Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Jumat, 23 Maret 2018

Pohon Kedzaliman

Pohon Kedzaliman

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمام الرّحيم

Sungguh dunia ini sangat menggelikan, sebab banyak dihiasi  dengan tingkah yang lucu penghuninya.  Banyak orang  mengaku pintar dan sedikit yang mengaku bodoh.  Banyak orang  menanam pohon kedzaliman dan menikmati buahnya, mengira tidak ada yang tahu.  

***
Dzalim berasal dari kata dhalama, yang berarti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya .   Kata dzalim merupakan ismufailnya, pelakunya.    Selanjutnya  kata dzalim teradopsi dalam bahasa Indonesia yang berarti  bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil dan kejam.

Allah SWt berfirman;

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

 وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ

يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ 

هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).  Dan orang-orang yang kafir pelindung-pelindungnya ialah syaitan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).  Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah [2]:257).

Dalam ayat di atas Allah SWt mengawali firman-Nya dengan kata iman, Dia sebagai pelindung orang-orang yg beriman.  Artinya sebagai pelindung orang-orang yang teguh pendirian menegakkan kalimat Allah, bilamana menyimpang  (masuk dalam kegelapan)  Dia segera menolongnya kembali pada iman (kepada petunjuk-Nya).  Adapun kegelapan  (kekafiran ) yang tersebut dalam ayat tersebut adalah pengingkaran terhadap kebenaran (ayat-ayat Allah) setelah tersampai pada mereka.   Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa penyandang kekafiran tidak terbatas pada golongan tertentu saja, boleh jadi terlekat pada kaum yang mengaku muslimin.

***

Rezeki dapat berupa materi seperti rumah, sawah ladang, kendaraan dsb. Selain itu rejeki juga bisa berujud non materi seperti ilmu, jabatan atau penghargaan di tengah masyarakat.   Meraih rezeki dapat bernilai ibadah bila dilakukan sesuai dengan aturan moral yang ditetapkan Allah SWt (syar’i),  bahkan Rasul menggambarkan sebagai salah satu bentuk jihad. 

وَ مَنْ كَدَّ عَلَى عِيَالِهِ كَانَ كَالمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Barang siapa bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dia bagaikan seseorang yang berjuang di jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar”. (HR Ahmad)

Orang yang menapaki jalan jihad bagaikan  berjalan di bawah naungan cahaya Ilahi.   Mereka  laksana para pejuang yang berlomba berebut buah-buah kebaikan yang benihnya akan tumbuh menjadi pohon-pohon yang buahnya bermanfaat sebagai penopang jiwa kehidupan dirinya dan orang lain,   sebab nutrisi halal yang terkandung di dalamnya.

Di sisi lain ada orang yang mencari rezeki melewati jalan kegelapan (kedzaliman), meski mereka telah ditunjuki jalan terang.   Di antaranya adalah melalui jalan kamoplase,   fitnah, penyebaran berita bohong (hoax),  menabur  kebencian,  bertindak secara bengis,   karupsi, penghembus isu sara dsb. yang kita sebut sebagai jalan kekufuran, biasanya dilatarbelakangi oleh kesombongan (QS. Al Baqarah [2]:34) dan keputusasaan (QS. Yusuf [12]:87).   Allah SWt menjelaskan bahwa di akherat kelak amal-amal mereka tertolak.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ 

مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا

 “Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya dia tidak mendapati sesuatu apapun”.  (QS An Nur [24]:39)

Mereka laksana menanam benih, kemudian benih itu tumbuh menjadi pohon dan berbuah.  Setiap saat mereka menikmati buahnya, buah yang memberi kenikmatan semu. Demikianlah gambaran orang yang beramal yang di dalamnya masih terkandung kedzoliman.   Pada ayat lain Allah SWt menjelaskan sebagai perbuatan keji yang tersembunyi,  seperti termaktub dalam ayat berikut:  

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ

 وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ

“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun tersembunyi dan perbuatan dosa melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.” (QS Al-A’raf [7]:33).

Tentang perbuatan haram  tersembunyi ini juga telah dijelaskan oleh Rasul ;

اِن الحلال بيِّن و إن الحرام بيِّنٌ و بينهُما مُثْتَبِهَاتٌ لا

 يعلمهن كَثِيرٌ مِنَ النّاسِ

فمن اتقى ألشُبُهاتِ إستَتبْرَأ لِدِينِهِ و عِرْضِهِ, وَمَنْ وَقَعَ 

فِى ألشُبُهاتِ وَقَعَ فِى الحَرَامِ

Sesungguhnya yang halal  itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antra ke duanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar, meragukan ) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.  Maka barang siapa yang menghindarkan dirinya  dari syubhat ia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatan dirinya.  Barang siapa yang terjerumus dalam perkara sybuhat, maka dia terjerumus ke dalam perkara yang haram. (HR Bukhari dan Muslim).

***
Saudaraku yang budiman, tiada ujian yang berat dalam hidup ini melebihi beratnya ujian yang dibebankan pada para Rasul.  Kita hanyalah manusia biasa tidak perlu mengeluh dengan ujian yang kita hadapi, kecuali kepada-Nya.   Banyak pejabat yang meraih kedudukan dengan jalan kotor, menjijikkan.   Mereka hanyalah orang yang mengaku pintar, sebab orang pintar tidak akan pernah mengakui kepintarnnya, sedang orang bodoh tidak akan pernah mengakui kebodohannya.  Orang bodoh itu akan celaka, sebagaimana Rasul SAW bersada,

اَشَدُّ النَّاسِ حَسْرَةً يَوْمَ القِيَامَةِ رَجُلُ كَسَبَ مَالاً مِنْ غَيْرِ حِلِّهِ 

فَدَخَلَ بِهِ النّارَ

“Manusia yang paling celaka pada  hari kiamat nanti adalah seseorang yang mencari harta yang tidak halal, hingga dia masuk ke dalam neraka karena harta tersebut. (HR. Bukhari)

Mereka itulah penanam pohon kedzaliman yang setiap saat menikmati buahnya.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

WaAllahu ‘alamu bishawab.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri saya dan pembaca sekalian.  Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ

وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl, 24 Mar ‘18
06  Rajab 1439 H

»»  LANJUT...

Minggu, 11 Maret 2018

Jejak Maksiat Tidak akan Pernah Terhapus


Jejak Maksiat Tidak akan Pernah Terhapus

by
Budi Wibowo
بسم الله الرّمن الرّحيم

Engkau adalah cermin.  Kebeningannya bergantung pada percikan jejakmu.  Janganlah engkau lontari dengan percikan kotor,  barangkali engkau tak sempat membersihkannya.

***

Bila kita mau menyadari,  sebenarnya di alam ini berlaku ketetapan-ketetapan , dalam bahasa Alqur’an kita sebut sunnatullah.     Manusia  menyebutnya  dengan sebutan  hukum alam.  Di dalam hukum alam terkandung hukum-hukum  moral,  yakni  mengatur bagaimana manusia berperilaku  di muka bumi ini.   Sumber dari hukum alam adalah Pencipta alam semesta ( Allah SWt. ).   Muara dari hukum alam adalah keadilan

 Allah SWt berfirman ;

وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. (QS An Nisaa’ [4]:58)

Dalam bahasa Al Qur’an kata ‘maksiat’ berarti durhaka, maka perbuatan maksiat dapat kita kategorikan sebagai pelanggaran  terhadap hukum moral.    Lawan dari maksiat adalah mulia.    Dikatakan mulia karena amal perbuatan yang dilakukan melontarkan percikan-percikan pahala, sebaliknya perbuatan maksiat melontarkan percikan-percikan dosa.   Dalam Alqur’an disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di antara manusia adalah orang yang paling patuh terhadap penegakan hukum moral  yang ditetapkan Allah SWt. 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.”(QS Al Hujurat [49]:13)

Kita juga mendengar istilah hukum positip yakni aturan hukum yang ditetapkan oleh penguasa.   Pada dasarnya hukum positip merupakan elemen dari hukum alam , sebab bertujuan bagaimana menegakkan hukum moral .   Jadi tujuan manusia merumuskan aturan-aturan  (hukum positip) adalah untuk memberikan kepastian berlangsungnya hukum moral.   Tanpa adanya hukum positip tidak mungkin  sebuah negara terbentuk.  Oleh karena itu bukanlah dinamakan  produk hukum positip jika aturan hukum yang ditetapkan mencederai  keadilan,  sebab akan timbul ketidak-tentraman atau kegaduhan  jika ketetapan tersebut dijalankan .   
***
Manusia adalah pengukir sejarah untuk dirinya, artinya manusia sebagai pengukir catatan moral dirinya sendiri.   Demikian Allah SWt menerangkan sebagaimana termaktub dalam surat Yasin ayat 12:

إنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثَارَهُمْ

Dan kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (QS Yain [36}:12)

Catatan tersebut sebagai dokumen (bukti) perjalanan  manusia selama di dunia.  Oleh karena itu  tidak mungkin catatan tersebut akan terhapuskan.  Argumen ini disampaikan Allah SWt dalam ayat berikut:

إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ(8)يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ(9)

"Sungguh, Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati).   Pada hari itu ditampakkan segala rahasia". (QS. Ath-Thariq [86]:8-9).

Segala rahasia akan ditampakkan .  Rahasia itu meliputi apa yang terjadi antara hati hamba dengan Tuhannya dan antara sesama hamba.    Selanjutnya  Rasul SAW menerangkan bahwa Allah tidak melihat jabatan ,harta dan penampilan  seseorang, tetapi Ia hanya akan melihat apa yang terucap (terniat) dalam hati hamba dan perbuatan yang dilakukannya.
إنّ الله تعالى لا ينْظر إلي صواركم و أموالكم
 و لكنْ إنما ينظر إلي قلوبكم و أعمالكم

Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan pula harta-hartamu, tetapi Allah melihat pada hatimu dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim dan Ibn Majah).

Amal-amal perbuatan manusia sebenarnya merupakan penjelamaan dari ungkapan hati.  Ungkapan tersebut baru dicatat sebagai  pahala  atau dosa ketika seorang hamba telah  mengeksekusi dalam bentuk perbuatan lahiriah.   Allah SWt memberikan  bonus satu  kebaikan bila hamba  mengurungkan niat buruknya (perbuatan maksiat)

Kini menjadi jelas bahwa jika  seorang hamba telah melakukan perbuatan maksiat , perbuatan tersebut akan memercikkan dosa.  Tumpukan percikan itu akan semakin banyak jika si hamba tidak mengakui perbuatannya, sebab argumen baru yang dilakukan selain menambah percikan kotor juga menambah tumpukan jejak-jejak maksiat yang ada sebelumnya.   Jadi jejak-jejak maksiat seorang hamba tidak akan pernah terhapuskan.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

Wallahu  ‘alamu bishawab

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri saya dan pembaca sekalian.  Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl, 11 Mar '18
23 JumadilAkhir 1439 H

»»  LANJUT...