Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Rabu, 27 Maret 2013

Tersenyum dalam Dekapan Ilahi


by

Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحيم

Saat-saat indah bersamaNya seharusnya sejak lama kita tegukrasakan.  Lihatlah betapa indahnya keberagaman yang Ia ciptakan.   Kita tenggelam di dalamnya.  Kita termasuk obyek permainan dari skenario agung yang Ia rancang.   Dia adalah sutradara agung yang tidak pernah kehabisan naskah.  Bila kita mampu meloncat ke dalam dekapanNya  niscaya damai kita rasakan, selalu tersenyum laksana bayi dalam permainan dan buai kasih sayang  ibunya.  Tentu  indah, damai dan menyenangkan sambil menikmati drama yang Ia skenariokan.   Duhai Pujaanku peluklah daku !
     
***
Siapakah di atas bumi ini yang ujiannya paling berat ?   Jawabnya adalah para Rasul.  Maka ketika manusia mengalami ujian  berat seharusnya dia mengingat  para Rasulnya bahwa ujian itu sebenarnya belum seberapa dibanding mereka.   Ketika manusia sering berdialog (istilah lain mengingat para Rasul) dengan Rasul niscaya
dia juga akan dekat  dengan Tuhannya karena Rasul selalu berdialog dengan Tuhannya.    Maka sudah sewajarnya dia juga ikut berdialog dengan Tuhannya.   Ketika manusia selalu dan mampu berdialog dengan Tuhannya dia akan merasakan  kedamaian seperti  bertemu kekasihnya.   

Akhirnya  menjadi kepatutan bila manusia  selalu membiasakan  bertemu dengan kekasihnya itu.   Tidak ada yang mampu mendapatkan kedamaian yang abadi kecuali manusia benar-benar menjadikan Tuhan sebagai kekasihnya.  

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah (niscaya) hati menjadi tenang.” (QS Ar Ra’d [13] : 28).


Sebagai kekasih tentu tidak ada hijab bagi Dia terhadap hambanya, justru hambalah yang terhijab karena kemampuannya yang  terbatas.   Dia berikan isyarat kepada manusia ;

وَمَاالحَيَوَاةُالدُّنْيَاإلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ

”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadid [57]:20)

Kemudian pada kondisi lain Dia memberitahu hamba dengan nada lebih bersifat  belaian kasih sayang,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ


Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,  kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.   Dan berikanlah berita senang kepada orang-orang yang shabar”.  (QS Al Baqarah [2] : 155).

Bila  kita telah merasa dalam buaianNya tidak sepatutnya takut ketika rasa takut menghampiri, tidak  sepatutnya merasa lapar ketika lapar menimpa, tidak sepatutnya merasa miskin ketika harta tidak berada di tangan, tidak sepatutnya terus larut dalam kesedihan ketika orang yang kita cintai meninggalkan kita dan tidak sepatutnya berkecil hati ketika  mengalami kegagalan usaha.  Seharusnya  tersenyum  karena   maklum bahwa  kita selalu berada dalam dekapan kasih sayangNya.   Perhatikan firman berikut

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dia bersamamu dimanapun kamu berada (QS Al Hadiid [57]:4)

Tentu sangat mudah bagi Tuhan  merubah atau memenuhi keinginan-keinginan yang diharapkan hambaNya, dan  pasti Dia akan memenuhi apa yang hamba pinta,  sekarang,  esuk atau mungkin  nanti.   Inilah syarat pengabulan yang dijanjikanNya.  

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

”Dan orang-orang yang bejihad untuk mencari keridhaan Kami,  niscaya (benar-benar)  akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.” (QS.Al Ankabut [29]:69  ).

Menegakkan kalimat Allah SWT (berjihad) melalui jalan sunnah dan selalu dzikir ( menyebut, mengingat dan mempelajari)  tentang Allah SWT  melalui ayat-ayat kauniyah (kejadian  di sekitar kita dan yang berkaitan dengan diri kita) maupun  ayat-ayat chauliyah-Nya (firman-firman-Nya) merupakan jalan yang harus kita tempuh, seperti telah tersiratkan dalam ayat di atas.   Yang paling penting dari itu semua adalah adanya rasa senang/gembira tatkala  menempuh jalan-jalan tersebut.  Rasa senang  lebih memiliki nilai dari sekedar sungguh-sungguh,  karena di dalamnya  terkandung  rasa cinta. Inilah sebenarnya pembangkit energi yang luar biasa.    Ketahuilah bahwa rasa senang tersebut sebenarnya merupakan penjelmaan rasa senang (ridho) Allah SWT terhadap hambanya.

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

Allah ridho(senang)  kepada mereka dan mereka ridho (senang) kepadaNya”(QS Al Bayyinah [98]:8)


Rasa Senang (ridho) karena Pamrih

Kadang rasa senang  itu timbul karena Allah SWT menghadiahkan pahala kepada kita, sebagai hasil usaha yang telah kita lakukan.    Seperti keberhasilan kita dalam mencapai cita-cita dengan sebab kegigihan kita.   Pahala ini bisa dalam bentuk hasil panen yang bagus, prestasi kerja yang baik atau terbebaskannya kita dari sakit yang pernah kita alami.   Hal-hal demikian  menjadikan nilai kedekatan atau rasa senang kepadaNya berbeda dibanding dengan kondisi sebelum pahala itu diberikan kepada kita.   Dengan pahala itu kita menjadi lebih merasa dekat dan senang denganNya.

Peristiwa-peristiwa semacam itu seperti baru menyadarkan kita bahwa Allah SWT benar-benar Maha
Penyayang.   Allah SWT telah mengungkapkan sikap demikian ini secara ekstrim seperti termaktub dalam surat Al Fajr sbb.

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ 

وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

”Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata ”Tuhanku telah memuliakanku”, Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata ”Tuhanku telah menghinakanku.” (QS Al –Fajr [89]:15-16).

Kesenangan atau kecintaan yang tergambar di atas sebenarnya timbul karena pamrih.   Pahala yang di berikan Allah SWT itu  sebenarnya hanyalah ujian yang bertujuan  untuk menyadarkan manusia sampai batas mana mereka mampu memelihara keridhaan padaNya.    Ayat tersebut juga menggambarkan bahwa umumnya manusia  gagal memelihara keridhaan terhadap Tuhannya.   Selain itu juga menggambarkan bahwa umumnya keredhaan manusia  terhadap Tuhannya hanya bersifat temporer.


Rasa Senang (ridho) tanpa Pamrih

Saat Allah SWT menghadiahkan pahala dunia, kita sangat memujiNya sebagai ungkapan rasa senang di satu sisi, pada sisi  lain mampukah kita memelihara rasa senang tersebut manakala pahala dunia yang kita harapkan tidak berada di tangan kita ?   Umumnya manusia gagal mempertahankan rasa senang itu ketika terjadi kontra kondisi dari apa yang mereka harapkan.  Kini kita baru sadar bahwa problem yang harus kita hadapi sebenarnya adalah bagaimana mempertahankan rasa ridhoo/senang tersebut  apapun kondisinya.

Rasul SAW mengajarkan do’a untuk menjaga kondisi tersebut agar dipanjatkan setiap sehabis sholat,  sbb;

اللَّهُمَّ أعَنِيّ عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ و حُسْنِ عِباَدَتِكَ

Ya Allah pujaan hamba buailah hamba agar hamba selalu ingat kepadaMu, senang menerima segala nikmatMu, tunjukilah hamba agar  semakin pintar melakukan pengabdian padaMu,  senang menyambut buaian kasih sayangMu.”*)(HR Abu Daud dan Nasa’i dengan sanad sahih) 1

Jadi jalan yang harus ditempuh untuk mencapai rasa ridhaa tersebut adalah dzikir, syukur dan  ibadah.


Dzikir

Kata dzikir mengandung makna mengingat, menyebut dan mepelajari.  Tiga makna inilah yang seharusnya kita bawa kemanapun, bagaimanapun dan kapanpun, mengiring setiap hembusan nafas yang kita keluarkan,  jangan sampai lepas dari tiga hal tersebut, sebagai penjagaan kedekatan kita kepada Allah SWT yang sangat kita cinta dan takuti.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

Ingatlah daku niscaya Aku akan ingat kepadamu(Al Baqarah [2]:152)

Senyumlah untukKu niscaya aku akan menyambut senyumu.  Sayangilah daku niscaya Aku akan lebih menyayangmu.   Kecemberutanmu  padaKu tentu akan membuat kecemberutanKu.   Demikian seandainya  boleh mengekpresikan makna di balik Firman Allah SWT di atas.  Sebagaimana Allah berfirman dalam hadits qudsti :

اَ ناَ عٍندَ ظَنِّ عَبْدِى بىِ وَأنَا مَعَهُ حَيْنَ يَذْكُرُنِى

“Aku menurut prasangaka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku (HR Syaikhani dan Turmudzi) 2


Syukur

Syukur sebenarnya merupakan buah daripada dzikir.  Sebab timbulnya rasa tersebut karena adanya kemantapan pengetahuan yang berkaitan dengan syukur.  Pengetahuan/ilmu itu sendiri erat kaitannya dengan makna dzikir,  maka ketika manusia telah mendapatkan  mutiara dzikir niscaya syukur akan mengikutinya.

Beberapa ulama  berteori tentang makna syukur, salah satunya adalah Syibli, mengatakan bahwa syukur adalah memperhatikan (Dzat) yang memberikan kenikmatan, bukan pada kenikmatan-Nya.3   Maka ketika  perhatian selalu tertuju kepada sang kekasih apapun yang diberikannya tentu akan diterima dengan senang hati, terlebih terhadap apa yang  diinginkan.


Ibadah

Ibadah  merupakan   esensi dari pada syukur  atau ungkapan terima kasih kepada  Tuhan dalam bentuk amal perbuatan.    Sebenarnya  nikmat yang diberikan Allah SWT kepada hambaNya tidak terhitung banyaknya,  maka sudah sewajarnya bila manusia mengekpresikan rasa syukur itu dalam bentuk amal perbuatan.    Bersedekah atau membantu orang lain sebenarnya wujud rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang dilimpahkan kepada hamba.  Pelaksanaan sholat merupakan ekspresi  pengakuan terhadap keesaan Allah SWT dan sebab telah banyaknya nikmat yang  diterima.   Maka  bila ada yang meninggalkan sholat jelas mereka adalah orang yang tidak bersyukur, sekaligus menggambarkan orang yang tidak pandai memethik mutiara  dzikir, meski telah mengaku sebagai muslim.

Bila ibadah  merupakan  ungkapan rasa syukur dalam bentuk amal perbuatan, maka dorongan dari dalam  penyebab gerak tersebut menjadi faktor penentu.  Kini dapat kita rasakan bahwa niat  sebenarnya merupakan ruh  ibadah.   Ekspresi rasa kegembiraan yang menyembul dalam pelaksanaan ibadah menggambarkan niat yang tulus (ikhlas) beriring dengan rasa cinta kepadaNya.  

Kini kita sampai pada pertanyaan; ”Pada kondisi apapun, mampukah Anda selalu merasa gembira dalam setiap ibadah yang Anda lakukan ?”    Bila Anda telah  mampu mencapai kondisi tersebut, Anda telah mendapatkan hakekat ibadah yang sebenarnya, tanpa pamrih, tidak ada tujuan lain kecuali mengharap pertemuan denganNya, kekasih yang selalu kita kawatirkan melepas buaian kasih sayangnya.

إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى  وَلَسَوْفَ يَرْضَى 
  ”Tetapi (dia memberikan /beribadah itu semata-mata) mencari keridhaan Tuhannya Yang maha Tinggi, dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail [92]:20-21).

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
Allah ridho(senang)  kepada mereka dan mereka ridho (senang) kepadaNya” (QS Al Bayyinah [98]:8)

Semoga Anda semua termasuk hamba-hamba yang selalu ridho (senang) merima anugerah Allah SWT apapun kondisi dan bentuknya.  Amiin.

*** 

Saat-saat indah bersamaNya seharusnya sejak lama kita tegukrasakan.  Lihatlah betapa indahnya keberagaman yang Ia ciptakan.   Kita tenggelam di dalamnya.  Kita termasuk obyek permainan dari skenario agung yang Ia rancang.   Dia adalah sutradara agung yang tidak pernah kehabisan naskah.  Bila kita mampu meloncat ke dalam dekapanNya  niscaya damai kita rasakan, selalu tersenyum laksana bayi dalam permainan dan buai kasih sayang  ibunya.  Tentu  indah, damai dan menyenangkan sambil menikmati drama yang Ia skenariokan.   Duhai Pujaanku peluklah daku !


وصلّ الله على سيّدنا محمّد و على آله وصحبه وسلّم

WaAllahu ‘alamu bishawab.
=====
*) Terjemah secara leterlux sbb: ”Ya Allah bimbinglah hamba untuk selalu berdzikir, bersyukur dan  mebaguskan dalam beribadah kepadaMU.”







Pustaka


AlQur’an Karim.
1  Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka
           Al ’Alawiyah. Semarang. Hal.69.
2  Usman, Ali,M. Dahlan, H,A,A. Dahlan H,M,D. 2006.
           Hadiits Qudsi. CV Penerbit  Diponegoro.
           Bandung.   Hal. 87.
3  Al- Qusyairi._____. Ar-Risalatul Qusyairiyah Fi’Ilmit
         Tashawwuf.  Darul Khair. Penyadur Umar Faruq.
         2002.  Judul Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian
         Ilmu Tasawuf.  Pustaka Amani. Jakarta. Hal 246.

   
»»  LANJUT...

Senin, 04 Maret 2013

Sudahlah..! Jangan Berkelit dan Berkamuflase !!


by
Budi Wibowo

بسالله الرّحمان الرّحيم

Bila Anda  keluar dari dimensi manusia Anda akan melihat begitu sempurnanya Allah SWT menciptakan manusia  hingga  sempurna pula  manusia  melakukan tipu daya.  Anda akan menemukan mulut  tersenyum bersama hati  kecut, mata ke depan   hati  ke belakang,  berucap ”ya !” padahal ”tidak !”,   memberi tapi mencari ganti,  dermawan  yang menerkam, berjubah menutup serakah,  menunjuk dengan telunjuk tertekuk,  yang lebih menggelikan ada yang merebut dengan cara bersujud dan masih banyak lagi cara manusia  berkelit dan berkamuflase.   Kemampuan mereka  melebihi  seekor kadal yang paling ahli berkamuflase sekalipun.

***

Padanan kata berkelit adalah menghindar dan kamuflase  adalah penyamaran.    Dua istilah tersebut erat kaitannya dengan perbuatan dusta.   Berkelit merupakan bentuk tindakan dusta yang lebih didominasi  oleh lisan, sedangkan kamuflase merupakan tindakan dusta yang lebih didominasi oleh sikap dalam bertindak.     Perbuatan dusta  dilarang oleh agama, pelakunya  masuk kategori  orang yang tidak beriman. 

Sebenarnya dunia ini diciptakan Allah SWT penuh tipu daya.   Dalam dunia  flora kita dapat melihat “bunga bangkai’’ bagaimana mereka memerangkap serangga, demikian juga pada bunga “kantong semar”  seperti apa mereka memerangkap mangsanya, dan berbagai macam flora mengeluarkan bau harum dan madu pada bunganya  untuk menarik serangga supaya membantu penyerbukan.     Dalam dunia fauna  kita dapat menemukan “burung platuk”  (bahasa jawa)  menipu semut agar keluar dari persembunyiannya  mematuk seputar lobang   dengan mengeluarkan suara seperti kethuk-an palu kecil yang keras,  cicak yang berkelit melepas ekornya untuk  menghindar dari bahaya,  buaya yang pura-pura tidur untuk menjebak mangsanya,  yang paling popular  adalah berbagai macam jenis kadal  yang dapat menyesuaikan  warna tubuhnya dengan  lingkungan di mana mereka  berada (berkamuflase) dan   pernahkah Anda berfikir  bahwa bila tidak ada cahaya maka semua isi dunia ini akan  terlihat hitam (gelap) sehingga kita tidak dapat menikmati keindahan di dalamnya ?   Kini kita baru sadar bahwa  benar bila Allah SWT dhawuh (berfirman),

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali ‘Imran [3] : 185)

Perlu kita fahami bahwa di balik firman  tersebut sebenarnya terdapat sebuah kalimat yang  tersembunyi, bahwa Allah SWT  memperingatkan  manusia agar  tidak teperdaya oleh kehidupan dunia.    Itulah sebab Allah SWT menciptakan syurga dan neraka dan menurunkan kitab dan utusan-Nya untuk membimbing manusia  agar terhindar dari ketertipudayaan.  

Dusta yang Diperbolehkan Agama

Tidak semua dusta itu dilarang oleh agama.   Menurut ulama  ada dusta yang boleh dilakukan,  pertama untuk membela negara dalam peperangan,
الحَرْبُ خَدْعَةٌ
“Perang adalah tipu daya”, (HR. Ahmad, Buhori, Muslim, Abu Dawud dan Tarmizi, Imam Suyuti mencatat dengan sanad shahih)1

kedua, menjadi juru damai (mendamaikan pihak-pihak yang bertikai)

لَيْسَ الكَذَّبُ الذي يُصلِحُ بَيْنَ النّاس فَيَنْمي خَيرًا أو يَقُولُ خَيْرًا

“Bukanlah pendusta orang yang menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan cara dia menyampaikan hal-hal yang baik atau dia berkata hal-hal yang baik (HR Ahmad, Buchori, Muslim, Abu Dawud, Imam Suyuti mencatat dengan sanad shahih) 2

 dan  ketiga, untuk menjaga kerukunan rumah tangga.   Perhatikan sabda Rasul SAW berikut;  

وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ  يَعني: الْحَرْبُ وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا



“Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal: Dusta dalam peperangan, dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan dusta suami terhadap istri atau istri terhadap suami (untuk kebaikan bersama)”(HR Muslim).3

Barang kali  Anda bertanya,  bagaimana mungkin seorang suami atau seorang isteri diperbolehkan berdusta dengan pasangannya ? 
Padahal saling keterbukaan, saling jujur atau menyajikan apa adanya adalah pesan yang telah diwanti-wanti(dipesan)  Allah SWT, dengan firman-Nya sbb;

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi mereka” (QS Al Baqarah [2] : 187).

Tidak mungkin statement Nabi SAW tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT.   Secara harfiah kata pakaian mengandung makna alat penutup aurat atau bagian badan yang tidak boleh tampak bagi orang lain.     Suami dikatakan sebagai pakaian isteri dan isteri sebagai pakaian suami, mengandung makna bahwa tidak patut bila masing-masing anggota pasangan mempertontonkan aurat atau membuka kekurangan masing-masing,  tidak menutupi aib pasangannya bagi orang lain, sehingga timbullah ketenangan bagi masing-masing.   Menurut Ibn Abbas r.a.  mereka itu sebagai ketenangan bagi kalian, dan kalianpun sebagai ketenangan bagi mereka.4

Jika suami adalah pakaian isteri dan isteri adalah pakaian suami, sudah seharusnya masing-masing  merawat pakaian tersebut agar tetap baik dan enak dipandang .   Salah satu cara perawatan itu adalah dengan selalu saling membangkitkan rasa gembira, sehingga rasa saling menyayang di antara keduanya selalu terjaga.   Ancaman besar akan terjadi bila rasa saling sayang yang timbul pada keduanya  hanya berada di permukaan saja,  tetapi ancaman itu tidak akan timbul bila di bawah permukaan tersebut selalu terisi penuh padat  rasa kasih sayang.   Dengan demikian  ungkapan kepalsuan yang keluar pada permukaan bukan menjadi ancaman pada masing-masing pasangan.    Seperti ketika isteri memasak kurang sedap suami tetap mengatakan “Sungguh sangat enak masakanmu, apalagi bila ditambahkan garam sedikit .”   Atau seorang isteri selalu menampakkan keceriaan di hadapan suaminya meskipun pasangan atau keluarga yang mereka bina  sedang mengalami kesulitan yang berat.   Itulah konteks pembicaraan yang disampaikan Rasul SAW bahwa pada batas tertentu Beliau  memperkenankan dusta antara suami dan isteri.



Bentuk Dusta yang Dilakukan Manusia

Flora dan  fauna semua patuh mengikuti perintah-Nya , mereka berkelit dan berkamuflase sesuai dengan pakem  (pathokan)  perintah Tuhannya,  karena itulah 
saat kita memasuki dunia flora dan fauna sungguh banyak sekali  keunikan dan keindahan yang  menghibur, mengingatkan kita betapa agungnya pencipta lukisan  itu.   Pelukis agung itu berpesan :  ”Jangan kau rusak semua itu !!”

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

”Dan berbuat baiklah (pada sesama manusia) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, danjanganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.  Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al Qashash [28]:77).

Semua dusta  berefek merusak, oleh karena itu haram hukumnya , kecuali 3 (tiga) hal tersebut di atas.   Allah SWT befirman,

إنما يفتري الكذب الذين لا يؤمنون بآيات الله وأولئك هم الكاذبون

”Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong”. (QS An Nahl [16]:105)

Bila Anda  keluar dari dimensi manusia Anda akan melihat begitu sempurnanya Allah SWT menciptakan manusia  hingga  sempurna pula  manusia  melakukan tipu daya.   Anda akan menemukan mulut  tersenyum bersama hati  kecut, mata ke depan   hati  ke belakang,  berucap ”ya !” padahal ”tidak !”,   memberi tapi mencari ganti,  dermawan  yang menerkam,  berjubah menutup serakah,  menunjuk dengan telunjuk tertekuk,  yang lebih menggelikan ada yang merebut dengan cara bersujud dan masih banyak lagi cara manusia  berkelit dan berkamuflase     Kemampuan mereka  melebihi  seekor kadal yang paling ahli berkamuflase sekalipun.   Sinyalemen ini telah diisyaratkan Allah SWT dalam firman-Nya.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan”. (QS At Tin [95]:4-6).

Kerendahan mereka jauh di bawah binatang yang paling hina sekalipun, mereka kelak ditempatkan pada tempat yang paling bawah di dalam neraka atau menjadi kerak neraka.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

”Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkat yang paling bawah dari neraka.” (QS. An Nisaa’ [4]:145).

Na’udzubillahi min dzalika.

***
Saudaraku, drama berkelit dan berkamuflase sering terjadi   di kantor tempat Anda bekerja, di lingkungan sekitar kita, di pasar dsb.    Kerdil,  tidak elegan,  bagai bungkus  tidak  menggambarkan  isi.   Sudahlah..! Jangan berkelit dan berkamoflase !!
  
وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

WaAllahu ’alamu bishawab.


Pustaka

Al Qur’an Karim
1 Imam Suyuti. _______. Al Jaamingush Shogir. Juz I
         Maktab  Dar Ihya Alkitab  Arabiyah. Indonesia.
         Hal.  151
2 Imam Suyuti. _______. Al Jaamingush Shogir. Juz II
         Maktab  Dar Ihya Alkitab  Arabiyah. Indonesia.
         Hal.  135.
3 Imam Nawawi.  2004 M/1425H.  Riyadush Shaalihin.
           Dar Al-Kotob Al-Ilmiah.  Beyrouth.  Lebanon.  Cet. VI.
           Hal. 316.
4  Muhammad, Abdulah.  Ashaq Asy Syeikh, Abdurahman.  1994.
          Lubabut Tafsir Min Ibn Katsir. Diterjemah  oleh Abdul
          Ghaffar, judul : Tafsir Ibn Katsir.   Pustaka  Imam asy-
          Syafi’i.   Bogor. Jilid 1. hal. 354

 


 

 

 

 

 


 




»»  LANJUT...