Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Jumat, 05 Juli 2013

Mengapa Allah SWT Mewajibkan Berpuasa Di Bulan Romadhon ?



by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحيم

Nafsu itu laksana kuda binal yang harus dikendalikan, sehingga kuda itu dapat berlari dan melompat dengan cepat melompati penghalang dan jurang-jurang maksiat  yang berada di depannya.

***
Mengapa Allah memerintahkan berpuasa di Bulan Romadhon ?  Secara global Allah SWT menjelaskan agar orang yang beriman menjadi orang yang bertaqwa.  Orang yang bertaqwa itu seperti apa ?   Allah SWT menjelaskan secara global  dalam Surat AL Baqarah ayat 2-4, yaitu beriman kepada yang ghaib,mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki (berbagi), beriman kepada kitab yang diturunkan kepadanya dan kitab yg telah diturunkan sebelumnya, menyakini adanya kehidupan akhirat. 

Dalam  Surat Al Imran ayat 134-135 disebutkan bahwa ciri-ciri orang yang bertaqwa sbb;
1.     Mampu menafkahkan sebagian hartanya baik di waktu lapang maupun sempit.  (dermawan)
2.     Mampu menahan amarah (Sabar).
3.     Mampu memaafkan kesalahan orang lain.
4.     Jika melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri ingat kepada Allah SWT, lalu (segera) memohon ampun terhadap dosa-dosa yang telah ia lakukan.
5.     (Dan) tidak mengulang perbuatan keji,  yang telah ia ketahui.

Bila kita telisik dalam perincian sikap orang bertaqwa dalam Surat Al Imran ayat 134-135  tersebut tergambar bahwa  inti dari perintah puasa itu sebenarnya sebagai latihan  pengendalian sesuatu yang ada dalam diri kita.   Begitu pentingnya esensi pengendalian itu sehingga Dia mewajibkan setiap tahun sekali selama satu bulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan.   Saya hendak mengatakan bahwa esensi perintah puasa itu adalah perintah untuk mengendalikan sesuatu yang mana sesuatu itulah yang menyebabkan kita berbuat, berkeinginan bahkan sesuatu itu mengajak kita  berbuat baik dan  melampaui batas.   Bila demikian seharusnya kita sadar bahwa sebenarnya dalam diri ini terdiri dari diri kita dan sesuatu.   Ulama mengatakan bahwa sesuatu itu disebut nafsu.   Jadi dalam bungkus raga,  manusia selalu bersekutu antara dirinya dengan nafsu.   Kesadaran inilah sebenarnya yang harus kita pegang  terlebih dahulu sebagai seorang hamba di hadapan Robnya.    Dari persekutuan ini kita temukan 2 (dua) kondisi amal perbuatan,
1.     Amal perbuatan dalam dominasi diri.
2.     Amal perbuatan dalam dominasi nafsu.
Bila hari ini kita diperintah berpuasa padahal badan terasa haus maka ketika bertemu  minuman segar nafsu meronta mengajak minum, bila kita meminum air tersebut menunjukkan  bahwa nafsu  lebih mendominasi, namun ketika kita tidak meminumnya dan meneruskan berpuasa maka diri kita yang mendominasi, artinya kita mampu mengendalikan nafsu. 


sourch:sangpemimpi46.blogspot.com

Nafsu itu Laksana Kuda Binal yang Harus Dikendalikan

Nafsu itu laksana kuda binal yang harus dikendalikan, sehingga kuda itu dapat berlari dan melompat dengan cepat melompati penghalang dan jurang-jurang maksiat  yang berada di depannya.   Dalam perumpamaan ini kita adalah penunggang kuda sedang  kuda adalah nafsu.   Nafsu yang tidak terkendali laksana kuda binal yang meronta  susah dikendalikan.  Kebinalan ini dapat tergambar secara ekstrim tatkala dua remaja putra putri yang dimadu cinta  hendak melakukan  maksiat sebelum terjadi ikatan yang syah, atau  pria dan wanita yang telah berumah tangga saat hendak melakukan perselingkuhan.   Rasul bersabda;

فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Barang siapa tidak mempunyai kemampuan (untuk menikah), hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa akan menjadi peredam baginya.”(HR. Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’I, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad).1

Meskipun hadist tersebut ditujukan kepada remaja sebelum menikah, namun terkandung makna bahwa pada intinya perintah puasa itu sebenarnya untuk menundukkan kebinalan nafsu yang melekat pada manusia.
  
Pada kondisi lain ketika manusia telah mampu mengendalikan nafsu  ketika datang perintah Allah SWT dia segera melaksanakannya dengan antusias. Inilah sebenarnya tujuan  yang hendak dicapai di balik perintah puasa.   Jadi perintah puasa pada hakekatnya  untuk membentuk manusia  cerdik dalam mengendalikan  ‘kebinalan’  nafsu  menuju keridhaan Allah SWT.    Rasul bersabda bahwa,

لا يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَى يَكُونُ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِه
“Masih belum sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum keinginannya (hawa nafsunya) mengikuti petunjuk yang kusampaikan (HR. Al Baghawi, Tabrizi, Ibn Abu ‘Ashim, Muttaqi Al-Hindiy, Ibnu Hajar dan Al Khatib).2
Demikian sedikit pegangan menjawab pertanyaan mengapa Allah SWT memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa di Bulan Ramadhan.  Semoga bermanfaat. Amiin.
وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم  
Wallahu ‘alamu bishabi.

PUSTAKA
Al Qor’an Karim
1  Al-Buchori, Al-Sindi. 2011.  Shohih Al Bukhari  Dar
           Al Kotob Al Ilmiyah.  Lebanon. Edisi 5. Juz 1.  Hal. 629.       
2  Ibn Qoyim Al-Juziah._____.Raudhatul   MuhibbiinWanuzhatul Musytaaqiin Diterjemah: Zubaidi,B,A,I.  2006. Taman Jatuh Cinta dan        Rekreasi Orang-Orang Dimabuk  Rindu. Irsyad  Baitus Salam. Bandung. Hal : 912.
»»  LANJUT...

Rabu, 03 Juli 2013

Menyambut Romadhon

By
Budi Wibowo

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرّحِيْم

Untuk apa  bersujud bila hanya sekedar simbul, untuk apa bersedekah bila hanya sekedar simbul, untuk apa  bermanis muka dan berucap bila hanya sekedar simbul, untuk apa berpekik “Allaahu Akbar !” bila hanya sekedar simbul,  untuk apa ?
***
Ada dosa yang dihapuskan melalui sholat fardhu, sholat jum’at dan ada pula melalui ibadah puasa di bulan romadhon.   Rasul bersabda;

الصّلَوَتُ الخَمْسُ وَالجُمْعَةُ إلَى الجُمْعَةِ وَ رَمَضَانُ إلَى رَمَضَانِ مُكَفِّرَاَة ٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ

“Shalat fardhu, jum’at sampai Jum’at berikutnya, dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya, merupakan kafarat (penebus) atas dosa-dosa yang dilakukan di antara kesemuanya itu selama dosa-dosa besar dijauhinya.” (HR. Muslim, turmizi dan Ahmad dari Abu Harairah).1

Dalam sabda Rasul SAW tersebut terkandung makna bahwa terdapat dua syarat terkabulnya penghapusan dosa, yakni melaksanakan fardhu dan meninggalkan dosa-dosa yang besar.  Dua syarat tersebut saling berkait antara satu dengan yang lain.  Jika satu syarat tidak terpenuhi maka penghapusan tidak akan terjadi, juga bermakna bahwa amal ibadah seorang hamba tidak akan diterima selama dua syarat tersebut belum terpenuhi.

Kita sekarang berada di bulan Sya’ban sebagai pintu masuk  bulan Ramadhan bulan yang penuh rahmat dan ampunan di dalamnya.   Menyambut bulan yang mulia ini umat Islam banyak yang melakukan persiapan secara simbolik seperti membersihkan tempat ibadah, tempat tinggal,  memotong kuku dan merapikan rambut sampai dengan mandi besar,  berbagi rezeki  disertai do’a dalam majlis-majilis dzikir yasinan.  Tidak ada larangan menyambut bulan puasa dengan cara-cara seperti itu,   namun ada yang lebih utama dari semua itu, yakni memahami apa yang diberitakan oleh junjungan kita Rasulullah SAW;

وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الاَعْمَا لُ إلَى رَبِّ العَالَمِيْنَ

“ Pada Bulan itu (Sya’ban) diangkat amalan-amalan kepada Allah Rabbul ‘alamin. (HR Abu Daud dan Nasai). 2

Sabda Rasul tersebut mengandung makna bahwa di akhir bulan ini (Sya’ban) Allah menutup buku amal ibadah hambaNya selama selang waktu Romadhan yang lalu hingga akhir Sya’ban ini.  Allah SWT menghapus segala dosa selama hamba melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa besar.   Dosa-dosa itu seperti sabda Rasul SAW berikut;

فَيَغْفِرُ اللهُ تَعَاَلَ لِجَمِعِ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِا اللهِ شَيْءً  إلاّ مَنْ كَانَ سَاحِراً او كَاهِنًا او مُشَاحِناً او مُدمِنَ خَمْرٍ أو مُصِرًا 

على الزِّنًا او أكِلَ الرِّباَ او عاقَّ الوَلِدَيْنِ او ِالنَّمَّامّ أو قاطِعَ الرّحِمِ فاِنَّ هَؤُلاَءِ لا يُغْفَرُ لَهُمْ حَتَّى يَتُبُوا وَيُتْرَكُوا

“Allah SWT mengampuni semua (dosa-dosa) orang yang tidak menyekutukan Allah SWT, bukan ahli sihir, bukan dukun, bukan orang yang suka permusuhan, bukan pemabuk arak, bukan pezina, bukan pemakan harta riba, bukan pendurhaka terhadap kedua orang tua, bukan yang suka mengadu domba, dan bukan orang yang suka memutus tali persaudaraan, mereka  tidak diampuni hingga bertaubat dan suka meninggalkan.”  (Al Hadist dari Abu Hurairah dalam Duratun-nashihin).3  

Bila kita perhatikan sabda Rasul SAW tersebut ternyata ada tiga macam dosa yang dilakukan manusia, yakni dosa yang berkaitan terhadap Allah SWT, terhadap sesama manusia dan terhadap diri sendiri.   Catatan buruk itu akan dihapuskan jika manusia bertobat dan bertekad tidak mengulangi lagi.   Jadi penangguhan ampunan itu bagi;


A.     Dosa terhadap Allah SWT.
1.      Musyrikin (peyekutu Allah SWT/  يُشْرِكُ بِا اللهِ شَيْءً  ).
             Berlindung pada patung, pohon-pohon besar dan benda-benda,
             Berlindung dengan Jin dengan membakar kemenyan, lebih percaya
             dukun.
2.      Ahli Sihir  (سَاحِراً).
Pekerjaan memperdaya manusia  melalui kerja sama dengan Jin. 
3.     Dukun  (  كَاهِنًا ).
Dukun adalah orang yang melakukan pemberitaan tentang perkara yang terjadi pada masa yang akan datang dan mengaku mengetahui rahasia-rahasia atau hal-hal gaib yang sebenarnya hanya Allahlah yang tahu.

B.     Dosa terhadap sesama manusia.
4.     Orang yang suka menyebar permusuhan  (مُشَاحِناً ).
5.     Pezina (مُصِرًا على الزِّنًا ).
6.     Pemakan harta riba (أكِلَ الرِّباَ ) atau pemakan harta dari perdagangan yang diharamkan.
7.     Pendurhaka terhadap kedua orang tua (عاقَّ الوَلِدَيْن ).
8.     Pengadu domba (  النَّمَّامّ  ).
9.     Orang yang suka memutus tali persaudaraan (  قاطِعَ الرّحِمِ   ).


C.      Dosa terhadap diri sendir.
10.   Pemabuk arak  (مُدمِنَ خَمْرٍ ).
  
Menyadari hal tersebut seharusnya di bulan Sya’ban ini  segera  bertobat dan meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa besar tersebut.  Bukan sekedar meninggalkan tetapi juga diikuti tindakan mengembalikan sesuatu yang bukan haknya, memohon maaf kepada sesama kerabat, kedua orang tua dan menyambung silaturahmi sebelum catatan amal itu ditutup.  Kalau toh kitab itu sudah ditutup seharusnya memanfaatkan sebaik-baiknya  perintah-perintah ibadah di bulan Ramadhan.  Rasul bersabda;

من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

“Barang siapa berpuasa di bulan Ramodhan dengan iman dan penuh perhitungan niscaya diampuni dosa2-nya yg telah lalu.”(HR Bukhari)4

Demikian memaknai persiapan menyambut Romadhon di Bulan Sya’ban.  Begitu besarnya kasih sayang Allah SWT kepada kaum muslim Dia buka bulan Romadhan sebagai bulan pengampunan.  Semoga Allah  memberi kesempatan kita mereguk nikmatnya bulan tersebut.  Amiiin.

***
 

Untuk apa  bersujud bila hanya sekedar simbul, untuk apa bersedekah bila hanya sekedar simbul, untuk apa  bermanis muka dan berucap bila hanya sekedar simbul, untuk apa  berpekik  “Allaahu Akbar !” bila hanya sekedar simbul,  untuk apa ?
وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

 Allahu ‘alamu bishawabi.

PUSTAKA

1  Imam Suyuti. _______. Al Jaamingush Shogir. Juz II    Maktab  
            Dar Ihya Alkitab  Arabiyah. Indonesia. Hal. 50.
2  Sabiq, Sayyid.  1978.  Fiqhussunnah. Penerjemah : Muhyiddin Syaf.
            PT Al Ma’arif. Bandung. Jilid 3. Hal. 244.
3   _____1987.   Duratun-nashihin.  Penerjemah : Abu H.F Ramadlan.
            Mahkota.  Surabaya.  Hal. 822.
4   Al-Buchori, Al-Sindi. 2011.  Shohih Al Bukhari  Dar
           Al Kotob Al Ilmiyah.  Lebanon. Edisi 5. Juz 1.  Hal. 626.       
           




»»  LANJUT...