Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Sabtu, 12 November 2011

Mengambil Hati Sang Maha Pengasih (Tiga Pilar Utama Meraih Kecintaan Allah SWT)



by
Budi Wibowo

بسم الله الرحّمان الرّحيم

Nabi Ibrahim As, pernah ditanya .” Wahai Ibrahim, apa sebab Allah menjadikanmu sebagai kekasih?” Dia menjawab: “Karena 3 (tiga) hal”;



Mengutamakan Perintah Allah

Jawaban pertama adalah;

إخْتَرَْتُ أمْرَاللهِ عَلَى اَمْرِ غَيْرِهِ

Saya suka memilih perintah Allah di atas perintah selain Allah.”

Ini menunjukkan bahwa Ibrahim benar-benar telah menempatkan Allah pada posisi yang paling tinggi atau yang paling mulia.     Maka dari itu ketika sholat Nabi SAW. mencontohkan do’a dalam sujud sbb:

subhana robiyaa ‘alaa” Maha suci Tuhan yang maha tinggi.

Kita dapat membuat perbandingan bahwa ketika seorang hamba telah dipanggil atau diperintah Allah untuk menunaikan kewajiban kemudian masih mengulur-ulur pelaksanaan perintah itu, ini menunjukkan bahwa dalam hati hamba tersebut masih ada keraguan atau ada kotoran yang menutup hati mereka, sehingga mereka tidak menempatkan Allah SWT pada posisi paling mulia.     Mereka sebenarnya mengakui yang haq, namun karena nafsu telah menguasainya maka dia mengingkari kebenaran tersebut.     Ingkar dalam bahasa Al Qur’an sering disebut dengan kufur yang juga berati tertutup.     Orang demikian menunjukkan keimanannya tidak sempurna. Itulah sebab Rasul bersabda,

لا يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَى يَكُونُ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

Masih belum sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum keinginannya (nafsunya) mengikuti petunjuk yang kusampaikan (HR. Al Baghawi, Tabrizi, Ibn Abu ‘Ashim, Muttaqi Al-Hindiy, Ibnu Hajar dan Al Khatib).

Sebgai contoh adalah panggilan sholat , sebaiknya segera menunaikan sholat, dan bila memiliki kesempatan sebaiknya menunaikan sholat berjamaah di masjid karena Allah SWT menyukai pelaksanaan sholat demikian.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّه
Hanyalah orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta tetap mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan tidak takut kecuali kepada Allah ”. (Qs At Taubah [9] :18)

Dan masih banyak lagi hal-hal yang berkaitam dengan perintah Allah yang seharusnya diletakkan pada preoritas pertama.    Jadi mengutamakan perintah Allah adalah pilar pertama meraih kecintaan Allah SWT.



Tawakal atau Berserah Diri Kepada Allah

Jawaban kedua adalah

وَمَااهْتَمَمْتُ بِمَاتَكَفَّلَ الَّلهُ لىِ

Saya tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah.”

Setiap yang melata di bumi ini Allah menjamin rezekinya.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلاّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada sesuatu binatang melata (yang benyawa) pun di bumi melainkan  Allah yang memberi rezekinya.”( QS Huud [11] : 6)

Ini menunjukkan bahwa setiap muslim harus beserah diri kepada Allah tetapi tetap dalam gerak dan langkah tanpa pernah kenal putus asa, Rasul menggambarkan sebagai tawakalnya burung, yakni terbang pagi pulang petang dengan tembolok kenyang.

لَو تَوَكَلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقًّ تَوَكُّلِهِ لرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَ تَرُوحُ بِطَاناً

Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan benar-benar tawakal, niscaya Allah akan meberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah telah memberi rezeki kepada burung.    Terbang pagi dengan tembolok kosong, pulang petang dengan tembolok kenyang. (HR Tarmizi).

Orang yang bertakwa memancarkan ketawakalan yang tinggi, ibarat burung seperti telah dijelaskan Rasul di atas.   Allah akan menjamin kehidupannya,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka" (QS Ath Thalaaq [65]: 2-3)

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan" ( kepentingan) nya. (QS Ath Thalaaq [65] :12)

Sikap tawakal ini ternyata membangkitkan energi yang kuat dalam menghadapi hidup di tengah masyarakat, sebagaimana Rasul bersabda.

مَنْ سَرَّهُ أنْ يَكُوْنَ أَقْوَى النَّاسِ فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

Barang siapa ingin dirinya menjadi orang yang paling kuat, hendaknya ia bertawakal kepada Allah.” (HR Thobroni, Abu Ya’la, Al Hakim dan lainnya)

Demikian keterangan dari sikap Nabi Ibrahim AS, maka sudah sepatutnya kita meneladani beliau yakni berserah diri kepada Allah terhadap segala daya upaya yang telah kita lakukan di dunia ini.    Jadi tawakal atau berserah diri kepada Allah merupakan pilar kedua untuk meraih kecintaan Allah SWT.



Suka Bederma atau Menafkahkan Sebagian Rezeki

Jawaban ketiga adalah

وَ ماَ تَعَشََّيْتُ وَماَ تَغَدََّيْتُ إلاّ مَعَ الضَيْفِ

Saya tidak suka makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu.”

Tujuan terakhir penciptaan manusia sebagai kholifah di muka bumi ini adalah terbentuknya kesetimbangan
atau terciptanya keadilan dengan suasana yang menyejukkan, penuh kedamaian , hidup berdampingan bersama tetangga apapun golongannya apapun warna kulitnya dan apapun kepercayaan atau agamanya.    Karena, manusia itu sebenarnya adalah satu, satu dalam ikatan akidah dan satu dalam ikatan perjanjian yang menjamin kesatuan dalam kebhinekaan, sebagaiman Allah berfirman;
ًكَانَ ألنَّاسُ أُمَّةً وَٰ حِدَة 

Manusia itu adalah umat yang satu.”( Al Baqarah [2]:213 )

Doktrin ini akan terbentuk bila setiap hamba (pengemban kekholifahan) di muka bumi memiliki semangat berbagi.     Semangat berbagi ini telah dicontohkan oleh Ibrahim AS.    Dikisahkan bahwa Ibrahim AS. bila makan mencari kawan untuk diajak makan bersama hingga 1-2 mil.     Ini sesuai dengan perintah Allah, bahwa setiap diri ini diperintahkan untuk berkorban demi tegaknya keadilan dan menaburkan kedamaian di muka bumi ini.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (QS Al kautsar [108] :1- 2)


Contoh bentuk pengorbanan yang lain adalah gotong royong membangun Masjid, menyantuni anak yatim, memberi pengetahuan tanpa pamrih, membayar zakat, bersedakah, menolong sesama dlsb.    Jadi suka bederma atau menafkahkan sebagian rezeki merupakan pilar ketiga untuk meraih kecintaan Allah SWT.


***

Inilah sebenarnya 3 pilar yang dicontohkan Ibrahim AS, sehingga dia menjadi kholilullah.    Sebagai muslim kita dapat mengambil ibrah dari apa yang dilakukan Nabiullah Ibrahim AS.


بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim
Ibn Qoyim Al-Juziah._____.Raudhatul Muhibbiin Wanuzhatul Musytaaqiin
  Diterjemah: Zubaidi, B,A,I.
         2006. Taman Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-Orang Dimabuk Rindu. Irsyad Baitus Salam. 
         Bandung. Hal : 912. 
Nawawi bin Umar, Muhammad.______. Nashaihul ’Ibad. Maktab Dar Ihya Arabiyah. Indonesia.Hal. 10.
Kurdi, Muhamad Amin. 2006M/1427 H. Tanwierul Qulub. Al-Haramain Jaya.Indonesia.
  Hal. 476  
____________________________________________
Telah disampaikan penulis dalam khotbah jum'at di salah satu Masjid di Bandar Lampung.   Pada tgl 11-11-2011.  


»»  LANJUT...

Kamis, 03 November 2011

Menggapai Hidayah di Lorong ‘Idul Adha


by

Budi Wibowo



بسم الله الرّمان الرّحيم

Mengapa Anda tidak melaksanakan ibadah korban padahal mampu membeli rokok tiap hari?    Anda mampu berjuang untuk membayar motor, rumah, mobil dan barang mewah lain demi bersolek di hadapan manusia, mengapa tidak terpikirkan untuk bersolek di hadapan Tuhan ?    Mengapa Anda tidak berjuang demi tegaknya kalimatullah dengan mempersembahkan hewan korban ?      Jadi pada sisi mana sebenarnya Anda meletakan Tuhan?  Kemana perjuangan hidup ini hendak kau bawa?
Inilah tamparan dari Nabiullah Muhammad SAW, terhadap mereka yang sebenarnya mampu berkorban namun tidak melaksanakan perintah tersebut.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأََ نْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَحْضُرْ مُصَلاَّناَ


Barang siapa yang mendapat kelapangan (kemampuan) untuk berkorban, namun tidak berkorban, maka jangan hadir di tempat sholat kami.” (HR Hakim).



***

Dalam kontek kekhalifahan manusia adalah wakil Allah.   Agar tugas kekhalifahan itu berlangsung dengan baik, maka manusia harus megikuti hukum-hukum-Nya.   Oleh karena itu hamba yang baik adalah hamba yang tunduk dan patuh melaksanakan hukum-hukum-Nya.    Hukum itu ada yang berkaitan antara manusia dengan makhluk dan antara manusia dengan Tuhannya.    Sumber hukum itu adalah Al Kitab ( Al Qur’an) dan As-sunnah.   Selanjutnya dari kedua sumber itu manusia dipersilakan untuk mengakulturasi sesuai dengan posisi dan kedudukan di mana mereka berada , sehingga dengan demikian diharapkan Islam menjadi penyumbang keindahan, kesejukan serta kedamaian pada tempat di mana ia berada.   Ibarat sebuah pohon dari pokok yang sama tumbuhlah cabang dan ranting yang memberikan bunga yang indah yang selalu memancarkan udara kesejukkan dan kedamaian bagi pemerhatinya.

Lantas misi apa yang hendak disampaikan Allah SWT dengan memerintahkan utusannya Ibrahim AS. untuk menyembelih puteranya sebagai sesembahan (korban) pada-Nya pada ribuan tahun yang lalu?


I.    Dimensi Vertikal (Hablum Minallah)


Ma’rifatullah dan Tawakalillah

Dalam proses pencarian Tuhan Ibrahim AS. pernah menyindir generasi pada masanya bahwa Tuhan itu bukan bulan, bukan matahari , bukan api atau patung-patung. Yang semua itu adalah makhluk atau ciptaan.


فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ 
الضَّالِّينَ(77)فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي 
بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
 

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata :”Inilah Tuhanku”, tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:”Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata :”Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah.” (QS Al An’aam [7] :77-78).

Maka kebodohan besar bila seorang hamba memosisikan makhluk sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.

(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim AS.) berkata kepada ayah dan kaumnya,”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” Sesungguhnya Tuhan kamu ialah pemilik langit dan bumi, (Dialah) yang menciptakannya; dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.” (QS Al Anbiya [21] : 52 dan 56).

Puncak pembuktian argumentasinya dilakukannya melalui penghancuran tuhan-tuhan buatan.   Ternyata berangkat dari sinilah Ibrahim AS. berhasil menemukan kekasih sejatinya yakni ketika masyarakat menghukumnya dengan memasukkannya ke dalam api.   Dia tidak merasa panas bahkan sebaliknya api itu terasa menyejukkan.

Kami berfirman “Wahai api ! jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim .”(QS Al Anbiya’ [21] :69)

“Subhanallah.” ‘alaika tawakaltu”.

Inilah ujian pertama dalam penegakan kalimat tauhid, yakni harus berhadapan dengan hamba-hamba lain penyembah berhala di depannya.

Ujian berikutnya adalah rintangan yang lebih besar yang harus dihadapi yaitu egodiri (hawa nafsu). Semenjak lolos dari api yang membakar dirinya  Ibrahim AS. benar-benar telah menemukan kekasih sejati, yakni Allah SWT.    Suatu saat kekasihnya (Allah SWT) bertanya “Apakah kamu masih ragu dengan keberadaan-Ku ?” pertanyaan ini menunjukkan bahwa Tuhan mengetahui ada banyak hal yang tersimpan dalam diri Ibrahim AS. bahwa dia ingin kenal lebih dekat lagi dengan-Nya, maka dari itu ketika Allah bertanya demikian Ibrahim AS. menjawab.” Tidak, tetapi…” , kemudian Ibrahim AS. diperintahkan untuk meletakkan beberapa burung yang telah dicincang di atas gunung, lalu dari jarak tertentu Ibrahim AS. disuruh memanggil burung-burung tersebut, maka datanglah burung-burung itu dengan segera..



وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي
قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى
كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا


Dan (ingatlah) ketika Ibrahim AS. berkata :”Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman :”Belum yakinkah kamu?” Ibrahim AS. menjawab “ Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)” Alah berfirman :”(Kalau demikian) ambilah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfiman) : “Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” ( QS Al Baqarah [2] : 260)

Nikmat kenal Tuhan (ma’rifatullah ) pada Ibrahim AS. berdampak pada nikmatnya memiliki harta yang melimpah, anak yang sholeh dan isteri yang sholehah.    Keraguan mulai terjadi ketika dia diperintahkan untuk menyembelih putranya, “benarkah ?”, sehingga perintah itu diulang hingga 3 kali. Kita tidak bisa membayangkan begitu hebat guncangan yang menggedor-gedor jiwanya.   Ibrahim AS. kembali ingat dengan argumennya bahwa kebodohan besar bila seorang hamba memosisikan makhluk sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.    Puteranyapun telah memegang pemahaman demikian maka berangkatlah Bapak dan Anak itu untuk melaksanakan perintah tersebut.     Seluruh jiwa dan raga kedua anak manusia itu bergetar hebat, jiwa mereka berteriak menggedhor-gedhor membuat miris para malaikat yang menyaksikan, apalagi ketika Ibrahim AS. menghunus pisau dalam genggamannya serempak para malaikat menjerit

Allahu akbar - Allahu akbar - Allahu akbar, wa lillaahilhamd  !“,
 

sementara Ibrahim AS. berteriak : “Akulah orang pertama yang berserah diri kepada-Mu !” 

kemudian ditancapiriskanlah pisau itu ke leher Ismail, seraya Tuhannya berfirman “Kun”..jadilah maka jadilah”, yang terjadi adalah Ismail tetap segar dan sabar dalam ketaqwaannya, ternyata yang tersembelih adalah domba gibas yang besar dan gemuk.

Saat ituAllah berkata kepada para malaikat :” Aku lebih tahu daripada kamu tentang ciptaan-Ku.” Malaikatpun menjawab “Allahu Akbar Walilaahilhamd.

Ikatan yang terjadi antara Tuhan dengan manusia adalah hubungan antara Pencipta dengan hamba.  Ibrahim AS. telah menemukan bahwa segala bentuk yang terjadi pada diri hamba adalah bentuk ketundukan, patuh dan berserah diri kepada Penciptanya tanpa perhitungan untung dan rugi.    Hal ini terjadi setelah melalui perjuangan ma’rifatullah.    Ketika ketundukan, kepatuhan dan penyerahan itu dilakukan dengan tulus dan ikhlas atau dengan senang hati, berubahlah hubungan itu menjadi jalinan kasih.    Inilah puncak yang dicapai seorang manusia yang bernama Ibrahim AS. sehingga Allah mengangkatnya menjadi kholillullah atau kekasih Allah.

Nabi Ibrahim As, pernah ditanya .” Wahai Ibrahim, apa sebab Allah menjadikanmu sebagai kekasih?”     Dia menjawab’ Karena 3 (tiga) hal;
Pertama, ”Saya suka memilih perintah Allah di atas perintah selain Allah.”    Kedua, ”Saya tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah.”   Ketiga, ” Saya tidak suka makan sore dan makan pagi kecuali bersama tamu.”

Ibrahim AS. telah menemukan kekasih sejatinya.      Inilah keteladanan pertama yang hendak disampaikan Allah kepada manusai sebagai kholifah di muka bumi ini.    Kalau boleh saya ucapkan pesan itu berbunyi :“Proyeksikanlanlah dirimu sebagai Ibrahim AS. bagaimana dia bersikap kepada Tuhannya,   kenalilah Tuhan dan berserahdirilah kepada-Nya !”



II.    Demensi Horisontal  (Hablum Minannaasi)


Larangan Membunuh Jiwa

Prosesi persembahan korban sebenarnya telah dicontohkan pada zaman awal keberadaan manusia , yakni dikenakan pada putera Adam AS. yakni Qobil dan Habil. Perintah ini masih terus berlaku hingga sekarang.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (QS Al kautsar [108] :1-2)

Korban/sesembahan itu dalam bentuk hasil usaha mereka berdua. Setelah beberapa qurun berjalan bentuk sesembahan itu banyak mengalami perubahan, ternyata ada yang melakukannya dengan mengorbankan manusia.    Inilah pesan pertama yang hendak disampaikan Allah SWT. bahwa memberikan sesembahan atau korban dalam bentuk pengorbanan jiwa atau manusia tidak dibenarkan.


Hidayah itu Harus Diraih Melalui Perjuangan.

Ibrahim ketika hendak mencari hakekat Tuhannya, tidak tinggal diam berbagai upaya dia lakukan. Hipotesisnya memperoleh pembenaran ketika dia dimasukkan ke dalam api. Ketika itulah ma’unah (pertolongan) dari Tuhan datang. Ini mengandung pesan bahwa setiap hamba yang ingin mendapatkan kebahagiaan hakiki harus melakukan pencarian dengan sungguh-sungguh, kemudian setiap langkah usaha itu harus dicelup dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT niscaya Dia akan mengajarkan apa yang tidak diketahui manusia sebagai bukti Ke-Maha Pengasih dan Penyayang-Nya.



وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

"Bacalah, dan Tuhanmu yang maha Mulia.   Yang mengjarkan dengan (perantara) kalam.   Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya". (QS Al Alaq [96] :3-5).:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang sungguh-ungguh (berjihad) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik". (QS. Al ‘Ankabuut [29] :69).


Pengembangan Sikap Egaliter

Pada masa jahiliyah sebelum Islam datang pola kehidupan masyarakat pada jaman itu bersifat materialis. Dalam masyarakat yang materialistis aspek moral menjadi sesuatu yang tidak pernah disentuh. Akibatnya sistem sosial yang berlaku menampakkan adanya stratifikasi. Stratifikasi ini berimbas pada segala aspek kehidupan, baik ekonomi, politik maupun sosial. Islam tidak menghendaki kultur masyarakat yang demikian,. yang dikehendaki adalah system ummah, sebagaiman Allah berfirman;

كَانَ ألنَّاسُ أُمَّةً وَٰ حِدَة ً

Manusia itu adalah umat yang satu.”( Al Baqarah [2]:213 )

Ummah mengandung dua pengertian.    Pertama, merupakan ikatan persaudaran dalam satu akidah, sebagaimana Firman Allah SWT

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

Sesungguhnya ornga-orang mukmin itu satu saudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.”(QS Al Hujurat [49] : 10)

Kedua, ikatan persaudaraan yang diikat dalam suatu perjanjian walaupun beda akidah sebagaimana disebutkan dalam piagam Madinah pasal 25.

Semangat berkorban berkaitan erat dengan ketakwaan.   Bukan besaran mataeriil yang menjadi ukuran tetapi yang menjadi ukuran adalah ketakwaannya.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. “(QS Al Hajj [22]:37)


إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“ (Al Hujurat[49]:13)

Prinsip satu umat membangkitkan semangat berat sama dipikul,ringan sama dijinjing artinya Islam memerintahkan untuk membentuk keseimbangan yang mapan.   Keseimbangan ini tidak akan terbentuk tanpa adanya kepedulian satu sama lain.    Ibadah korban hanyalah merupkan salah satu prototype usaha membentuk kesimbangan itu.   Karena ibadah korban selain mengadung makna mendekatkan diri kepada Allah SWT juga mendekatkan antara Si Miskin dan Si Kaya.    Dalam suatu kisah disebutkan bahwa apabila hendak makan, Nabi Ibrahim AS mencari teman buat makan berjama'ah hingga sejauh 1 mil atau 2 mil.

Sebenarnya perintah korban itu tidak hanya dalam bentuk hewan korban sebagaimna yang diconrtohkan Ibrahim AS, zakat, shodaqah, saling menolong dalam kebaikan adalah korban-korban dalam bentuk yang lain.    Inilah sebenarnya prinsip kesamaan kedudukan di sisi Allah pada manusia.     Korban adalah semangat menghapuskan stratifikasi, lebih mendekatkan pada kesamaan derajat atau egaliter atau menebarkan keadilan., yang sebenarnya merupakan kewajiban pokok hamba Allah sebagai kholifah di muka bumi ini.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan "(QS An Nahl [16] :.90)


Penegguhan Sikap Monotheisme

Ibadah korban di bulan haji merupakan testimony terhadap hamba yang telah dianugerahi rejeki yang melimpah, apakah yang bersangkutan benar-benar telah total melaksanakan ibadah dengan tulus atau tidak. Apakah yang bersangkutan telah memosisikan Tuhan pada posisi yang paling agung atau tidak.    Ketika seorang hamba telah mengenal Tuhannya (ma’rifatullah) dia akan melaksanakan dengan tulus dan ringan, namun ketika seorang hamba masih meragukan terhadap eksistensi Tuhannya maka hamba itu jiwanya telah dicemari keraguan.    Ketika seorang dalam dirinya tercemari keraguan, sebenarnya dalam dirinya bercokol berhala, karena hamba demikian meskipun dalam ucapannya mengatakan Tuhan adalah yang maha Tinggi tapi sebenarnya mereka tidak sepenuhnya meletakkan keagungan itu pada posisi teratas dalam dirinya.  Sikap demikian inillah sebenarnya yang berjangkit pada masyarakat yang telah diracuni oleh padangan materialis, sebagaimana gambaran masyarakat jahiliyah pada jaman Ibrahim AS maupun Nabi kita Muhammad SAW.     Bila keadaan ini timbul pada jaman modern maka boleh dikata itulah sebutan jahilliyah modern.    Meskipun mereka tidak menyembah berhala secara terang-terangan namun pada hakekatnya dia adalah penyembah berhala karena mereka memosisikan materi (makhluk) sejajar atau lebih tinggi dari Tuhannya.

Ibrahim AS adalah tokoh pembangkit monotheism, namanya diabadikan dalam kitab-kitab agama langit. seperti Yahudi, Nasrani maupun Islam.     Kedatangannya berkaitan dengan jamannya bahwa naluri berketuhan dalam diri manusia dalam prakteknya tidak pas alias banyak mengalami penyimpangan.    Kondisi demikian hampir sama dengan jaman Nabi kita Muhammad SAW, di tanah Arab.    Maka dari itu Muhammad SAW dalam suatu pertemuan pernah menisbatkan dirinya seperti Ibrahim AS.    Perjuangan menegakkan kalimat tauhid benar-benar mengalami tantangan yang berat, di hadapannya adalah para penganut paham polytheism, yang mana efek dari paham ini menimbulkan stratifikasi, masalah gender, hedonism dan perbudakan sebagai tindak lanjut dari sytem ekonomi yang tidak berkeadilan, yakni system ekonomi yang hanya menguntungkan kelompok kelompok tertentu yang kala itu kita sebut kabilah.    Pandangan hidup mereka adalah pandangan hidup materiailis

Maka, kita dapat memproyeksikan jaman jahiliyah manakala Muhammad SAW hidup pada waktu itu dengan kehidupan yang kita alami sekarang.    Perintah kurban meskipun tidak wajib namun memiliki hubungan yang erat sekali dengan perjuangan penegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini.    Mengapa Anda tidak melaksanakan ibadah korban padahal mampu membeli rokok tiap hari?   Anda mampu berjuang untuk membayar motor, rumah, mobil dan barang mewah lain demi bersolek di hadapan manusia, mengapa tidak terpikirkan bersolek di hadapan Tuhan ?    Mengapa Anda tidak berjuang demi tegaknya kalimatullah dengan mempersembahkan hewan korban ?      Jadi pada posisi mana sebenarnya Anda meletakan Tuhan? Kemana perjuangan hidup ini hendak kau bawa?
 

Inilah tamparan dari Nabiullah Muhammad SAW, terhadap mereka yang sebenarnya mampu berkorban namun tidak melaksanakan perintah tersebut.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأََ نْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَجْضُرْ مُصَلاَّناَ

Barang siapa yang mendapat kelapangan (kemampuan) untuk berkorban, namun tidak berkorban, maka jangan hadir di tempat sholat kami.” (HR Hakim).

***

Kini kita dapat merasakan adakah berhala bercokol dalam diri kita ?
Wallahu ‘alamu bi shawabi.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم

Semoga risalah ini bermanfaat pada diri saya dan jamaah
sekalian. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA


Al Qur’an Karim
Ahmad Al Adawi, M.    1996.   Miftahul Khitabah Wal Wa’dhi. Trjmh. A. Sunarto.
       Pustaka Amani Jakarta.   Hal 429.

Nawawi bin Umar, Muhammad.______. Nashaihul ’Ibad. Maktab Dar Ihya
         Arabiyah. Indonesia. Hal.  10.
Pulungan, J, Suyuthi.   1994.   Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah
       Ditinjau dari Pandangan Al-Qur'an. Raja Wali Pers. Jakarta. Hal. 134.
Sodiqin, Ali.   2008.   Antropologi Al Qur’an.    Model dialektika Wahyu dan
       Budaya .   Ar-Ruzz Media.   Jogjakarta. Hal.89-92.


»»  LANJUT...