Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Sabtu, 29 Agustus 2015

Orang Ketiga

By

Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحية

Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa  Allah SWt melarang hamba-Nya bergurau dengan menjadikan  kekurangan orang lain sebagai bahan gurauan.  Allah SWt melarang perbuatan demikian, ketika seseorang tidak menghiraukan perintah-Nya sepadan dengan melecehkan Allah SWt.  Jadi siapa saja yang menertawakan kekurangan hamba Allah di muka bumi ini sepadan dengan mengejek Penciptanya,  sangat rendahlah martabat hamba-hamba demikian. 

***

Setiap langkah dan tindakan yang kita lakukan pasti ada saksi atau yang menyaksikan.  Penyaksi itu  bisa jadi selain manusia, dalam al Qur’an disebutkan bahwa saksi itu bisa berujud tangan kita, kaki kita,  mulut kita atau mungkin makhluk lain di luar tubuh kita.   Selain yang kasat mata ternyata ada saksi yang tidak kasat oleh indera kita, yakni makhluk-makhluk Allah SWt yang berada di alam ghoib.  Dan yang tidak bisa kita  pungkiri adalah Allah SWt selalu menyaksikan dan sekaligus sebagai hakim dari semua perbuatan kita.

Bunga Lily
Bila tangan kita atau anggota badan kita menjadi saksi  kita, lantas siapakah sebenarnya  kita itu ?  Bila demikian dapat kita simpulkan bahwa  sebenarnya kita bukanlah ujud material, kita adalah menejer yang menggerakan ujud material itu dengan segala atribut yang disandangnya.  Maka mengatakan seseorang tampan atau cantik, bukanlah karna matanya, bukan warna kulitnya singkatnya bukan ujud materialnya, tetapi keindahan seseorang itu adalah produk yang dihasilkan manajer tadi, yakni kwalitas akhlak yang dihasilkannya. 
  
Analisis demikian telah diajarkan Allah SWt dengan mengabadikan nama seseorang sebagai sebuah nama  surat dalam Al Qur’an, Al Luqman.   Hamba Allah yang bernama Luqman adalah seorang hamba yang dalam pandangan kita bukanlah orang yang dikaruniai keindahan fisik seperti hamba yang lain, tetapi keindahan budi perketinya menjadikan dia menyandang gelar orang yang bijak, sehingga ia mendapat sebutan Luqmanul Hakim (Luqman yang bijaksan).  Nasehat-nasehatnya kepada putranya diabadikan dalam Al Qur’an.  Jadi nilai kebajikan seseorang itulah sejatinya  yang menentukan keindahan diri orang tersebut.

Sekelompok manusia yang telah diberi kesempurnaan fisik berkumpul dan bergurau dengan senangnya menjadikan kecacatan fisik dan mental orang ketiga sebagai bahan gurauan.   Mereka lupa bahwa ada orang ketiga lain sebagai saksi dan hakim bijaksana yang selalu memperthatikannya.   Bagaimana jika kecacatan fisik dan mental itu ditimpakan kepada mereka, kepada anak mereka atau kepada kerabat mereka?   Masih sanggupkah mereka tertawa ?   Bagaimana jika hamba yang teraniaya itu mengetahui kemudian memohon kepada Allah SWt agar ujian itu  dipindahkan kepada mereka ?  Bagaimana jika para malaikat mengaminkan do’a si cacat tersebut ?  Inilah yang seharusnya menjadi renungan bagi mereka yang bergurau dengan menjadikan kecacatfisik dan mental seseorang sebagai bahan guarauannya.

Rasulullah SAW berkata kepada Muadz ra, sbb;

الاَ اُخْبِرُ كَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ قُلْتُ : بَلى يا رسول الله فاخذ بلسانه فقال: كُفَّ عليك هذا , قُلتُ: يا رسول الله وأِنّا لَمُؤَاخذونّ بما تتكلَّمُ به؟  فقال ثكِلَتْكَ اُمُّكَ, و هل يَكُبُّ النَّاس فى النّار عَلى وُجُوههم الاّ حَصَائِدُ اَلسِنَتِهِمْ

“Maukah kamu aku beritahu tentang kuncinya semua perkara?” lalu beliau memegang lidahnya dan bersabda:”jagalah ini”.  Lalu saya berkata:” Wahai Rasulullah, apakah kami akan dituntut (disiksa) karena apa yang saya katakan?” Maka beliau bersabda: “Celaka kamu dan bukankah manusia dimasukkan ke dalam neraka atas murkanya, kecuali karena ulah lidahnya (ucapannya).(HR Turmudzi)1

Mereka akan mengatakan “Ini hanya sebatas bergurau belaka”, bila demikian maka menejer itu sengaja melakukan kedustaan.  Apakah agama membenarkan tindakan demikian ?  Jawabnya adalah tidak, mari kita perhatikan nasehat Rasul SAW berikut;

لاَ يُؤْمِنُ العَبْدُ الاِيْمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الكَذِبَ مِنَ المُزَاحَةِ وَ يَتْرُكَ المِرَاءَ وَ اِنْكَانَ صَادِقًا

Belum sempurna iman seorang hamba hingga ia meninggalkan dusta sekalipun dalam gurau dan meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar. (HR. Ahmad)2

Itulah yang harus selalu  menjadi renungan bagi setiap hamba  yang  berimanan.  Allah SWt berfirman;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ

Wahai orang-orang yang beriman ! janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka  (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) (QS Al Hujurat [49]:11)

Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa  Allah SWt melarang hamba-Nya bergurau dengan menjadikan  kekurangan orang lain sebagai bahan gurauan.  Allah SWt melarang perbuatan demikian, ketika seseorang tidak menghiraukan perintah-Nya sepadan dengan melecehkan Allah SWt.  Jadi siapa saja yang menertawakan kekurangan hamba Allah di muka bumi ini sepadan dengan mengejek Penciptanya,  sangat rendahlah martabat hamba-hamba demikian.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawabi


Pustaka

Al Qur’an Karim
1Imam Nawawi.  2004 M/1425H.  Riyadush Shaalihin.
         Dar Al-Kotob Al-Ilmiah.  Beyrouth.  Lebanon.  Cet. VI.
2Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995. Mukhtarul
          Ahadist. Trj. Mahmud Zaini.
          Pustaka Amani.    Jakarta. Hal. 378
»»  LANJUT...

Sabtu, 22 Agustus 2015

Ujian itu Terjadi di Setiap Hembusan Nafas


by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّ حيم

Ujian itu bukan terletak pada  kegagalan kita mencapai sesuatu, tetapi ujian itu terletak pada kuatnya penjagaan kita untuk selalu berprasangka baik pada Allah SWt dalam setiap hembusan nafas yang kita lakukan.

***

Keberhasilan itu seperti lomba panjat pinang, ada yang hanya mampu memanjat semperempat perjalanan, separo atau bahkan ada yang berhasil hingga puncak.  Pada sisi lain ternyata si ahli panjat pinang  tidak mampu menempuh jarak tempuh dalam lomba berenang tetapi keberhasilan itu dicapai orang lain yang kalah dalam lomba panjat pinang.   Jadi kegagalan  seseorang pada suatu bidang tidak  bisa  menjadi tolok ukur dalam kegagalan  bidang lainnya.   Demikian dunia ini dibangun, maka setiap manusia akan menempati kedudukan  tertentu dalam hidupnya. 

Tercapainya keinginan itu karena adanya kesesuian keinginan hamba dan Robnya.  Kesadaran demikian memiliki nilai yang sangat besar di hadapan Allah Swt.  Ketika seorang hamba telah mampu memegang kuat prinsip demikian, ketenangan dan keceriaan akan selalu meronainya, bagaikan bayi yang menetek dalam dekab dan buaian ibunya.    Rasul menggambarkan bahwa ahli syurga bukanlah  mereka yang rajin bangun malam, tetapi ahli syurga  adalah orang yang telah mampu memegang prinsip bahwa Allah Swt telah memberikan yang terbaik kepada mereka, artinya mereka tidak pernah merasa iri dan dengki  terhadap kepemilikan orang lain. Dalam suatu hadis diterangkan bahwa Rasul memberi nasehat sbb;

ياَ اَنَسُ لاَتَبِيْتَنَّ لَيْلَةً وَلاتُصِبْحَنَّ يَوْمًا وَفِى قَلْبِكَ غِشٌّ لِاَحَدٍ مِنْ اَهْلِ الاِسلاَمِ فَاِنَّ هَذاَ مِنْ سُنَّتِى فَقَدْ اَحَبَّنِى فَهُوَ مَعِىْ فِى الجَنَّةِ

Hai Anas, jangan sampai kamu berada di malam maupun siang hari, sedangkan dalam hatimu ada dengki terhadap seseorang dari ahli Islam karena ini termasuk sunnahku.  Barang siapa memegang sunnahku, maka dia benar-benar menyukaiku, maka dia bersamaku di syurga. (Al Hadist diriwayatkan dari Anas Bin Malik)1


Apakah Anda menyesal dengan apa yang anda peroleh sekarang ini ?  Apakah Anda menyesal menjadi tukang beca, penjual bakso, petani, tukang batu, guru dsb.  Apakah Anda mengira bahwa kedudukan seperti pejabat atau atasan Anda, dokter, dosen, Insinyur yang sukses dalam usahanya merupakan kedudukan yang terhormat ?  Ketahuilah bahwa kehidupan dunia ini laksana fatamorgana ketika anda kejar ternyata air itu tidak kita temukan, jadi dimana air itu dapat kita temukan ?  Atinya dimana kebahagiaan itu kita dapatkan ?  Jawabnya adalah kebahagiaan itu akan  kita temukan di saat kita selalu mampu memegang erat prasangka baik pada Allah SWt.  Jadi ujian itu bukan terletak pada  kegagalan kita mencapai sesuatu, tetapi ujian itu terletak pada kuatnya penjagaan kita untuk selalu berprasangka baik pada Allah SWt dalam setiap hembusan nafas yang kita lakukan. 


وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

Allahu ‘alamu bishawabi

Semoga tulisan pendek bermanfaat pada diri penulis dan pembaca sekalian.  Aamiin.


Pustaka
Al Qur’an Karim
1Nashr, Al Faqih.______.Tanbiihul Ghafilin. Diterjemah : Sunarto,A.
        1995. Balai Buku.  Surabaya. Juz I. Hal. 333.
»»  LANJUT...

Senin, 10 Agustus 2015

Yang Hilang

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّ حيم

Pernahkah Anda merasakan kehilangan sesuatu ? Sesuatu itu bukan benda,bukan jabatan dan bukan harga diri.  Sesuatu itu adalah kondisi segenap jiwa raga kita yang pernah merasakan total  menghadap Allah SWT saat sholat, kadang hingga  menitikkan air mata.  Apakah keadaan yang pernah kita alami tersebut sering terulang dan terulang kembali ?  Mungkin saat bulan Romadhon kemarin hal demikian itu terulang atau bahkan mungkin sama sekali tidak pernah terulang hingga kini atau bahkan Anda tidak pernah mengalami hal seperti itu.

Kondisi yang hilang tersebut menandakan sempurnanya kita berkomunikasi dengan Allah SWT dan hilangnya kondisi tersebut menandakan tidak sempurnanya komunikasi kita dengan Allah SWt.  Mengapa bisa terjadi demikian ?   Hilangnya kondisi itu disebabkan adanya hijab, kabut atau penghalang yang menghalangi mata hati kita kepada Allah SWt. 

Hijab  sebenarnya adalah sesuatu (makhluk), bisa jadi dia adalah  wujud  materiil dan bisa jadi wujud non material.  Ketertarikan akan hijab itu menghilangkan kesadaran kita akan Allah SWt.   Semakin kita tertarik semakin kuat hijab itu melenakan kita sehingga terasa sangat berat menghadirkan jiwa raga bertemu dengan-Nya laksana bungkus yang menyekap seluruh raga.

Dalam wujud memang kita sedang melaksanakan ibadah sholat tetapi dalam kenyataan kita tidak pernah hadir di hadapan-Nya.  Kondisi inilah yang menentukan kwalitas manusia di hadapan-Nya, maka tidak heran jika yang pertama dihisab pada yaumul akhir nanti adalah kwalitas sholat kita di hadapan-Nya.

أوّل ما يحاسب به العبد يوم القيامة صلاته فان كان أتمها كتبت له تامة

Yang pertama dihisab (dilihat) pada seorang hamba di hari kiyamat adalah sholatnya, jika sempurna sholatnya maka ditetapkan baginya  sempurna (amal yang lainnya). (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hakim dengan sanad shohih)1    
 
Kwalitas sholat menunjukkan seberapa pandai seseorang menangkap cahaya hidayah, cahaya akan terpancar di lingkungan seseorang.  Bila sholatnya sempurna maka pancaran yang keluar adalah baik,  sinyalemen demikian dapat kita tangkap dari Firman Allah Swt berikut;  

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. (QS Al Ankaabut [29]:45)

Maka tingkah laku seseorang menggambarkan kwalitas sholatnya.   Jadi, sholat sebenarnya perintah melatih seorang hamba berkomunikasi sempurna dengan Robnya,  ketika seseorang telah melaksanakan sholat tetapi dalam realita masih melakukan pengingkaran  perintah-Nya, menggambarkan ada suatu yang hilang dalam dirinya.
وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawabi.

Pustaka
Al Qur’an Karim
1  Suyuti. _______. Al Jaami’ush Shogir.  Maktab
            Dar Ihya AlKitab Arabiyah.  Juz 1.   Indonesia.  Hal. 113
»»  LANJUT...

Selasa, 04 Agustus 2015

Tiada Sesuatu yang Bermanfaat Kecuali Menambah Kedekatan Kita Kepada Allah SWT

by

Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّ حيم


Tiada sesuatu yang bermanfaat kecuali sesuatu itu menambah kedekatan kita kepada Allah SWT.  Allah SWt menciptakan kata “sesuatu” untuk menyatakan ciptaan-Nya (makhluk) yang dalam nalar orang yang berpikir adalah bumi langit dan seisinya yang terhampar di hadapan kita.   Yang terhampar itu bukan sekedar materiil belaka tetapi juga hal yang bersifat immateriil.   Jadi sesuatu  itu bisa benda, pengetahuan, jabatan,  keburukan atau kebaikan yang kita lakukan dan sebagainya, semua terwakili dengan kata “sesuatu”.  

Allah SWt mengajari kita;

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ       

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. (QS Asy Syuura [42]:11)

Sesuatu itu tidak mirip dengan Penciptanya karena itu tidak mungkin Pencipta dikalahkan makhluknya, artinya tidak mungkin Tuhan memiliki kelemahan di hadapan makhluknya.
Para filsuf  menggambarkan bahwa sesuatu itu adalah jejak-jejak Tuhan yang membuktikan bahwa Tuhan itu ada. 

Tuhan mengajari kita bahwa sesuatu itu tidak boleh melenakan kita dari pada-Nya.  Meski perintah ini tidak secara jelas disebutkan, cukuplah statement (Firman) Allah SWt di bawah ini dirasa sangat keras bagi orang yang mau berpikir.

وَمَاالحَيَوَاةُالدُّنْيَاإلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ


”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadid [57]:20)

Di balik pernyataan tersebut ada perintah tegas menyatakan bahwa manusia jangan tertipu oleh sesuatu, karena  Allah SWt tahu bahwa manusia banyak yang tidak menuruti perintah-Nya (banyak yang tertipu). 

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ   وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ    وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar (tidak bersyukur) kepada Tuhannya, dan sesungguhnya dia (manusia) menyaksikan (mengakui) keingkarannya, dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan (QS Al ‘Adiyat [100]:6-8).

Ketika kita sadar bahwa ada kehadiran Tuhan dalam sesuatu kita termasuk orang yang tidak tertipu. Maka ketika kita mendapat suatu kemudian lebih memperhatiakan kepada pemberi sesuatu (Allah Swt) manggambarkan kita adalah hamba yang telah mampu membaca keberadaan Allah SWt.  Adalah suatu kebodohan jika kita semakin banyak tahu sesuatu tidak menambah   kedekatan kita kepada Allah SWt.

Waallahu ’alamu bishawabi

Medio, 4 Agt '15

»»  LANJUT...