piagam Madinah pasal 25.

Semangat berkorban berkaitan erat dengan ketakwaan.   Bukan besaran mataeriil yang menjadi ukuran tetapi yang menjadi ukuran adalah ketakwaannya.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. “(QS Al Hajj [22]:37)


إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“ (Al Hujurat[49]:13)

Prinsip satu umat membangkitkan semangat berat sama dipikul,ringan sama dijinjing artinya Islam memerintahkan untuk membentuk keseimbangan yang mapan.   Keseimbangan ini tidak akan terbentuk tanpa adanya kepedulian satu sama lain.    Ibadah korban hanyalah merupkan salah satu prototype usaha membentuk kesimbangan itu.   Karena ibadah korban selain mengadung makna mendekatkan diri kepada Allah SWT juga mendekatkan antara Si Miskin dan Si Kaya.    Dalam suatu kisah disebutkan bahwa apabila hendak makan, Nabi Ibrahim AS mencari teman buat makan berjama'ah hingga sejauh 1 mil atau 2 mil.

Sebenarnya perintah korban itu tidak hanya dalam bentuk hewan korban sebagaimna yang diconrtohkan Ibrahim AS, zakat, shodaqah, saling menolong dalam kebaikan adalah korban-korban dalam bentuk yang lain.    Inilah sebenarnya prinsip kesamaan kedudukan di sisi Allah pada manusia.     Korban adalah semangat menghapuskan stratifikasi, lebih mendekatkan pada kesamaan derajat atau egaliter atau menebarkan keadilan., yang sebenarnya merupakan kewajiban pokok hamba Allah sebagai kholifah di muka bumi ini.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan "(QS An Nahl [16] :.90)


Penegguhan Sikap Monotheisme

Ibadah korban di bulan haji merupakan testimony terhadap hamba yang telah dianugerahi rejeki yang melimpah, apakah yang bersangkutan benar-benar telah total melaksanakan ibadah dengan tulus atau tidak. Apakah yang bersangkutan telah memosisikan Tuhan pada posisi yang paling agung atau tidak.    Ketika seorang hamba telah mengenal Tuhannya (ma’rifatullah) dia akan melaksanakan dengan tulus dan ringan, namun ketika seorang hamba masih meragukan terhadap eksistensi Tuhannya maka hamba itu jiwanya telah dicemari keraguan.    Ketika seorang dalam dirinya tercemari keraguan, sebenarnya dalam dirinya bercokol berhala, karena hamba demikian meskipun dalam ucapannya mengatakan Tuhan adalah yang maha Tinggi tapi sebenarnya mereka tidak sepenuhnya meletakkan keagungan itu pada posisi teratas dalam dirinya.  Sikap demikian inillah sebenarnya yang berjangkit pada masyarakat yang telah diracuni oleh padangan materialis, sebagaimana gambaran masyarakat jahiliyah pada jaman Ibrahim AS maupun Nabi kita Muhammad SAW.     Bila keadaan ini timbul pada jaman modern maka boleh dikata itulah sebutan jahilliyah modern.    Meskipun mereka tidak menyembah berhala secara terang-terangan namun pada hakekatnya dia adalah penyembah berhala karena mereka memosisikan materi (makhluk) sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.

Ibrahim AS adalah tokoh pembangkit monotheism, namanya diabadikan dalam kitab-kitab agama langit. seperti Yahudi, Nasrani maupun Islam.     Kedatangannya berkaitan dengan jamannya bahwa naluri berketuhan dalam diri manusia dalam prakteknya tidak pas alias banyak mengalami penyimpangan.    Kondisi demikian hampir sama dengan jaman Nabi kita Muhammad SAW, di tanah Arab.    Maka dari itu Muhammad SAW dalam suatu pertemuan pernah menisbatkan dirinya seperti Ibrahim AS.    Perjuangan menegakkan kalimat tauhid benar-benar mengalami tantangan yang berat, di hadapannya adalah para penganut paham polytheism, yang mana efek dari paham ini menimbulkan stratifikasi, masalah gender, hedonism dan perbudakan sebagai tindak lanjut dari sytem ekonomi yang tidak berkeadilan, yakni system ekonomi yang hanya menguntungkan kelompok kelompok tertentu yang kala itu kita sebut kabilah.    Pandangan hidup mereka adalah pandangan hidup materiailis

Maka, kita dapat memproyeksikan jaman jahiliyah manakala Muhammad SAW hidup pada waktu itu dengan kehidupan yang kita alami sekarang.    Perintah kurban meskipun tidak wajib namun memiliki hubungan yang erat sekali dengan perjuangan penegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini.    Mengapa Anda tidak melaksanakan ibadah korban padahal mampu membeli rokok tiap hari?   Anda mampu berjuang untuk membayar motor, rumah, mobil dan barang mewah lain demi bersolek di hadapan manusia, mengapa tidak terpikirkan bersolek di hadapan Tuhan ?    Mengapa Anda tidak berjuang demi tegaknya kalimatullah dengan mempersembahkan hewan korban ?      Jadi pada posisi mana sebenarnya Anda meletakan Tuhan? Kemana perjuangan hidup ini hendak kau bawa?
 

Inilah tamparan dari Nabiullah Muhammad SAW, terhadap mereka yang sebenarnya mampu berkorban namun tidak melaksanakan perintah tersebut.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأََ نْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَجْضُرْ مُصَلاَّناَ

Barang siapa yang mendapat kelapangan (kemampuan) untuk berkorban, namun tidak berkorban, maka jangan hadir di tempat sholat kami.” (HR Hakim).

***

Kini kita dapat merasakan adakah berhala bercokol dalam diri kita ?
Wallahu ‘alamu bi shawabi.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم

Semoga risalah ini bermanfaat pada diri saya dan jamaah
sekalian. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA


Al Qur’an Karim
Ahmad Al Adawi, M.    1996.   Miftahul Khitabah Wal Wa’dhi. Trjmh. A. Sunarto.
       Pustaka Amani Jakarta.   Hal 429.

Nawawi bin Umar, Muhammad.______. Nashaihul ’Ibad. Maktab Dar Ihya
         Arabiyah. Indonesia. Hal.  10.
Pulungan, J, Suyuthi.   1994.   Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
       Ditinjau dari Pandangan Al-Qur'an. Raja Wali Pers. Jakarta. Hal. 134.
Sodiqin, Ali.   2008.   Antropologi Al Qur’an.    Model dialektika Wahyu dan
       Budaya .   Ar-Ruzz Media.   Jogjakarta. Hal.89-92.


»»  LANJUT...

Rabu, 12 Oktober 2011

NYANYIAN SUMBANG

(Sebuah Kajian tentang Fitrah Manusia)

 oleh
Budi Wibowo

بسم الله الرّمان الرّحيم

Betapa banyak manusia di hadapan kita yang menampakkan kekerdilan, tidak enak dipandang, tidak pas (tidak sesuai), tidak mengerti, paganis, bodoh tetapi tidak pernah menyadari akan kebodohannya, bagaikan pelantun nyanyian di atas panggung namun tidak merasa bahwa nyanyian yang dibawakannya terdengar sumbang.

Pernahkah terlintas dalam benak Anda bahwa yang meyaksikan sepak terjang Anda bukan saja masyarakat di sekitar kita, tetapi sebenarnya Allah SWT juga memperhatikan kita ?

***


Kalau kita mau merenung sejenak, ketika manusia lahir di dunia dalam keadaan suci.

كُلُّ مَوْلَدُ يُولَدُ عَلي الْفِطَةِ

Setiap manusia yang dilahirkan, terlahir dalam keadaan suci”( H.R Muslim)

Perjalanan hidup manusia di dunia ini berada dalam rentang kelahiran dan kematian.
Ketika manusia berada dalam rentang tersebut secara implisit Tuhan memerintahkan untuk menjaga kesucian itu

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)" (QS Al ‘Ala [87] :14)

Dari sini kita dapat membaca bahwa implikasi ketika menghadap kepada-Nya tentu harus tetap dalam keadaan suci.   Mereka yang mampu mempertahankan kesucian akan kembali dengan membawa ketenangan jiwa yang kelak disambut gembira oleh Tuhannya.

يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dengan mendapat Ridho-Nya". (QS Al Fajr [89 ]: 27-28 )

Itulah sebab mengapa Allah membuat utusanNya sebagai panutan bersifat maksum atau tetap dalam kesucian. Tetapi Tuhan seakan menyembunyikan perintah tersebut dengan menyatakan bahwa ”Ia menciptakan manusia di bumi ini sebagai khalifah.” Adakah keterkaitan antara tugas menjaga kesucian dan tugas kekhalifahan ?

Kata khalifah menurut Al Qur’an dapat bermakna sebagai pergantian generasi , kepemimpinan, dan wakil Allah SWT untuk menegakkan hukum-hukumNya di muka bumi ini.   Bila Allah SWT berfirman bahwa manusia adalah khalifah, maka sejatinya bukanlah para Nabi dan Rasul saja sebagai wakil Allah tetapi setiap individu adalah pemimpin atau wakil Allah di muka bumi ini. 



ألآ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ingatlah kamu semua adalah pemimpin (wakil Allah) dan kamu semua akan bertanggung jawab terhadap apa yang kamu pimpin”. (HR Bukhori)

Peran wakil tentu membawa atau menyampaikan misi yang dititipkan oleh pemberi mandat.  Bila pemberi mandat itu suci tentu wakil harus mampu mengapresiasikan kesucian, bila pemberi mandat itu adil maka pengemban mandat harus mampu mengapresiasikan keadilan.  Bila pemberi mandat itu jujur maka wakil harus mampu mengaprisiasikan kejujuran dlsb.

Kata fitrah (potensi dasar ) pertama mengandung makna kesucian.

كُلُّ مَوْلَدُ يُولَدُ عَلي الْفِطَةِ

Setiap manusia yang dilahirkan, terlahir dalam keadaan suci”( H.R Muslim)

Bila Allah menisbatkan manusia sebagai khalifah (wakil Allah) yang berperan memelihara alam maka fitrah manusia berikutnya adalah cenderung pada kebaikan.   Oleh karena manusia memiliki umur terbatas maka manusia adalah pewaris generasi sebelumnya atau peran khalifah bersambung dari generasi ke generasi berikutnya, untuk itu pesan suci harus tetap terjaga hingga generasi terakhir,  dengan kata lain manusia adalah pengemban amanah oleh karena itu fitrah manusia yang lain adalah pemberi dan penerima pengetahuan.    Maka di sini dapat kita rasakan bahwa tugas menjaga kesucian dan tugas kekhalifahan laksana sekeping mata uang yang dua permukaannya tidak terpisahkan. Allah berfirman;

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

……..Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah ) itu, Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS Ar-Rum :30 :30)


***

Manusia bukan Tuhan atau jelmaan Tuhan, inilah batasan yang harus tetap dipegang oleh seluruh hamba di jagat raya ini.   Agar manusia tidak salah dalam memerankan tugas dalam mempersepsikan diri sebagai wakil Tuhan maka diperlukan teladan atau rujukan sebagai acuan dalam bertindak.   Untuk itulah Allah SWT menunjuk beberapa utusan (rasul) hingga yang terakhir adalah Muhammad Ibn Abdullah seorang bangsa Arab sebagai rujukan paripurna.   Dalam sejarah, terdapat hamba yang pemahamannya melampau batas sebagai khalifah.   Di Timur tengah terkenal dengan nama Mansyur Al Halaj, yang menisbatkan diri sebagai Al Haq.   Di Indonesia terkenal dengan nama Syeh Siti Jenar.   Namun demikian hanya Allahlah yang maha tahu dan saya berlindung kepada-Nya atas segala ihwal demikian.

Maka dari itu Muhammad SAW adalah maksum (suci) dan tetap suci hingga akhir hayatnya.   Pernah suatu hari seorang sahabat bertanya kepada isterinya, “Bagaimana perangai (Akhlak) Rasulullah ?” Isterinya menjawab : “Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an.”   Jadi Muhammad adalah Al Qur’an berjalan, maka tidak heran bila pada jamannya dia mendapat gelar Al Amin.

Al Amin adalah reperesentase manusia yang dikehendaki Allah SWT sebagai pemeran khalifah di muka bumi ini Apabila kita hendak menyelami diri Al Amin, kita akan menemukan beberapa sifat yang melekat dalam diri Rasulullah SAW, yakni sidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (mampu menyampaikan), fathonah (memiliki daya kreativitas), adil dan berani.   Keempat sifat yang pertama adalah sikap yang saling berkait,  sedangkan dua sikap yang terakhir adalah sikap yang harus dimiliki terutama bagi pemimpin, perhatikan firman Allah QS Shad [38]:26 dan 45.   Ucapan dalam diri (qolbu) yang selaras dengan lisan dan tindakan kita sebut dengan sidiq.   Menjaga titipan baik itu berupa barang atau jabatan, tidak korup kita sebut amanah.   Mampu menjelaskan sekaligus memberi teladan kita sebut tablig.  Mampu memecahkan kebuntuan atau menyelasaikan masalah itulah yang kita sebut fathonah.

ألآ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ingatlah kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggung jawab terhadap apa yang kamu pimpin”. (HR Bukhori)

Jadi sebenarnya setiap insan adalah pemimpin yang akan mewariskan hasil kepemimpinannya kepada generasi berikutnya.    Setiap diri kita adalah subyek dan masyarakat adalah obyek.   Masyarakat dalam unit kecil adalah keluarga, dari sinilah tugas kepemimpinan itu berawal.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Wahai orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka(QS. Et-Tahriim [66]:6)”

Kepemimpinan identik dengan keteladanan.    Keteladanan yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik.   Bila Anda menyuruh anak sholat berjamaah di Masjid , maka Anda harus lebih dahulu meneladani anak-anak berjamaah di Masjid.   Bila Anda melarang anak berkata kotor maka Anda harus meneladani tidak pernah berkata kotor.

Bila seorang pemimpin menganjurkan berbuat jujur maka dia harus lebih dulu meneladani berbuat jujur. Bagaimana mungkin lembaga pembuat undang-undang anti korupsi menghasilkan keteladanan yang baik bila di dalamnya banyak oknum-oknum yang korup ?   Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan mewariskan keteladan yang baik jika dirinya sebenarnya pelaku crime policy ?

Jadi, dalam konteks kekhalifahan pola bersikap seseorang adalah isyarat yang terpancar yang akan ditangkap oleh masyarakat di sekitarnya.   Isyarat mana yang keluar dari diri Anda merupakan karakter Anda secara utuh yang telah terbentuk melalui proses panjang yang berulang-ulang.

الْخَيْرُ عاَدَةٌ وَالشَّرُّ لُجَاجَةٌ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِهْهُ
فِى الدِّيْنِ

Kebaikan itu dari kebiasaan, keburukan itu dari pemaksaan, dan barang siapa dikehendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka Dia akan menjadikannya paham tentang agama” (H.R Ath-Thabrani )

خَيْرُ النَّسِ أحْسَنُهُمْ خُلُقاً

Sebaik-baik manusia adalah orang yang terbaik akhlaknya di antara mereka.” (H.R Thabrani dari Abdullah bin umar).

Selanjutnya Rasul memberikan ilustrasi bahwa

خِِيَارُكُمْ مَنْ ذَكَرَكُمْ بِاللهِ رُؤْيَتُهُ, وَزَادَفِيْ عَمَلِكُمْ مَنْطِقُهُ , وَرَغَبَكُمْ فِيْ الآخِِرَةِ عَمَلَهُ

"Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang apabila melihatnya membuatmu teringat kepada Allah, perkataannya menambah amal kebaikanmu, dan amal perbuatannya memotivasimu untuk meraih kebahagiaan akhirat" (HR. Al Hakim).

Orang tua religius akan melahirkan keturunan atau generasi yang religius, orang tua yang materialis akan menghasilkan generasi materialis, orang tua hypokrit akan menghasilkan keturunan yang hypokrit,  karena semua itu terbentuk melalui audio visual yang berlangsung berulang-ulang dalam waktu yang lama dalam sebuah masyarakat utamanya dalam unit kecil yakni keluarga, meskipun tidak mutlak demikian tetapi korelasi antar keduanya menunjukkan hubungan yang positip.

Generasi mendatang adalah tatabentukan dari generasi sebelumnya dan perlu kita ketahui bahwa pembentukan karakter itu melalui proses pembelajaran.
Jadi jelas bahwa tujuan Allah SWT mengutus para Rasul sebenarnya hanya untuk mempertahankan fitrah, sehingga tugas kekhalifahan di muka bumi ini dapat berlangsung dengan baik.



***

Di akhir hayatnya Rasul tidak bergelimang harta, dia meninggal di atas tempat tidur yang beralaskan tikar. Ketika malaikat hendak mencabut nyawanya mulutnya bukan berucap “Fathimah oh putriku” tetapi “Umatku umatku umatku”.   Ini mengisyaratkan bahwa Rasul begitu besar tanggung jawab dan perhatiannya dalam menjaga fitrah umatnya sebagai khalifah di muka bumi ini.   Dia pertaruhkan jiwa dan raganya untuk kebahagiaan umat.    Bila mau dia mampu mengumpulkan harta namun dia tidak pernah melarang umatnya untuk mengumpulkan harta perhatiannya bukan pada kekayaan pribadi, maka dari itu di akhir hayatnya dia tidak menyebut “Fathimah oh putriku” tetapi yang dia sebut adalah “Umatku umatku umatku”.

“Diam adalah emas” dan “Sebaik-sebaik perkara adalah di pertengahan” adalah dua buah ungkapan di antara berbagai ungkapan yang keluar dari seorang utusan.    Yang pertama secara implisit bertujuan agar seseorang tidak mengumbar lisan dan yang kedua secara kontekstual agar seseorang menjalani hidup tidak over acting ( terlalu berlebih).

Cukuplah menjadi pelajaran bagi kita bahwa setiap langkah dan tindakan kita sejatinya harus ditujukan untuk membangun akhlak mulia pada anak keturunan kita di masa mendatang.     Kini kita sampai pada titik kesimpulan bahwa rusaknya tatanan suatu kaum jelas disebabkan oleh penyimpangan fitrah manusia.     
Bila suatu negeri rusak maka jelas para pemimimpinnya gagal dalam mengembangkan potensi dasar yang dimiliki oleh anak bangsanya.

Anda mungkin pernah mendengar seorang bernyanyi dengan suara sumbang, dalam bahasa musik disebut dengan istilah ‘false’,  makna harafiahnya adalah tidak sesuainya antara nada yang dikeluarkan oleh alat musik dengan suara pelantun lagu yang dibawakan penyanyi.   Bagi pendengar yang mendengarkan kejadian demikian sungguh tidak enak, tidak menghibur meski syair lagu yang dinyanyikan bagus.  Bila Anda sebagai penyanyi dengan suara tersebut, penonton akan melempar batu pada Anda dan apabila Anda masih ngotot (memaksakan diri) resiko yang paling ringan adalah Anda akan ditinggalkan penonton.


Bila saya katakan bahwa musik sebagai potensi di luar diri (talenta) yang dimiliki seseorang, nyanyian adalah lisan dan amal perbuatan yang dilakukannya, penonton adalah masyarakat tempat berinteraksi atau menjalin hubungan.   Maka nyanyian sumbang adalah tidak selarasnya ucapan dan perbuatan seseorag dengan kondisi penampilan yang dimiliki di tengah masyarakat.

Pernahkah terlintas dalam benak kita bahwa yang meyaksikan sepak terjang kita bukan saja masyarakat di sekitar kita, tetapi sebenarnya Allah SWT juga memperhatikan kita ?   Allah SWT sangat membenci pada orang yang ucapannya tidak selaras dengan tindakannya.   Tentu yang dimaksud di sini adalah ucapan dan tindakan yang sesuai dengan aturan agama (syari’ah).    Ringkasnya bahwa Allah sangat membenci hamba yang tidak memberi teladan yang baik pada lingkungannya.

Perhatikan ayat berikut :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ(2)كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Wahai orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash- shaff : 61 :2-3)

وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ

"Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan "( QS Al Fushilat : 41 : 22)

Anda sebagai penonton kini dapat merasakan betapa banyak manusia di hadapan kita yang menampakkan kekerdilan, tidak enak dipandang, tidak pas (tidak sesuai), tidak mengerti, paganis, bodoh tetapi tidak pernah menyadari akan kebodohannya.   Mereka bagaikan pelantun nyanyian di atas panggung namun tidak pernah merasa bahwa nyanyian yang dibawakan terdengar sumbang. Wa Allahu ’alamu bishawab.



Bdl, Okt 2011

BW

PUSTAKA

Al Qur’an Karim
Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995. Mukhtarul Ahadist. Trj. Mahmud Zaini.
          Pustaka Amani.    Jakarta. Hal. 223,224
Imam Suyuti. _______.   Al Jaamingush Shogir. Juz II.
Maktab Dar Ihya Alkitab Arabiyah.
         Indonesia. Hal. 8,13,95      
Syahidin. 2009. Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al Qur’an. 

       Alfabeta,CV. Bandung.   Hal 33
Wibowo, Budi. 2010.   Makna Penciptaan Manusia. Mari Mengaji.
      
http :\\ Kutbah.Blogspot.com
    

»»  LANJUT...

Minggu, 14 Agustus 2011

Tafsir Lagu Indonesia Raya


by
Budi Wibowo


Lagu ini digubah oleh seorang putra terbaik bangsa bernama WR Soepratman. Siapa Soepratman ? Saya sendiri tidak banyak mengetahui, namun dengan menggali tafsir lagu yang digubahnya, saya sangat menaruh pujian padanya. Sekilas saya dapat memprediksi bahwa Soepratman bukan sekedar penggubah lagu tetapi dia adalah seorang spiritualis yang memiliki pandangan mendahului generasinya dan bahkan generasi–generasi sesudahnya. Kita dapat merasakan alunan lagu dan syair yang digubahnya itu penuh kandungan nilai kerohanian, maka sungguh tepat bila Soekarno dan kawan-kawan seperjuangannya menetapkan lagu Indonesia Raya gubahan Soepratman sebagai lagu kebangsaan.
 


Teks

Naskah asli INDONESIA RAYA  *1)


Stansa 1:
 

Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe
Di sanalah Akoe Berdiri ’Djadi Pandoe Iboekoe
Indonesia Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe
Marilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe






Hidoeplah Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe
Bangsakoe Ra’jatkoe Sem’wanja
Bangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja
Oentoek Indonesia Raja


(Reff: Diulang 2 kali, red)
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja



*** 
Sebenarnya naskah asli terdiri dari 3 (tiga) stansa, karena stansa ini yang ditetapkan sebagai lagu kebangsaan menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, maka 2 (dua) stansa lainnya tidak banyak diketahui. *2)


***

TAFSIR LAGU INDONESIA RAYA


Indonesai tanah airku tanah tumpah darahku.


Indonesia adalah nama sebuah wilayah berupa gugusan pulau yang berada di antara benua Asia dan Australia dan di antara samudera Hindia dan Pasifik.


Tanah airku (tanah dan air)

Tanah adalah tempat tumbuh berbagai macam hayati, dan tempat berbiak berbagai macam satwa selain itu di dalam tanah juga terkandung berbagai macam tambang, demikian juga air merupakan tempat tumbuh dan berbiak tumbuhan dan ikan serta hewan air lainnya. Semua diciptakan oleh Tuhan untuk menopang kelangsungan hidup manusia, sehingga dengan demikian manusia tidak mengalami halangan secara fisik dalam menunaikan perintah-Nya.

Kata ‘tanah airku’ merupakan ekpresi pengakuan bahwa kekayaan bumi di Indonesia ini adalah milik setiap jiwa yang ada di sana. Maka tidak dibenarkan bila penghuni yang menempati di dalamnya merasa sebagai pemillik mutlak tanpa ada rasa bahwa apa yang dia nikmati adalah sebagai titipan yang seharusnya rasa nikmatnya berdampak pada yang lain
Jadi, semua kekayaan baik darat maupun laut harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia terutama mereka yang lahir, hidup, dan mati di sana.


Tanah tumpah darahku,

Ketika lahir darah tertumpah dari rahim ibu, ketika berjuang mengusir penjajah banyak darah tertumpah di sana, ketika berjuang menghidupi diri dan keluarga dengan sekuat tenaga juga dapat diistilahkan dengan ungkapan berdarah-darah. Di mana semua itu dilakukan ? Di tanah Airku Maka dalam arti sempit tanah tumpah darahku, adalah tanah tempat setiap jiwa dilahirkan, dan dalam arti luas adalah tanah tempat jiwa lahir hidup dan mati.

Soepratman hendak mengatakan bahwa Indonesia tanah airku , Tanah tumpah darahku adalah Indonesia sebagai wadah bangsa ini berkumpul dan di dalam wadah itulah tempat lahir hidup dan mati dengan segala konskuensinya



Di sanalah Aku berdiri jadi Pandu Ibuku.


Di sanalah

Soepratman menggunakan kata 'di sanalah' mengapa bukan di sinilah ?
Kata ‘ di sana’ menunjukkan makna pelaku saat berucap tidak berada pada tempat di maksud. Padahal pelaku mungkin sebenarnya berada di tempat berucap
Bila demikian dengan maksud apa Soepratman membuat frase “Di sanalah Aku berdiri” ?

Dalam hal ini Soepratman hendak menjelaskan bahwa manusia itu sebenarnya pada saat yang sama dapat keluar dari dimensi ruang di mana fisik berada, bahkan dia diberi kemampuan untuk melihat dirinya sendiri baik secara fisik maupun secara rohani Anda dapat merasakan contoh kalimat metaforis di bawah ini :

Mari kita sejenak terbang melayang melihat sandiwara kehidupan manusia di punggung bumi ini, maka akan tampak oleh kita hamba-hamba yang menampakkan kealiman dan kedermawanan, tetapi dengan kepandaiannya itu digunakan untuk merampok hak orang lain……… Saudaraku mari kita injakkan kaki ke bumi kembali, jangan berkecil hati, ketahuilah bahwa memang di bumi ini banyak kholifah-kholifah palsu, meski pahit tetaplah tegakkan kebenaran dan terus tetaplah dalam jalan kebenaranmu.

Soepratman dalam kalimat ini menunjukkan bahwa diri kita pada hakekatnya adalah yang imateriil, yakni dia yang berada di balik tubuh atau jasad.


Aku berdiri jadi pandu Ibuku

Mengapa Soepratman tidak memilih kata ‘Aku tampil menjadi Pandu Ibuku ?’ Kita dapat membandingkan dua kalimat berikut :

Di sanalah Aku tampil menjadi pemandu Ibuku‘. dengan kalimat ‘Di sanalah Aku berdiri menjadi pemandu Ibuku

Soepratman memilih kata ’berdiri’ karena kata ini lebih mengandung unsur kesopanan (etika) sebab obyek yang menjadi sasaran adalah ’Ibu’ adalah sosok yang sangat dihormati bahkan ada sebagian pemikir mengatakan bahwa Ibu ’ memiliki kedudukan ke dua dari sosok yang paling dihormati manusia (pertama Tuhan dan kedua Ibu).

Kata ’berdiri’ ketika berpadu dengan kata ’pandu’ memiliki makna diam dan bergerak. Kata ’berdiri’ lebih memberikan kontribusi makna ’diam’ , sedangkan kata ’pandu’ lebih memberikan kotribusi makna ’bergerak’. Kata pandu berarti ’penunjuk jalan’ atau ’guide’, juga dapat berarti ’yang membimbing’ atau ’yang memimpin’ atau ’yang mengarahkan’ atau ’yang menggerakkan’ Maka, tepat sekali jika Soepratman membuat untain kata Aku berdiri jadi pandu Untaian itu lebih memiliki kedalaman makna dibanding untaian kata yang lainnya, sebab bukankah dinamika kehidupan ini tidak selamanya tampak bergerak, bukankah sesekali tampak diam ?

***

Mengapa Soepratman memilih kata ’Ibu’ sebagai obyek? Bukankah ibu adalah sosok yang membimbing kita atau yang memberi susu atau yang menyuapi makanan kepada kita ?

Soepratman rupanya menangkap makna spiritualitas dari seorang Nabi ketika dipanggil oleh Tuhannya, pada saat di tengah perjalanan bertemu dengan sosok perempuan usia lanjut yang memanggil-mangil. Kemudian Nabi itu bertanya kepada Malaikat Jibril, ”Siapakah dia gerangan?” Jibril menjawab ”Dia adalah jelmaan Bumi.”

Maka makna Ibuku yang digambarkan Soepratman adalah Bumi, yakni tempat kita berpijak yang dalam hal ini adalah Indonesia tanah Airku Tanah Tumpah darahku.

Ketika masih bayi memang kita sangat bergantung kepada Ibu, namun ketika dewaasa yakni pada saat kita telah mampu membedakan hal baik dan buruk, kita sudah tidak bergantung kepada Ibu lagi. Justru sekarang Ibu yang harus kita bimbing karena dia telah mengalami kerentaan, pandangannya mulai kabur, pendengarannya mulai berkurang, kulitnya mulai keriput. Kita ingin agar Ibu selalu bergembira tidak menangis mernitikan air mata. Ibu kini telah lanjut usia, kini saatnya berbakti pada Ibu bagi setiap putra yang telah dapat membedakan baik dan buruk.


Bila Ibu adalah tanah air, tanah tumpah darah, kini keadaan Ibu telah renta karena telah banyak sumber daya alam tereksploitasi, maka tugas penghuninya adalah membangun negeri ini agar memiliki kehormatan/derajat yang mulia di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia ini, bukan sebaliknya yakni merusaknya atau dengan kata lain mencabik-cabik Ibu Pertiwi. Inilah makna seorang anak harus memnghormat pada Ibunya. Inilah makna ’Aku jadi pandu Ibuku.’


Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku.

Kebangsaanku

Soepratman menegaskan bahwa unsur kebangsaan adalah bangsa, tanah dan air.

Kata jadian kebangsaan memiliki makna yang lebih luas dibanding kata bangsa itu sendiri. Kata ’bangsa’ berarti jenis atau ras atau corak, maka kata ’Indonesia kebangsaanku ’ dapat kita mengucapkan dengan kalimat ’Indonesia adalah nama yang menggambarkan corak negeriku’. Kata kebangsaan menunjukkan hal ihwal yang berkaitan dengan ras (nation), dan budaya (civil society). Sedangkan budaya itu sendiri berkaitan dengan kedudukan tempat atau topografi di mana manusia itu berada.

Indonesia adalah sebuah wilayah yang terdiri dari banyak pulau yang di dalamnya bertinggal beberapa macam ras. Ras melayu adalah ras yang banyak mendominasi wilayah ini. Banyaknya pulau menyebabkah budaya penduduknya terpecah menjadi beberapa macam corak.

Supraptman dalam lyrik ini hendak menggugah kesadaran bahwa Indonesia adalah negeri yang memiliki berbagai macam budaya (plural).


Marilah kita berseru Indonesia bersatu.

Meskipun kita berbeda dalam budaya dan ras, mari kita bersatu, mengusir penindas, mengusir kebodohan, mengusir sang angkara murka, mengusir ketidak adilan, mengusir kemunafikan, mengusir kesombongan.

Pendek kata Soepratman hendak mengungkapkan seruan untuk bersatu dalam mengusir demoralisasi dan menghindari disintegrasi dengan tujuan agar kejayaan Indonesia tumbuh bangkit dan berkembang.

Bunyi seruan itu adalah :

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku,
Bangsaku, Rakyatku semuanya.



Lawan kata dari kata ‘hidup’ adalah kata ‘mati’ . Dalam seruan itu Soepratman melukiskan bahwa seakan bumi tempat dia berpijak mati, negeri yang dia miliki mati, bangsa yang dia miliki mati bahkan semua rakyat di negerinya mati.

Kata ’mati’ sepadan dengan pengertian ’tidak bergerak’, ’tidak menyala’ , ’tidak tumbuh’, ’tidak berkembang’, ’tidak berbunyi’, ’tidak memiliki rasa’.

Padahal kata mati itu sendiri memiliki disparasi pengertian, pengertian pertama adalah mati dalam pengertian sebenarnya yakni berpisahnya ruh dari jasad dan kedua memiliki pengertian tidak sebenarnya (kiasan), yakni hilangnya kesadaran. Sebuah ajaran agama mengajarkan bahwa orang yang sedang tidur adalah bagaikan orang yang mati.

Dalam lyrik ini Soepratman mengajak seluruh rakyat di negrinya agar sadar atas ketidak tahuan, atau keterbelakangan yang melanda negerinya. Seruan itu seperti bisikan yang menghembus-hembus telinga saudaranya yang tengah tertidur lelap.

Ketika rakyat di negeri ini sadar, seruan berikutnya adalah


Bangunlah jiwanya bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya


Pada larik ini, tidak terlihat lagi kata ganti orang pertama, seperti kata ’aku’ atau ’ku’ dan ’kita’ seperti terdapat pada larik-larik syair sebelumnya, seakan seruan itu muncul dari orang pihak ketiga, siapakah dia ?

Dia adalah Tuhan, Tuhan yang maha Esa. Soepratman benar, dia tidak salah menangkap suara tersebut sehingga dia selipkan suara itu dalam lagu yang digubahnya. ”Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya’ bukan terbalik ’Bangunlah Bandannya Bangunlah Jiwanya’.

Sebuah ajaran agama di negeri ini, mengajarkan bahwa Tuhan menyeru

”Carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu untuk kebahagiaanmu kelak di akhirat dan jangan engkau melupakan untuk kehidupanmu di dunia ini.


Firman itu mengajarkan bahwa orientasi hidup ini pertama adalah untuk kehidupan akhirat, baru kemudian kerjakan untuk dunia. Maka ketika jiwa ini telah memiliki pandangan hidup demikian benarlah adanya manusia itu menapaki hidup di muka bumi ini. Pandangan ini seharusnya menjadikan inspirasi bagi para pemimpin negeri ini sebagai pengambil kebijaksanaan., bahwa setiap langkah kebijaksanaan yang diambil dalam pembangunan harus mengedepankan pembangunan moral terlebih dulu daripada pembangunan yang lain, karena bangunan moral inilah yang nantinya menjadi fondasi yang berfungsi sebagai penopang tegaknya bangunan yang dalam hal ini adalah Indonesia Raya.

Tidak ada artinya membangun fisik industri canggih, misal industri pesawat terbang, industri perkapalan atau industri imateriil yang menghasilkan produk-produk kebijakan politik ketika pembangunan moral itu diabaikan. Semua bangunan itu akan rontok.

Dengan melihat kalimat yang diselipkan ke dalam lagu ini. Soepratman lebih dahulu menyadari dari pada kita, bahwa bila negeri ini ingin mencapai kemerdekaan strategi pembangunan yang seharusnya ditempuh terlebih dahulu adalah pembangun mental bangsa.

Suara itu seharusnaya terdengar dalam setiap dada anak bangsa, sehingga menyontakkan kesadaran seluruh anak negeri dengan teriakan,


Indonesia Raya, meredeka-merdeka !!!
Tanahku negeriku yang kucinta.


Kalimat ini menunjukkan ekspresi kesadaran yang menggambarkan bahwa setiap jiwa menginginkan terbebas dari segala tekanan.

Pada jaman perjuangan mengusir penjajah kesadaran ini benar-benar melekat dalam setiap anak negeri, sehingga seluruh potensi yang ada dalam jiwa dan raga tertuju untuk meraih kemerdekaan. Soekarno dan kawan-kawan segenerasinya telah berhasil membangun jiwa anak bangsa di negeri ini waktu itu. Satu tahap telah tercapai yakni bangsa ini dapat terbebas dari tekanan penjajah.


Soepratman memiliki visi yang jauh melampaui generasi dan bangsanya. Dia torehkan kata pekik merdeka ke dalam lagu gubahannya. Yang dalam lantunan diulang sebanyak dua kali. Filosofi pengulangan kata pekik merdeka itu menunjukkan bahwa kemerdekaan itu tidak selesai ketika kita telah berhasil mengusir penjajah saja. Pekik merdeka itu harus terus diteriakkan untuk menyadarkan anak cucu generasi mendatang bahwa setiap putra bangsa ini harus terbebas dari berbagai tekanan. Apakah itu berupa tekanan ekonomi, dominasi asing atau hal-hal lain yang menyebabkan teraniayanya anak cucu mereka di masa mendatang.

Indonesia Raya, meredeka-merdeka !!!
Hiduplah Indonesia Raya,


Hiduplah Indonesia Raya. dalam lyrik ini Soepratman mengajak seluruh rakyat di negerinya agar sadar atas ketidaktahuann atau keterbelakangan yang melanda negerinya di saat ini dan di masa datang.

***



Soepratman...
Seakan engkau satu-satunya pejuang yang masih mondar-mandir di negeri ini.
Kawan-kawanmu telah lelap dimakan bumi,

Kadang menitik air mata ini, ketika engkau datang menemui cucu-cucumu,
Teriakanmu seakan tidak ada yang memperhatikan,
Mereka menganggap engkau adalah kakek tua yang hanya membawa cerita lama.

Saudaraku...,
Dengarkan Soepratman...dia benar...
Ikutilah ajak-teriakannya....turutilah ..
bila engkau ingin hidup bahagia merdeka...


Semoga artikel ini bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian. Amiin

Bdl, 14 Agt 2011
BW
___________________________
Kupersembahkan dalam rangka menyambut HUT RI ke 66





Pustaka
*1) http://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Raya

*2) http://www.rakyataceh.com/print.php?newsid=2645  

»»  LANJUT...