Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Sabtu, 27 Oktober 2012

KHUTBAH IDUL ADHA : "Mencerahkan Kembali Karakter Bangsa yang Pudar"


By
Budi Wibowo

بِسْمِ اللهِ الرّحَمٰنِ الرّحِيْمِ

( Khutbah I )

Allahu akbar (9x) walillahilhamd

اَلحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىَ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى ودِيْنِ الحَقِ

اَشْهَدُ اَنْ  لاَ الَهَ الاَّ اللهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَلَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى محمّد عَبْدِكَ وَ رَسُولِكَ وَعَلَى آَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ: أَمَّابَعْدُ

فَيَا اَيُّهَا الحَاضِرُوْنَ : اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَالَ الله تَعَلَى فِى القُرْأنِ الكَرِِيْمِ:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

و قالَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِمَ

ألآ كُلُّكُمْ  رَاعٍ  وَ كُلُّكُمْ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِه 
صَدَّقَ اللهُ الْعَظِمَ وَ صَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِمَ

Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT bahwasanya pada pagi hari ini kita masih diberi kesegaran jasmani sehingga  dapat  menghirup udara segar dalam lingkup masyarakat yang beriman di kampung yang kita cintai ini.   Salam dan sholawat mari kita panjatkan ke hadhirat junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Judul khutbah yang akan saya bawakan pada kesempatan pagi ini adalah

Mencerahkan Kembali Karakter Bangsa yang  Pudar

(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah,


A.    Tiga Pokok Pegangan Seorang Muslim di
          Tengah Pergaulan  Masyarakat.

Akhir-akhir ini kita seperti terhenjak menyaksikan beberapa peristiwa yang merisaukan di negeri ini.   Banyak kejadian yang menggambarkan telah menipisnya keimanan masyarakat,  tidak menggambarkan kesalehan sosial yang  telah diidam-idamkan oleh para pendiri negeri ini.   Betapa seringnya kita disuguhi tontonan kebrutalan masyarakat, seperti tawuran pelajar, tawuran  antar kampung, perusakan-perusakan fasilitas umum sebagai akibat dari kebijaksanaan pemerintah yang tidak selaras dengan keinginan masyarakat, korupsi yang dilakukan pejabat publik, narkoba, pembunuhan, pembegalan, perampokan  yang hampir setiap hari kita saksikan.   Bukan saja kaum dewasa yang menyaksikan tetapi anak balita yang baru melek-pun turut menyaksikan fragmen kejadian nyata itu.    

Bila  tidak  segera dilakukan pencegahan yang efektif fragmen demoralisasi ini lambat laun akan merubah karakter bangsa. 

Begitulah fakta riil yang kita temui dewasa ini, seakan bangsa ini telah meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah dicanangkan oleh para  fonding fathers republik ini.   Perilaku-perilaku santun, toleransi, solidaritas, kepedulian sosial, gotong royong, dan semacamnya sebagai atribut good citizenship, telah memudar.

Kini masyarakat  mudah sekali terprovokasi untuk berbuat brutal dan anarkis, karena suasana hati yang selalu penuh  rasa kecurigaan, egoisme, cemburu  dlsb.   Akibat yang lebih mengerikan adalah bahwa bangsa ini tidak memiliki keunggulan jati diri  yang menjadi ciri sebuah bangsa .   Tentu kita akan  bertanya mengapa bisa terjadi kondisi demikian ?

Semua itu berangkat dari 3 kata yang berawal dari   ”kata pemimpin”, sebagaimana rasul bersabda;


1.  Kata Pemimpin
ألآ كُلُّكُمْ  رَاعٍ  وَ كُلُّكُمْ مَسْئُلٌ عَنْ رَعِيَّتِه 
Ingatlah kamu semua adalah pemimpin (wakil Allah) dan kamu semua akan bertanggung jawab terhadap apa yang kamu pimpin”. (HR Bukhori,Muslim,abu Daud,Tamizi) 1

Kita harus sadar bahwa sebenarnya kita semua adalah pemimpin atau wakil Allah, minimal adalah menjadi pemimpin diri sendiri.  Terlebih bagi mereka yang memiliki peran dalam masyarakat,  sebagai ibu rumah tangga, kepala rumah tangga, RT, Lurah camat, Bupati s/d Presiden.  Pendek kata dalam setiap segmen kehidupan, di situ  ada kepeimimpinan.    Maka semua dituntut harus mampu memerankan tugas masing-masing sesuai dengan kedudukan dan profesi yang dimiliki.

(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah,

2.  Kata Keteladanan


خَيْرُ النَّسِ أحْسَنُهُمْ  خُلُقاً
Sebaik-baik manusia adalah orang yang terbaik akhlaknya di antara mereka.” (H.R Thabrani dari Abdullah bin Umar) 2.

Kebaikan manusia itu bukan ditentukan oleh keturunan, jabatan terlebih kekayaan.   Tetapi kebaikan manusia itu ditentukan oleh akhlak yang melekat padanya.  Yakni perbuatan baik yang menyembul pada dirinya baik dalam hubungan sesama manusia maupun kepada Tuhannya.  Maka setiap manusia dituntut harus mampu menjadi teladan kebaikan terhadap yang lain, dia harus mampu memerankan diri sebagai tempat pembanding  dalam kebaikan sebagaimana rasul bersabda bahwa

المُؤْمِنُ مِرْأةُ المُؤْمِنِ

"Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain."
(HR Ath-Thabrani dari Anas r.a.). 3


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah,


3.  Kata Kebiasaan

Setelah kita menyadari bahwa kita semua  memiliki peran sebagai pemimpin dan seorang pemimpin harus memberi keteladanan yang baik kepada yang dipimpinnya .  Maka seseorang akan dikatakan sebagai orang yang baik bila tabiat itu sudah menjadi kebiasaan pada dirinya.  Sebagaimana Nabi bersabda


الْخَيْرُ عاَدَةٌ وَالشَّرُّ لُجَاجَةٌ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِهْهُ
فِى الدِّيْنِ

Kebaikan itu dari kebiasaan, keburukan itu dari pemaksaan, dan barang siapa dikehendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka Dia akan menjadikannya paham tentang agama” (H.R Ibn Majah dari Muawiyah )  4

Maka orang yang berakhlak mulia adalah orang yang mampu mengaktualisasikan perintah agama di tengah masyarakat.

  
(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah

  1. Refleksivitas Ajaran Ibrahim AS terhadap
      Perbaikan Moral Bangsa

Ibrahim muda tumbuh di tengah kegelapan masyarakat.    Di tengah kegelapan itu  Ibrahim selalu berusaha mencari cahaya.  Dimanakah Tuhan ?  Ia berfikir bahwa Tuhan bukanlah patung-patung sebagai bagian dari dunia,  Tuhan bukanlah matahari atau bulan yang  sebentar bersinar dan tenggelam.   Tetapi Tuhan adalah  pemilik langit dan bumi dan yang menciptakan keduanya.

(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim AS.) berkata kepada ayah dan kaumnya,”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?” Sesungguhnya Tuhan kamu ialah pemilik langit dan bumi, (Dialah) yang menciptakannya, dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.” (QS Al Anbiya [21] : 52 dan 56).

Menanamkan nilai ketauhidan  pada generasi muda adalah penting karena nilai itu merupakan pondamen yang mendasari gerak langkah generasi tersebut ke jenjang kehidupan yang akan mereka arungi di masa berikutnya.   Penanaman ini harus mampu menciptakan  generasi yang mampu berargumen secara detail tentang ketauhidan yang benar.    Ketauhidan yang benar selalu akan terefleksi dalam bentuk tindakan yang benar, yakni yang bersangkutan mampu mengaktualisasikan akhlak yang mulia di hadapan orang lain maupun dihadapan Tuhannya.  Sebagaimana Allah SWT memberi contoh dan memerintah pada hambanya sbb;

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash (28):77).


Ribuan tahun yang lalu Ibrahim AS telah mampu menanamkan ketauhidan yang benar kepada puteranya, sehingga  terjadi efek balik sebagai peneguh ketauhidan dirinya sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an sbb;

“Wahai Bapaku kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insyaAllah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang benar (QS Asshaffat [ 37]:102)


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah

Rumah tangga adalah madrasah kecil yang memiliki peranan  besar dalam menciptakan kepribadian.   Dari rumah-rumah itulah putra bangsa ini berangkat membentuk  eksistensi  diri membentuk ciri suatu bangsa .   Allah berpesan

“Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS At-tahrim  [66]:6 )

Pada ayat tersebut tersirat makna bahwa, dalam diri setiap orang yang beriman pertama diperintahkan  untuk  menjaga diri dari ancaman api neraka.  Artinya sebelum Allah memerintahkan dirinya menjadi panutan dalam keluarga maka yang harus dibenahi dulu adalah akhlak pribadi yang melekat dalam dirinya, agar terhindar dari api neraka.  

Rasul bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَىَ الْفِطْرَةِ  حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, hingga lisannya dapat mengungkapkan kehendak dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau orang Majusi (HR Al Aswad Ibnu Surai).5

Dari ungkapan Rasul tersebut nyata bahwa kedua orang tua sangat berpengaruh dalam pebentukkan watak atau kepribadian seorang anak.   Maka sikap dan mental orang tua inilah yang nanti akan dicontoh  putra dan putrinya kelak dalam meneruskan generasi yang akan datang.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah

Mengikuti keteladanan atau mencontoh itu sebenarnya merupakan salah satu proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi oleh penglihatan (visual), bahkan pengetahuan yang diperoleh melalui penglihatan atau visual memiliki keefektifan paling besar dibandingkan melalui pendengaran atau yang lain.   Pengaruh yang diserap melalui penglihatan (mata) 84 % akan mengubah perilaku, melalui pendengaran 11 % dan yang lain hanya 5% (Sanusi,2006). 6

Bagaimana mungkin orang tua yang borjuis akan membuahkan anak yang religis, bagaimana mungkin sekolah yang hanya mengutamakan transfer pengetahuan tanpa mengutamakan  budi pekerti dari peserta didiknya akan menghasilkan anak didik yang berkepribadian mulia,   bagaimana mungkin sekolah yang hanya mampu dijangkau oleh orang2 yang berada akan menghasilkan anak2 didik yang dapat berinteraksi bersama saudara mereka yang  dhuafa.  Akhirnya bagaimana mungkin seorang pemimpin yang arogan akan menghasilkan masyarakat yang toto tentrem kerto raharjo (Masyarakat yang adil makmur sejahtera)?  

Dalam konsep keteladanan ini rasul pernah bersabda bahwa

لَنْ تَهْلِكَ الرّعِيَّةُ وأِنْ كاَنَتْ ظَالِمِةً مُسِيئَةً أِذاَ كَانَتِ الوُلاَةُ هاَدِيَةً مَهْدِيَّةً وَلَكِنْ
تَهْلِكُ الرَّعِيَّةُ واِنْ كَانَتْ هَا دِيَةً أِذاَ كَانَتِ الوُلاَةُ ظَالِمَةً مُسِيْئَةً

Rakyat tidak akan mengalami kehancuran sekalipun mereka sesat dan jelek, apabila keadaan pemimpin/pemerintahannya suka menunjukkan ke jalan yang benar dan suka ditunjukkan ke jalan yang benar. Akan tetapi rakyat akan hancur sekalipun mereka suka menunjukkan ke jalan yang benar dan suka diberi petunjuk , apabila keadaan pemerintahannya sesat dan jelek.” (HR Abu Nu’aim). 7

Jadi pendidikan budi pekerti merupakan tanggungjawab bersama, baik secara formal maupun non formal, dan utamanya tanggung jawab para apparatur negara  yang diangkat dan dibayar melalui pungutan pajak hasil keringat anak bangsa.    Mereka harus mampu berperan sebagai sebagai change agent (agen perubahan). 

Inilah sebuah contoh keteladanan gerakan moral dari negeri seberang yang patut kita renungkan ;
 Zhu Rongji adalah Perdana Menteri China (1997-2002) dikenal sebagai orang yang sangat keras menyuarakan pemberantasan korupsi.   Lewat mulutnya dikenal ucapan yang melegenda:

Beri saya 100 peti mati,” katanya:”sembilan puluh sembilan akan saya gunakan untuk mengubur para karuptor, dan satu untuk mengubur saya, kalau saya melakukan tindakan korupsi”. (Santosa,2006 ) 8

Melalui keteladanan ini pembanguan ekonomi negeri China mengalami kemajuan yang dahsyat dan mengejutkan, ibarat raksasa yang sedang menggeliat, China diprediksi sanggup mengejar dan mendahului Amerika Serikat dalam kurun waktu tidak lebih dari setengah abad mendatang (Kompas, 2006). 9

Dalam msyarakat muslim ketegasan seseorang menegakkan kebenaran itu menggambarkan ketauhidan yang benar sebagaimana dicontohkan oleh Ibrahim AS ribuan tahun yang lalu, salah satunya adalah dihancurkan olehnya patung-putung  jahiliyah pada jamannya.   Apa bedanya penyembah patung dengan koruptor.  Meskipun secara subtansial berbeda tetapi secara hakekat adalah sama, yakni sama sama penyembah dunia.  

Bunga Sansefiera


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah


Hikmah Ibadah Kurban dan Ibadah Haji

Hari ini masyarakat muslim di seluruh dunia mengenang kembali peristiwa ribuan tahun yang lalu yang berkaitan dengan sejarah Ibrahim AS bersama keluarganya.    Ibarat sebuah telaga di tengah hutan yang tenang, kemudian datang seseorang melempar batu ke tengah telaga tersebut,  suara lemparan itu akan mengejutkan seluruh penghuni hutan dan habitat yang ada di dalam telaga.     Demikian halnya Allah SWT,  setiap firmannya selalu mengandung  makna yang menyentuh seluruh aspek kehidupan.   Seperti halnya yang berkaitan dengan perintah ibadah haji, perhatikan ayat berikut;

فِيهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا

Di sana terdapat tanda-tanda nyata di antaranya ialah tempat Ibrahim berdiri beribadah.    Siapa yang memasukinya akan mendapat keamanan. (Qs Ali Imron [3]:97)
  
Para ulama menyimpulkan bahwa setiap firman Allah  akan selalu mengandung 2 (dua) makna  dimensial , yakni dimensi horizontal dan dimensi vertical.  Secara horizontal menggambarkan makna yang berkaitan dengan hubungan antar makhluk dan secara vertical menggambarkan hubungan antara makluk dengan Penciptanya.

  (Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah
   
Dimensi Horizontal

Hari ini sebagian hamba Allah dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci Mekah.   Mereka tanggalkan berbagai macam atribut dunia.   Mereka saling bertemu bertatap muka.  Mereka saling menjaga toleransi, santun dan saling menolong   Mereka menghindari ucapan yang kotor, sikap sombong dan saling bertengkar.     Mereka sadar bahwa keberagaman itu merupakan ketetapan Allah dan meskipun  mereka berbeda tetapi tetap menyembah Tuhan Yang Satu.  Meskipun dalam kebhinekaan mereka tetap menjaga persatuan.   

Mereka  mendapat julukan sebagai tamu-tamu Allah.   Batallah identitas sebagai tamu Allah yang mulia itu bila mereka melakukan ucapan kotor, bersikap sombong apalagi  saling bertengkar satu sama lain, dan apalagi berbekal barang yang haram.   Karena Allah SWT berfirman

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ

  (Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi (bln Syawal, Zukaidah dan Zulhijah), barang siapa yang menetapkan dalam bulan itu akan mengerjakan haji , maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam mengerjakan haji.  Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan niscaya Allah mengetahuinya.  Berbekalah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.  (QS Al Baqarah [2]:197).    

Jadi ibadah haji adalah ibadah yang menyadarkan kita untuk  memahami bahwa perbedaan itu suatu keniscayaan, bersikap sopan serta menjaga persatuan itu adalah perintah yg  harus dikerkajan.


 (Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah
   
Di belahan bumi lain sebagian hamba Allah melaksanakan ibadah kurban,  kemudian daging kurban tersebut dibagikan kepada tetangga sekitar dan para fakir miskin   Tidak pandang bulu, golongan mereka apa agama mereka apa.   Bahkan Rasul memberi peringatan bagi mereka yang mampu berkorban tetapi tidak melaksanakan ibadah ini;

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأََ نْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَحْضُرْ مُصَلاَّناَ


Barang siapa yang mendapat kelapangan (kemampuan) untuk berkorban, namun tidak berkorban, maka jangan hadir di tempat sholat kami.” (HR Hakim). 
Pandangan masyarakat sekarang  lebih mengarah pada pandangan hidup materialistis    Dalam masyarakat yang materialistis aspek moral menjadi sesuatu yang tidak pernah disentuh.   Akibatnya sistem sosial yang berlaku menampakkan adanya stratifikasi.   Stratifikasi ini berimbas pada segala aspek kehidupan, baik ekonomi, politik maupun sosial.    Islam tidak menghendaki kultur masyarakat yang demikian.    Yang dikehendaki adalah system ummah, sebagaiman Allah berfirman;
                       
كَانَ ألنَّاسُ أُمَّةً وَٰ حِدَة ً

Manusia itu adalah umat yang satu.”( Al Baqarah [2]:213 )

Ummah mengandung dua pengertian.  Pertama,  merupakan ikatan persaudaraan dalam satu akidah, sebagaimana Firman Allah SWT

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu satu saudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.”(QS Al Hujurat [49] : 10)

Kedua, ikatan persaudaraan yang diikat dalam suatu perjanjian walaupun beda akidah sebagaimana disebutkan dalam piagam Madinah  pasal  25. 10  

Prinsip satu umat membangkitkan semangat berat sama dipikul,ringan sama dijinjing  artinya Islam memerintahkan untuk membentuk keseimbangan yang mapan.  Keseimbangan ini tidak akan terbentuk tanpa adanya kepedulian satu sama lain.     Ibadah korban hanyalah merupkan salah satu prototype usaha membentuk kesimbangan itu.  Karena ibadah korban selain mengadung makna mendekatkan diri kepada  Allah SWT  juga mendekatkan antara Si Miskin dan Si Kaya
Maka ketika setiap individu  menyadari hikmah di balik ibadah kurban.   Hilanglah suasana hati yang selalu penuh  rasa kecurigaan, egoisme, cemburu  yang mudah menyulut tindakan brutal dan anarkis.



(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah
   

Dimensi Vertikal

Setiap diri seharusnya menyadari bahwa kita semua, akhirnya akan pergi menunju puncak pendakian.  Di puncak pendakian itulah seorang hamba akan bertemu kekasih sejatinya.   Untuk mencapai puncak pendakian itu diperlukan bekal yang memadai, peralatan yang mendukung, badan yang sehat dan yang lebih penting adalah berpegang pada tali yang menghubungkan sampai pada puncak pendakian tersebut.  

Bekal yang memadai adalah bobot ketaqwaan kepada Allah SWT

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ

Berbekalah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-ku hai orang-orang yang berakal.  (QS Al Baqarah [2]:197).  

Peralatan yang mendukung adalah pengetahuan tentang ma’rifatullah (mengenal Tuhan).  Sebuah pepatah mengatakan;

منَْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ

“Siapa yang mengenal dirinya maka dia telah mengenal Tuhannya (Pemeliharanya ).”  

dan Allah berfirman,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
"Dan Kami sesungguhnya telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat dari pada urat lehernya." (QS Qaf [50]:16).


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah
   
Badan yang sehat adalah badan yang tidak dilumuri kemunafikan, badan yang sakit itu diibaratkan dengan sikap munafik yang berjangkit dalam diri seseorang. Badan yang sakit tidak akan mungkin mampu memegang pelita penerang yang dibutuhkan dalam perjalanan nanti. 

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Di hati mereka ada penyakit dan Allah menambah penyakit itu.(QS Al Baqarah [2]:10)

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ

Perumpamaan bagi mereka adalah seperti orang yang memegang pelita maka ketika pelita itu menyala Allah mematikan dan meninggalkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak akan mampu melihat .(QS Al Baqarah [2]:17)

Tali yang menghubungkan hingga puncak pendakian adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai (QS Ali Imran [3]: 103).

Semua manusia akan rugi, sebuah bangsa juga akan rugi, kecuali mereka yang selalu mengaktualisasikan kebajikan dan selalu menganjurkan kebenaran.    Kerugian itu bagaikan seorang yang tidak mampu mencapai puncak pendakian karena mereka tidak memiliki cukup bekal, tidak membawa perlengkapan yang memadai, badan yang sakit dan tidak mampu menggapai tali yang membentang sebagai penghubung menuju puncak pendakian.   

Dalam tatanan yang lebih luas sebuah bangsa tidak akan mecapai kemakmuran yang diidamkan sebab generasi yang ada di dalamnya tidak pernah mewariskan keteladan yang baik, tidak mewariskan akhlak yang baik, tidak mendidik generasinya dengan benar.  Dikatakan setiap generasi yang ada tidak pernah membimbing generasi berikutnya menuju puncak pendakian.  Akhirnya bangsa itu tidak akan pernah mencapai puncak pendakian yang mana di sana barokah  Allah SWT itu turun bagaikan hujan yang menyuburkan tanah yang telah mati, membasahi bumi yang tandus  dan mengairi sungai2 yang kering, sehingga tumbuh subur tanaman di atasnya.


(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah
   
Allah SWT, berjanji

وَبَشِّرِ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا
“Dan berikanlah khabar gembira bagi nereka yang beriman dan berbuat kebajikkan bagi mereka taman syurga yang mengalir sungai-ungai di dalamnya dan setiap mereka diberikan buah-buahan dalam syurga itu (QS Al Baqarah [2]:25).

Dan Allah berjanji terhadap suatu bangsa,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu,  maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”( QS Al A’raaf [7]:96 )


***

PENUTUP

(Allahu akbar) 3 x walillahil hamd,
Jamaah Id rahimakumullah

Ibrahim AS ribuan tahun yang lalu telah memberi keteladanan yang mengagumkan baik kepada diri, keluarga dan masyarakat pada jamannya.    Warisan budi pekerti yang luhur itu sebenarnya  juga telah melekat pada nenek moyang kita bangsa Indonesia.  Betapa dahulu sangat kita rasakan nikmatnya masyarakat  yang penuh gotong royong dalam suasana agraris, santun dan penuh penghargaan terhadap sesama.   Kini warisan itu mulai pudar.

Semoga momentum Idul Adha ini dapat menghentakkan kembali kesadaran kita   untuk mengembalikan jati diri bangsa yang  pudar.   Semoga Allah SWT memberi kesadaran terhadap kita bangsa Indonesia, khususnya kampung halaman yang kita cintai ini.  Amiin.



بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ

***

( Khutbah II )

(Allahu akbar) 7x walillahil hamd,



الحَمْدُ لِلَّهِ الّّذِى أمَرَنَا بِالإتِّخَادِ وَلإعْتِصَامِ
بِحَبْلِ اللهِ ألمَتيْنِ
أ شْهَدُ انْ لآإلٰهَ ألاّ ألله واشْهَدُ انَّ مُحَمّداً عَبْدُهُ ورَسُولُهُ

اللهمَّ صَلِّ وسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَ عَلَى آلِهِ و اصْحَبِهِ أجْمَعِيْنَ

أمَا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَاللهِ آتّقُو الله مَا اسْتَطَعْتُمْ وَ سَا رِعُ إلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ العَالَمِيْنَ : واَعْلَمُوا انّ الله سُبْحٰهُ وَتَعالَى أمَرَكُمْ بِامْرٍ بَدَأَ فِيْهِ

بِنَفْسِهِ و ثَنََّى بِمَلآ ءِكَتِهِ المُسَبِِّحَةِ بِقُدْسسِهِ, فَقَالَ تَعَالَى فِى القُرْآنِ العَاظيْمِ 


إِن َّ اللهَ وَمَلَٰٓئِكتَهُ , يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ ۚ يَٰٓأ يُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا

أللهمّ صَلِّ وسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدٍ المُرْسَلِيْنَ , وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَقَرَبَتِهِ وَأزْواَجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ اجْمَعِيْنَ. وارْضَاللهُمَّ عَلَى

اَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَّاسِدِيْنَ


سَيِّدِنَا اَبِى بَكْرٍ و عُمَرَ و َ عُشْمَانَ و عَلِىِّ    

و عَلَى  بَقِيَّةِ   الصَّحَابَةِ والّتَابِعِيْنَ وتَابِعِ التَّابِعِيْنَ

وَمَنْ تَبِعَهُمْ  بِاِحْسَانٍ إلى يوم الدّين     

و عَلَيْنَا يَا اَرْحَمَ رَاحِمِيْنَ                             

Ya Allah,pagi ini kami hambaMu anak dari hambaMu, bersimpuh di hadapanMu memohon  kemurahanmu;
Ampunilah segala dosa kami,hapuskanlah segala kesalahan kami,
 Ampunilah dosa kedua orang tua kami, hapuskan segala kealahan  yang telah mereka lakukan,

Mereka telah membimbing kami, mereka telah menjadikan kami  sadar akan tanggung jawab kami,
Kami sadar  ternyata kami sering membuat luka hati mereka,  Padahal membimbing anak itu tidak mudah,
Membentuk pribadi anak yang sholeh itu  tidak gampang,

Ya Allah Ya Tuhan kami,
Maafkan hamba yang hina ini,  maafkan hamba yang bodoh ini,    maafkan hamba yang tidak mampu menjadi teladan kebaikan terhadap sesama,
Terhadap tetangga kiri kanan, terhadap kerabat kerja di tempat kerja kami,  terhadap murid-murid kami, terhadap bawahan kami, terhadap anak keturunan yang Engkau titipkan kepada kami,

Ya Allah Ya Tuhan kami
Jadikanlah pagi ini sebagai  kesempatan kami berikrar kepada-Mu,
Kami tidak akan mengulang kesesatan yang pernah kami lakukan,  kami sadar bahwa nasib bangsa ini bergantung pada pundak kami,  nasib anak dan cucu kami bergantung pada keteladanan yang kami tampakkan kepada mereka,

Maka bimbinglah kami untuk selalu dekat dengan-Mu, selalu mensyukuri atas nikmat-Mu, dan selalu berusaha untuk memperbaiki  penghambaan kami kepada-Mu,

Ya Allah  Ya Tuhan Kami,
Jadikanlah kami pemimpin dalam kebaikan,
Rasanya telah lelah diri kami melihat kejadian anarkis dan kebrutalan yang dilakukan sebagian anak bangsa di negeri ini,
Maka tampilkanlah di antara kami pemimpin yang mampu memberi teladan dan mampu menghancurkan kejahatan  yang telah melanda negeri ini,  sebagaimana Sikap Nabimu Ibrahim AS,  Nabimu Muhammad SAW, dan para Nabi-Mu yang lain,

Jadikanlah negeri ini sebagai negeri yang adil makmur sejahtera,  khususnya kampung kami tempat kami menginjakkan  kaki di sini,  sebagaimana pesanmu mengapa Engkau anjurkan mereka untuk berkurban,

Jadikanlah hamba-hamba-Mu yang sedang menunaikan Ibadah Haji, sebagai haji-haji yang mabrur,  sehingga mereka menjadi  penambah suburnya kedamaian negeri ini yang telah memudar.

اللهمّ انّا نسألك من خير ماسأك منه سيّدنا ونبيّنا محمّد عبدك ورسولُك
و نعوذبك من شرّ مااستعا ذك منه سيّدنا ونبيّنا محمّد عبدك ورسولُك
اللهمّ انّا نسألك موجبات رحمتك وعزاءم مغفرتك والسلامة من كلّ اثم والغنيمة من كلّ برّ والفوز با لجنّة والنّجاة من النار والعفو عندالحساب

رَبّنا لا تُزِع قُلُبَنَا بَءْدَ اِذ هَدَيْتَناَ
و هَبْلَنَا مَنْ لَدُنْكَ اِنَّكَ اَنْتَ الوَهَبُ

ربّنا اتّنا فئ الدنيا حسنة وفئ الاخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلّى الله على سيدنا محمّد وعلى اله وصحبه وسلّم

واللحمد لله ربّ العالمين

o0o

PUSTAKA


      Al Qur’an Karim
1   Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir.  Maktab Dar Ihyaa Al Kitab ‘Arabyyah. Indonesia
               Juz 2.       Hal 95.
              
          
2   Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir   Maktab Dar Ihyaa Al Kitab ‘Arabyyah.
            Indonesia. Juz 2.  Hal 9.
3   Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir.  Maktab Dar Ihyaa Al Kitab ‘Arabyyah.
           Indonesia. Juz 2.  Hal 184.
4   Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir.  Maktab Dar Ihyaa Al Kitab ‘Arabyyah.
           Indonesia. Juz 2.  Hal 13.
5   Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir.    Maktab Dar  Ihyaa Al Kitab ‘Arabyyah. 
           Indonesia. Juz 2.  Hal 94.
6          Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema  Insani.    Jakarta. Hal.225
8     Santosa, F, H. .2006. Tidak ada Ampun Buat
koruptor.  In Cermin dari China Geliat Sang  Raksasa di Era   Globalisasi. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal  8.
9        Kompas. 2006. Memukau Tetapi Tidak Perlu Ditakuti.  In Cermin dari China Geliat Sang
            Raksasa di Era  Globalisasi. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal x
10          Pulungan, J, Suyuthi.  1994.  Prinsip-prinsip  Pemerintahan dalam Piagam Madinah
      Ditinjau dari Pandangan   Al Qur'an.  Raja Wali Pers. Jakarta.


Bdl, 25 Okt 2012 / 9 Zulhijah 1433 H

                            BW





»»  LANJUT...

Jumat, 12 Oktober 2012

Allah SWT Selalu Membimbing Kita untuk Memegang Cahaya

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّيم


يس(1)وَالْقُرْءَانِ الْحَكِيمِ(2)إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ(3)

Yaa Sin, Demi Alqur’an yang penuh hikmah.  Sesungguhnya, engkau (Muhammad) adalah salah satu dari rasul-rasul (QS Yasin [36]: 1-3) 1.

Pepatah Arab mengatakan

لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْد إنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ

Hari raya bukanlah bagi orang yang berpakaian baru, tetapi hari raya adalah milik orang yang ketaatannya bertambah. (Kata mutiara) 2.

***

Kata Yaa Sin, hanyalah Allah SWT yang mengetahui makna aslinya.  Tetapi  banyak mufasir menafsirkan bahwa yang dimaksud Yaa Sin adalah “yaa insan” (Wahai manusia, pen.) 3.   Jadi kalau ayat itu diganti dengan kata "Wahai manusia" maka ayat 1- 2 tersebut akan  berbunyi :

Wahai Manusia demi Al Qur’an yang penuh hikmah….”

Kata   الْحَكِيمِ dalam kamus Al Munawir  berarti arif atau bijaksana, sedangkan   dalam tafsir Jalalain disebutkan dengan makna المحكم بعجيب النظم  (dikerjakan dengan teliti, dengan rangkaian (kata-kata) yang mengagumkan)4.   Para ulama mengganti makna kata tersebut  dengan kata hikmah, yang mengandung makna kebijaksanaan, ilmu, filsafat, peribahasa atau pepatah.  Maka ayat 1 dan 2 surat Yasin  dapat kita ucapkan;

Wahai Manusia, demi  Al-Qur’an  yang  penuh hikmah. (  disusun penuh  ketelitian  yang di dalamnya banyak mengandung  kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, filsafat, peribahasa atau pepatah.)

Jika Allah bersumpah bahwa “Demi Al Qur’an yang penuh Hikmah”, maka barang siapa  selalu mempelajari Al Qur’an (bila Allah SWT  menghendaki ) niscaya dia akan mendapatkan ilmu, pelajaran atau petunjuk, sehingga dalam setiap gerak dan langkahnya menggambarkan isi Al Qur’an.   Dikatakan dia adalah ahli hikmah.

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal." (Al Baqarah [2]:269)

Yang menarik dalam hal ini adalah firman Allah yang mengatakan bahwa “Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. “  Siapakah orang yang berakal itu ?   Orang yang berakal dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai “Ulil Albab” , yaitu orang selalu mengingat Allah dalam kondisi apapun dan selalu berfikir tentang ciptaan-Nya.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ  
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal , (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) :” Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Al Imran:3:190).

Dalam ayat tersebut Allah SWT, menyatakan bahwa orang yang berakal itu tidak harus mereka yang mendapat pendidikan tinggi dalam pandangan manusia.   Pada ayat tersebut diterangkan bahwa orang berakal itu adalah orang yang memiliki kecerdikan dengan selalu ingat Tuhannya dan selalu berfikir tentang ciptaan-Nya termasuk fenomena yang terjadi pada dirinya.   Mungkin mereka  berada jauh di plosok desa, petani, buruh, abdi negara yang berada di bawah terik matahari di tengah kota atau jauh di perbatasan.    Ayat ini seperti mengingatkan fenomena yang sering terjadi di negeri ini.   Banyak pejabat  di negeri ini yang melanggar aturan (syariat) meskipun mereka adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi .  Jelas mereka meskipun memiliki kedudukan di tengah masyarakat,  bukan   tergolong sebagai orang-orang yang selalu mengingat Tuhannya (ahli dzikir) atau tidak memenuhi sebagai orang yang berakal di sisi Tuhannya.

Selain mengandung makna penuh hikmah,  Allah SWT menyebut Al Qur'an sebagai cahaya (petunjuk /hidayah).
مَا كُنْتَ تَدْرِى مَاالكِتَابُ وَلاَ الإمَانُ وَ لَكِنْ جَعَلنَا هُ نُوْرَاً نَهْدِى بِهِ مَنْ نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِيَا
"Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak mengetahui apakah iman itu tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya.   Kami tunjuki siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami." (Asy Syura [42] : 52)

Nabi mengajari  umatnya agar selalu berdoa  supaya diberi cahaya dari atas, dari bawah dan dari seluruh penjuru, terutama setiap berangkat menuju masjid di waktu shubuh, sebagaimana diriwayatkan Muslim dalam Annawawi, sbb;

.الّلهُمِّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُورًا وَ فِى لِسَانِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى يَصَرِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُورًا وَ مِنْ     أ مَا مِى نُورًا , وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى نُورًا وَ مِنْ تَحْتِى نُورًا , .الّلهُمِّ أعْطِنِى  نُورًا

“Ya Allah, berikan cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lidahku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari hadapanku, cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku.   Ya Allah berikanlah cahaya padaku. (HR.  Muslim) 5.

Maka hamba yang mampu mengejawantahkan (mengaktualisasi) makna tekstual dan kontekstual  tali Allah (Al Qur’an dan Sunnah) mengindikasikan bahwa  hamba terasebut telah diberi kemampuan menangkap cahaya dan memancarkan ke  lingkungan sekitarnya.   Itulah hamba yang  telah mendapat anugerah yang besar.

Yang dikehendaki-Nya adalah seluruh hamba yang beriman mampu menangkap cahaya tersebut.   Setiap tahun tak henti-hentinya Allah SWT mengajak hambanya untuk mencari dan menangkap cahaya itu.   Inilah salah satu makna dari sekian banyak makna mengapa Allah SWT selalu memerintahkan hamba yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Romadhon.    Sampai-sampai Dia menyediakan  insentip yang besar  untuk menarik para hamba-Nya yang beriman supaya benar-benar melaksanakan perintah tersebut dengan baik.  Ibadah sesaat di malam Lailatur Qodar sebanding dengan  beridah selama 1000 bulan. 

Namun banyak hamba yang mengaku beriman tetapi tidak mampu menangkap kedalaman makna perintah puasa tersebut.   Ketaatan mereka hanya bersifat temporer (sesaat), selepas bulan puasa mereka kembali dalam kemaksiatan baik yang bersifat samar maupun  terang-terangan, mereka adalah para oportunis  peribadatan.  Mereka adalah orang-orang yang melecehkan Penciptanya.   Mereka adalah golongan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi ini.   Mereka adalah golongan orang-orang  yang tidak pintar.  Mereka adalah orang-orang yang mengalami kegelapan.

Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api (pelita), setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al Baqarah [2]:17).
 
Sebaliknya mereka yang mampu menangkap perintah tersebut laksana orang yang mendapatkan pelita, mungkin pelita itu pada awalnya hanya kecil saja sinarnya namun semakin tahun  semakin terang cahayanya seperti mendapatkan tambahan energi.   Mereka adalah golongan orang-orang yang telah mampu menangkap cahaya.  Sungguh benar bila orang Arab membuat pepatah,


لَيْسَ الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْد إنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ

Hari raya bukanlah bagi orang yang berpakainan baru, tetapi hari raya adalah milik orang yang ketaatannya bertambah. (Kata mutiara).

Mereka adalah orang yang beruntung karena telah mendapat  cahaya baik di dunia maupun di akherat.   Sekali lagi dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah mampu menangkap cahaya.    Semoga kita termasuk di dalamnya.  Amiiin.

PUSTAKA

1  Al Qur’an Karim
2  Sangid Ahmad.   2005.  Kamus Istilah Arab –Indonesia.
           Tiara Wacana. Yogya.  Hal. 240.
3 Muhammad, Abdulah. Ashaq Asy Syeikh,
           Abdurahman. 1994. Lubabut Tafsir Min Ibn
           Katsir.  Diterjemah oleh Abdul Ghaffar, judul :
           Tafsir Ibn Katsir.  Pustaka  Imam asy-Syafi’i.
           Bogor. Jild 6. Hal.   630.
 4          Muhamad, Jalaluddin dan Abdurahman,
              Jalaluddin.    ____.  Tafsir Al Qur’anul
              Adzim.   Jilid  2.  Maktab Imam.  Surabaya.
              Hal.  122.
5          Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka Al
            ’Alawiyah. Semarang. Hal. 32
 ======
BW
( Disampaikan pada pengajian rutin "Yasinan",  Kamis malam Jum’at, 30 Agustus 2012,  )
»»  LANJUT...

Menggapai Haji Mabrur

بسم الله الرّحمان الرّحية


BAB I
HAJI  DAN  UMRAH


1.1 Pengertian Haji dan Umroh

Haji (asal ma’nanya): Menyengaja sesuatu.  Ibadah haji yang dimaksud di sini adalah menyengaja mengunjungi Ka’bah (rumah suci) di bulan haji untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu.

Umrah : Mengunjungi rumah Allah (Ka’bah)

1.2 Sejarah Diwajibkan Ibadah Haji

Mulai diwajibkannya pada tahun ke enam hijriyah.
Allah mewajibkan  haji ke rumah Suci (Ka’bah) atas semua manusia yang kuasa pergi ke sana.(Al Imran:97).

Pengertian kuasa pergi ke sana
1.         Kuasa mengerjakan sendiri:
a.         Mempunyai bekal
b.         Ada kendaraan yang pantas
c.         Aman dalam perjalanan
d.         Bagi perempuan hendaknya ia berjalan bersama mukhrim.

2.         Kuasa mengerjakan yang bukan dikerjakan oleh yg bersangkutan.
Umpamanya bagi orang yang telah meninggal dunia padahal semasa hidupnya telah mencukupi syarat wajib haji.  Atau contoh lain adalah orang yang lemah secara fisik.

Syarat haji 
  1. Islam
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Merdeka
5.   Ada kemampuan ( Kesanggupan)

1.3 Rukun Haji

Pengertian rukun haji:  Tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, dan tidak boleh diganti dengan “dam” (menyembelih binatang). Rukun Haji ada 6 (anam) sbb:
1.         Ihram (berniat mulai mengerjakan haji atau umrah)
2.         Hadir di padang Arafah, yaitu mulai tergelincir mata hari (waktu dhuhur) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan haji.  Rasul bersabda “Haji itu Arafah” Yang terpenting urusan haji ialah hadir di Arafah.

3.         Thawaf (berkeliling Ka’bah).  Thawaf yang masuk dalam rukun haji ini dinamakan “Thawaf Ifadhah’:
Dan hendaklah mereka mengililingi (thawaf) rumah yang tua itu (Ka’bah). (Al Haj: 29).
Syarat thawaf:
a.         Tertutup Aurat
b.         Suci dari hadas dan najis
c.         Ka’bah hendaklah di sebelah kiri.
d.         Permulaan thawaf itu hendaklah dari Hajar Aswad.
e.         Thawaf itu hnedaknya 7 (tujuh) kali
f.          Thawaf itu hendaklah dilakukan di dalam masjid


Bacaan Thowaf:

سُبْحَانَ اللهِ وَألحَمدُ للهِ وَ لا إلهَ إلاّ اللهُ و اللهُ اَكْبَرُ وَلاَ حَولَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ بِاللهِ

“Maha suci Allah dan segala puji milik Allah dan     tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Allah Maha Besar.  Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah  

Dari Abu Hurairah Rasul bersabda:” Barang siapa berkeliling Ka’bah tujuh kali dan ia tidak berkata-kata selain “bacaan di atas”.  Orang yang membaca kalimat tersebut, dihapuskan dari padanya sepuluh kejahatan,dan dituliskan sepuluh kebaikan dan diangkat derajatnya sepuluh tingkat.” (HR Ibnu Majah).

4.         Sa’I(berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan  Marwah.
Syarat Sa’i:

a.         Dimalai dari bukit shafa dan disudahi di bukit Marwa
b.         Dilakukan tujuh kali.
c.         Hendaklah dilakukan sesudah thawaf (Thawaf rukun atau thawaf khudum). Thowaf khudum adalah thawaf ketika baru sampai di Mekah.

5.         Mencukur atau menggunting rambut.  Sekurang-kurangnya menghilangkan 3 helai rambut.

6.         Menertibkan rukun.  Artinya mendahulukan yang dahulu di antara rukun-rukun itu.


1.4 Wajib Haji


Wajib  : Sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak tergantung atasnya, dan boleh diganti dengan menyembelih binatang (dam). Beberapa wajib haji,
1.              Ihram dari “miqat” (tempat yang ditentukan dan masa tertentu).

2.              Muzdhalifah, (bermalam di Musdhalifah).

3.              Melontar Jamrah Aqobah pada hari raya haji.

4.              Melontar 3 Jumrah, yaitu Jumrah pertama, kedua dan ketiga (Jumrah ‘Aqobah) pada tanggal 11-12-13 bulan haji. Jumrah dilontar dengan 7 (tujuh butir) batu.  Ini dilakukan ketika berada di Mina. Orang yang sudah melontar sampai pada hari ke dua boleh pulang ke Mekah.

5.              Bermalam di Mina

6.              Thawaf Wada’ (thawaf sewaktu hendak meninggalkan Mekah).

1.5 Sunah Haji

1.       Tamattu’: Yaitu mendahulukan umrah daripada haji dalam waktu haji, caranya mula-mula ihram untuk umrah dimulai dari miqat , kemudian ihram dari Mekah untuk haji.

  1. Membaca Talbiyah

Dibaca dengan suara keras untuk kaum laki-laki dan sekedar terdengar untuk kaum perempuan.  Membaca talbiah disunahkan selama dalam ihram sampai melontar Jamrah ‘Aqobah pada hari raya.
Bacaan talbiyah:

لَبَيكَ الّلهُمَّ لَبَيك

لَبَيك لاَ شَرِّكَ لكَ لَبَيك
اِنَّ الحَمْدَ وَ النِعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكَ
لاَ شَرِّكَ لكَ

Aku datang memenuhi panggilanMu ya Allah,aku datang memenuhi panggilanMu,aku datang memenuhi panggilanMU tidak ada sekutu bagiMu, aku datang memenuhi panggilanMU. Sesungguhnya segala puji,ni’mat dan segenap kekuasaan adalah milikMU, tidak ada sekutu bagiMU.

  1. Berdo’a setelah membaca talbiah.

Inti do’a memohon keridhoan Allah agar diberi syurga dan mohon perlindungan kepadanya dari siksa neraka. (HRSyafii dan Daruquthni).

  1. Membaca dzikir sewaktu thawaf
  2. Sholat dua roka’at sesudah thawaf
  3. Masuk ke Ka’bah (rumah suci). Bagi jemaah diusahakan masuk ke hijir ismail dan berdo’a di sana karena Hijir Ismail itu merupakan bagian dari ka’bah.

1.6   Beberapa Larangan dalam Ihram


1.         Memakai pakaian yang berjahid bagi laki-laki
2.         Menutup kepala bagi laki-laki
3.         Menutup muka dan telapak tangan bagi perempuan
4.         Memakai harum-haruman pada waktu ihram baik laki-laki maupun perempuan.
5.         Memotong rambut atau bulu badan lain
6.         Memotong kuku pada saat ihram
7.         Melakukan akad nikah dalam keadaan ihram
8.         Dilarang bersetubuh dan pendahuluannya sebelum menyelasikan fardhu haji.
9.         Memburu dan membunuh binatang daratan yang liar dan halal dimakan.

Pantai Prigi Kab Trenggalek


BAB II
MENGGAPAI HAJI MABRUR

2.1              Filosofi tentang Niat Haji.

Ibadah haji adalah perjalanan spritual, artinya perjalanan yang penuh diliputi dengan suasana batiniah yang selalu berzikir kepada Allah.  Zikir berarti ingat, sebut dan mempelajari.  Jadi ketika manusia terbiasa selalu mengingat Allah dan menyebut nama-Nya kemudian mempelajari Alqur’an dan hadist rasulnya kemudian ia pelajari apa yang terjadi pada dirinya dan pada lingkungannya, kemudian kembali ia mengingat kepada Allah maka cukuplah ia disebut sebagai hamba yang selalu berzikir kepada Allah. Selain itu ia dalam keseharian berlaku adil baik terhadap dirinya, Tuhannya, dan kepada masyarakat di sekelilingnya. Orang-orang inilah yang berilmu dan yang dekat dengan Tuhannya;

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ

 
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Dia. Yang menegakkan keadilan.   Malaikat dan orang-orang berilmu juga menyatakan demikian.(Al Imran:18). 

Kepekaan menyambut panggilan Allah ini bergantung pada frekuensi zikir dan buah zikir yang dihasilkannya yakni dalam hal ini adalah ilmu. Ketika manusia telah mengetahui hakekat dari Allah maka timbul rasa takut patuh, dan pasrah kepada-Nya.  Inilah orang yang orang bertaqwa.  Namun ketika ia tahu dan kemudian tidak ada rasa takut, harap dan pasrah kepada-Nya, biasanya orang yang demikian akan mudah melakukan kemaksiatan inilah orang yang tidak bertaqwa. 

Haji yang mabrur adalah haji yang berangkat dengan ketaqwaan, melaksanakan ibadah haji dengan ketaqwaan, dan kembali haji dengan membawa ketaqwaan. Haji mabrur adalah haji yang tidak dinodai dosa. Menurut Hasan ciri-cirinya adalah mencintai akhirat dan tidak menghiraukan dunia, suka menyumbangkan makanan dan lemah lembut dalam ucapan. (Sayyid Sabiq)

Sabda Rasulullah:


مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفَثْ وَ لَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barang siapa mengerjakan haji dan tidak campur_pada waktu terlarang_serta tidak pula berbuat fasik, maka akan kembali seperti pada saat dilahirkan ibunya (Bebas dari dosa)(HR Bukhori dan Muslim).

Menjadi haji yang mabrur tidak semudah membalikkan tangan.  Kemabruran haji sangat dipengaruhi oleh kadar ketaqwaan sebelum haji dan niat haji itu sangat dipengaruhi oleh keadaan sebelum haji.  Oleh karena itu orang yang berangkat haji harus memurnikan niat hajinya dari pengaruh-pengaruh buruk sebelumnya. Niat yang ikhlas merupakan syarat utama, tanpa niat yang iklas tidak ada artinya sama sekali dalam pandangan Allah SWT. 
Jika niat itu benar-benar ikhlas lillahita’ala maka do’a orang yang mengerjakan haji demikian itu makbul, Sebagaimana Rasul bersabda:


الحُجَّاجُ وَالعُمَارُ وَفْدُاللهِ , اِنْ دَعَوهُ أَجَابَهُمْ وَ أِنْ استَغْفَرُو هُ غَفَرَ لَهُمْ

Orang yang mengerjakan haji, dan mengerjakan ‘umrah merupakan duta-duta Allah. Maka jika mereka memohon kepadaNYa pastilah dikabulkanNya, dan jika mereka meminta ampun, pastilah diampuniNya (HR Nasai dan Ibnu Majah)


2.2              Pergi Haji Identik Berangkat Menuju Kematian

Setiap manusia kelak akan meninggalkan dunia ini kemudian menghadap Tuhannya.
Apakah bekal yang harus dibawa dalam menghadap Allah SWT. itu tentu adalah berupa ketaqwaan.  Demikian juga haji, seorang hamba dipanggil oleh Allah  SWT. untuk menghadap-Nya tentu bekal yang sesuai dibawa ke sana adalah ketaqwaan.  Seperti halnya orang yang meninggal dunia seorang hamba yang pergi haji ia tanggalkan atribut keduniaan, pangkat, harta, anak, sanak saudara, dan handai taulan.   Oleh karena itu sebelum meninggalkan tanah air sepatutnya melunasi hutang-hutang, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia.    Dengan demikian tidak ada ganjalan lagi,  sehingga si hamba dapat dengan tenang membulatkan tekad dan pasrah total kepada Allah  SWT.   Allah  SWT mengetahui niat hamba-Nya dan Ia berjanji ;  

Rumah ini adalah tiang Islam, maka siapa yang berangkat menuju rumah ini, baik untuk mengerjakan haji atau ‘umrah, maka telah dijamin oleh Allah jika ia meninggal akan dimasukkan surga, dan jika kembali akan diberkahinya dengan oleh-oleh dan pahala”(HR Ibnu Jureij dari Jabir r.a)

Sebagaimana kita menghadap ke hadapan Allah  SWT di yaumul akhir nanti, yakni kita menghadap kepada-Nya  “Seorang Diri”.    Meskipun dalam kenyataannya kita bersama jutaan manusia dan kemungkinan dengan isteri kita, orang tua kita atau kawan dekat sekampung.   Namun pada hakekatnya dalam perjalanan ini masing-masing membawa diri sendiri menghadap Tuhan.



2.3     Ihram

Ihram ditandai dengan memakai pakaian ihram yang berwarna   putih.  Bagi laki-laki pakaian tersebut adalah dua lembar kain yang tidak terjahid.  Prosesi ihram ini tidak berbeda dengan prosesi kematian, karena sebelum ihram disunahkan membersihkan segala kotoran yang menempel pada tubuh seperti memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis dan bulu kemaluan juga disunahkan mandi dan berwudhu.

Dengan kesucian lahir batin dan selembar kain putih seorang muslim berihram menghadap Allah dan dengan kesucian lahir dan batin dengan selembar kain putih pula seorang muslim dibaringkan di liang kubur untuk selanjutnya menghadap Allah.

Jadi makna ihram melambangkan kematian pertama sebelum datang kematian yang sebenarnya.  Dan sungguh kesadaran akan kematian merupakan sebaik-baik kesadaran pada manusia.


2.4              Thawaf

Secara bahasa thawaf berarti mengelilingi Ka’bah.   Dalam Alqur’an ka’bah disebut “baitul ‘atiq” (rumah pembebasan).   Maksudnya adalah ia merupakan sarana untuk membebaskan manusia dari belenggu syirik , dari belenggu nafsu keduniaan,dan dari belenggu diri (ego)- yang semuanya merupakan berhala-berhala yang bercokol di dalam diri sehingga bisa merusak tauhid manusia. Maka dari itu putaran thawaf adalah ke kiri yang mudah kita bayangkan dengan sekrup maka ketika sekrup itu diputar kekiri maka akan terlepaslah ia atau putaran kekiri melambangkan arah ke atas artinya hidup ini hendaklah berorientasi ke atas (Allah).


2.5              Wukuf di Arafah

Wukuf berasal dari kata waqafa (singgah), arafah berarti mengenal.   Dalam ibadah haji prosesi ihram melambangkan kematian, maka wuquf di Arafah melambangkan kebangkitan setelah kematian.    Padang Arafah melambangkan padang Mahsyar tempat dikumpulkan manusia nanti setelah hari kebangkitan untuk menerima pengadilan akherat.
 
Di ‘Arafah jamaah haji mengadili, menginterospeksi diri sendiri sampai pada kesadaran betapa telah banyak dosa yang telah diperbuat selama ini, dan sampai kesadaran siapakah sebenarnya diri saya, apakah sebagai hamba dunia atau sebagai hamba Allah.  Maka dari itu tempat ini dinamakan ‘Arafah dalam bahasa Indonesia berarti “mengenal” , siapa yang dikenal? Adalah siapa diri kita ini.


Kesadaran negatif yang pernah ada dalam diri kita hendaklah dilanjutkan dengan berzikir positip, yaitu dengan banyak membaca asmaul husna, istigfar dan berdo’a untuk kemaslahatan diri kita di dunia maupun  di akhirat.  Jangan lupa mendo’akan untuk kedua orang tua kita.


2.6              Menuju Mas’aril Haram

Menjelang terbenam matahari jemaah haji berbondong-bondong menuju Padang Mas’aril Haram di Muzdhlifah, yang terkenal dengan sebutan bermalam di Musdhalifah yakni memasuki malam 10 zulhijah.  Yang merupakan sebik-baik malam setelah malam “lailatul qodar”.  Bermalam disini bukan untuk istirahat tetapi merupakan lanjutan prosesi wukuf dari Arafah.   Berzikirlah dan jangan lewatkan malam ini.

Perjalanan menuju Musdhalifah ini memberikan factor stress yang tinggi karena jemaah biasanya berebut naik kendaraan, untuk menuju ke sana dan setelah sampai di Musdhalifah pada malam hari yang dingin dan gelap harus melanjutkan dzikir.  Faktor ketegangan yang timbul ini melambangkan bahwa Mas’aril Haram merupakan jembatan shirothol mustaqim, yakni jembatan manusia untuk menuju surga.   Kemudian pagi-pagi sebelum fajar harus sudah berada di Mina.


2.7              Melempar Jumrah dan Penyembelihan korban.

Setelah sampai di Mina pada tanggal 10 Zulhijah jemaah haji melaksanakan pelemparan jumrah Aqobah dinamakan juga jumrah Kubra (tugu yang besar) dengan tujuh kali lemparan masing-masing dengan menggunakan batu yang kecil.   Setelah pelemparan jumrah ini jemaah sudah boleh melakukan “Tahalul sughra”(tahalul kecil) artinya seluruh larangan selama ihram menjadi halal kecuali satu yaitu bersetubuh.

Prosesi ini melambangkan manusia harus secara aktip memerangi musuh yang berada di luar diri kita yakni materi atau dunia dan iblis-syetan yang setiap saat merusak ketauhidan kita untuk memalingkan langkah kita dari jalan yang lurus (syariat Islam).   Ini merupakan analog pepeprangan dan perjuangan (jihad) yang sejati, yakni peperangan melawan syetan dan hawa napsu diri kita sendiri.

Setelah melempar jumrah Aqobah dilanjutan dengan pemotongan hewan kurban.
Penyembelihan kurban ini melambangkan kebulatan tauhid sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS.


2.8              Sa’i antara Shafa dan Marwa

Amalan ini bermula dari kisah Siti Hajar ketika merasa cemas mencarikan air untuk anaknya ketika persediaan air telah habis dan anaknya kehausa.   Ada tanda kebesaran Allah  SWT pada prosesi ini seperti yang termaktub dalam QS Albaqarah 158:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
 
 
“Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah”. 

Dalam suatu tafsir disebutkan bahwa Shofa dan Marwa melambangkan dua sisi, dua kutub kehidupan: kutub dunia dan akhirat; kutub lahir dan batin; kutub esoterik dan eksoterik, kutub Syar’i dan tasawuf, kutub individual dan social dan lain-lain.  Dengan demikian amalan Sa’i antara Shafa dan Marwa mengajarkan usaha seorang muslim agar berusaha menjangkau dua kehidupan tersebut.   Hanya dengan satu kutub saja , pandangan hidup manusia tidak akan sempurna.


2.9  Shalat Arbain di Masjid Nabawi

Ada prosesi sunah yang sangat penting dalam memaknai kegiatan ibadah haji, yaitu ketika jemaah berada di Madinah Al Munawaroh.   Ketika jemaah berada di situ disunahkan untuk sholat Arbain.  Artinya sholat 40 kali secara berjamaah  di masjid Nabawi.  Yaitu kita disunahkan untuk sholat wajib terus menerus di Masjid Nabi ini selama 8 hari,  bila 1 hari 5 waktu maka 40 kali akan memakan waktu 8 hari.
 
Ada pelajaran  penting bagi jemaah haji  bahwa setelah pulang di tanah air kebiasaan sholat di masjid  harus merupakan kebiasaan.  Pelajaran ini sebenarnya bukan saja bagi mereka yang telah haji tetapi bagi umat Islam khususnya kaum laki-laki.   Hadist dari Abu Darda’:

سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول:
ما من ثلاثة في قرية و لا بدوٍ لا تُقَامُ فيهم الصّلاةُ إلاّ قد استحوذ عليهم الشيطان فعليكم بالجماعت فإنّما يأكل الذِئب من الغنم القاصيةِ

“Saya dengar Rasulullah s.a.w bersabda: “Tiada tiga orang yang berada di sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana shalat bejamaah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan! Karena itu tepatilah sholat berjamaah, sebab hanya kambing yang terpencil dari kawanannya sajalah yang dapat dimakan oleh srigala (HR Abu Dawud, isnad Hasan):

Kesimpulan hadist tersebut:

1.      Sholat berjamaah di masjid merupakan fardlu kifayah, menurut Sayyid Sabiq merupakan sunah muakad, artinya bahwa sholat jamaah di masjid itu sangat penting.

2.    Ramai sepinya sholat jamaah di masjid menunjukkan berapa besar syetan berpengaruh pada masyarakat tersebut. (lihat kalimat: hanya kambing yang tepencil sajalah yang dapat dimakan srigala)

Analisa:

Mari kita lihat Al Qur’an,

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ

Artinya: Hanyalah yang memakmurkan masjid Allah ialah orang yang beriman dan hari kemudian dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan tidak akan takut kecuali kepada Allah (QS:At Taubah:18).

Maka dengan rujukan Alqur’an inilah kita dapat berkesimpulan bahwa kualitas keimanan masyarakat suatu kampung dapat dilihat dari semangat berjamaah di Masjid.

Kita tidak perlu memperdebatkan masalah fikih, karena itu adalah pendapat ulama.

Hadist dari Anas ra Rasulullah bersabda:

Masjid-masjid akan dikumpulkan pada hari kiamat laksana onta yang putih, yang kakiknya terbuat dari minyak ambar, lehernya dari zakfaroan, kepalanya dari minyak kasturi yang semerbak, dahinya dari permata hijau, penuntunnya adalah para muadzin dan para imam.  Dengan Masjid itu mereka melawati lapangan qiyamat laksana kilat menyambar.  Ahli qiyamat berkata: “Mereka pastilah para malaikat dan para nabi yang diutus.” Diserukan kepada mereka:”Mereka bukanlah para malaikat yang dekat kepada Allah SWT dan tidak pula Nabi, serta bukan pula para rasul, akan tetapi mereka adalah umat Muhammad SAW yang senantiasa shalat berjamaah.” (HR Abu Al Alaits)
Inilah sebagian cara memaknai ritual ibadah haji.   Wallahu 'alamu bishawabi.


PUSTAKA

Alqur’an
Nashr, A.F.  1995. Tambihul Gofilin.  Balai Buku, Surabaya.
Al Mundziri, H.  1995.  AT_Targhiib Wattarhiib.  Pustaka Amani.  Jakarta
Mas’adi, G A, 1998.  Bekal Menuju Tanah Suci: HAJI, Menangkap Makna Fisikal  dan Spiritual.  PT Raja
        Grafindo Persada. Jakarta.
Rasjid, S,  1976.  Fiqih Islam.  Attahiriyah, Jakarta.
Sabiq, S, 1987.  Fikih Sunnah, Terjemah, PT Alma’arif, Bandung Indonesia.


21 SEP 2008
  BW

»»  LANJUT...