Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Minggu, 14 Agustus 2011

Tafsir Lagu Indonesia Raya


by
Budi Wibowo


Lagu ini digubah oleh seorang putra terbaik bangsa bernama WR Soepratman. Siapa Soepratman ? Saya sendiri tidak banyak mengetahui, namun dengan menggali tafsir lagu yang digubahnya, saya sangat menaruh pujian padanya. Sekilas saya dapat memprediksi bahwa Soepratman bukan sekedar penggubah lagu tetapi dia adalah seorang spiritualis yang memiliki pandangan mendahului generasinya dan bahkan generasi–generasi sesudahnya. Kita dapat merasakan alunan lagu dan syair yang digubahnya itu penuh kandungan nilai kerohanian, maka sungguh tepat bila Soekarno dan kawan-kawan seperjuangannya menetapkan lagu Indonesia Raya gubahan Soepratman sebagai lagu kebangsaan.
 


Teks

Naskah asli INDONESIA RAYA  *1)


Stansa 1:
 

Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe
Di sanalah Akoe Berdiri ’Djadi Pandoe Iboekoe
Indonesia Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe
Marilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe






Hidoeplah Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe
Bangsakoe Ra’jatkoe Sem’wanja
Bangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja
Oentoek Indonesia Raja


(Reff: Diulang 2 kali, red)
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja



*** 
Sebenarnya naskah asli terdiri dari 3 (tiga) stansa, karena stansa ini yang ditetapkan sebagai lagu kebangsaan menurut Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, maka 2 (dua) stansa lainnya tidak banyak diketahui. *2)


***

TAFSIR LAGU INDONESIA RAYA


Indonesai tanah airku tanah tumpah darahku.


Indonesia adalah nama sebuah wilayah berupa gugusan pulau yang berada di antara benua Asia dan Australia dan di antara samudera Hindia dan Pasifik.


Tanah airku (tanah dan air)

Tanah adalah tempat tumbuh berbagai macam hayati, dan tempat berbiak berbagai macam satwa selain itu di dalam tanah juga terkandung berbagai macam tambang, demikian juga air merupakan tempat tumbuh dan berbiak tumbuhan dan ikan serta hewan air lainnya. Semua diciptakan oleh Tuhan untuk menopang kelangsungan hidup manusia, sehingga dengan demikian manusia tidak mengalami halangan secara fisik dalam menunaikan perintah-Nya.

Kata ‘tanah airku’ merupakan ekpresi pengakuan bahwa kekayaan bumi di Indonesia ini adalah milik setiap jiwa yang ada di sana. Maka tidak dibenarkan bila penghuni yang menempati di dalamnya merasa sebagai pemillik mutlak tanpa ada rasa bahwa apa yang dia nikmati adalah sebagai titipan yang seharusnya rasa nikmatnya berdampak pada yang lain
Jadi, semua kekayaan baik darat maupun laut harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia terutama mereka yang lahir, hidup, dan mati di sana.


Tanah tumpah darahku,

Ketika lahir darah tertumpah dari rahim ibu, ketika berjuang mengusir penjajah banyak darah tertumpah di sana, ketika berjuang menghidupi diri dan keluarga dengan sekuat tenaga juga dapat diistilahkan dengan ungkapan berdarah-darah. Di mana semua itu dilakukan ? Di tanah Airku Maka dalam arti sempit tanah tumpah darahku, adalah tanah tempat setiap jiwa dilahirkan, dan dalam arti luas adalah tanah tempat jiwa lahir hidup dan mati.

Soepratman hendak mengatakan bahwa Indonesia tanah airku , Tanah tumpah darahku adalah Indonesia sebagai wadah bangsa ini berkumpul dan di dalam wadah itulah tempat lahir hidup dan mati dengan segala konskuensinya



Di sanalah Aku berdiri jadi Pandu Ibuku.


Di sanalah

Soepratman menggunakan kata 'di sanalah' mengapa bukan di sinilah ?
Kata ‘ di sana’ menunjukkan makna pelaku saat berucap tidak berada pada tempat di maksud. Padahal pelaku mungkin sebenarnya berada di tempat berucap
Bila demikian dengan maksud apa Soepratman membuat frase “Di sanalah Aku berdiri” ?

Dalam hal ini Soepratman hendak menjelaskan bahwa manusia itu sebenarnya pada saat yang sama dapat keluar dari dimensi ruang di mana fisik berada, bahkan dia diberi kemampuan untuk melihat dirinya sendiri baik secara fisik maupun secara rohani Anda dapat merasakan contoh kalimat metaforis di bawah ini :

Mari kita sejenak terbang melayang melihat sandiwara kehidupan manusia di punggung bumi ini, maka akan tampak oleh kita hamba-hamba yang menampakkan kealiman dan kedermawanan, tetapi dengan kepandaiannya itu digunakan untuk merampok hak orang lain……… Saudaraku mari kita injakkan kaki ke bumi kembali, jangan berkecil hati, ketahuilah bahwa memang di bumi ini banyak kholifah-kholifah palsu, meski pahit tetaplah tegakkan kebenaran dan terus tetaplah dalam jalan kebenaranmu.

Soepratman dalam kalimat ini menunjukkan bahwa diri kita pada hakekatnya adalah yang imateriil, yakni dia yang berada di balik tubuh atau jasad.


Aku berdiri jadi pandu Ibuku

Mengapa Soepratman tidak memilih kata ‘Aku tampil menjadi Pandu Ibuku ?’ Kita dapat membandingkan dua kalimat berikut :

Di sanalah Aku tampil menjadi pemandu Ibuku‘. dengan kalimat ‘Di sanalah Aku berdiri menjadi pemandu Ibuku

Soepratman memilih kata ’berdiri’ karena kata ini lebih mengandung unsur kesopanan (etika) sebab obyek yang menjadi sasaran adalah ’Ibu’ adalah sosok yang sangat dihormati bahkan ada sebagian pemikir mengatakan bahwa Ibu ’ memiliki kedudukan ke dua dari sosok yang paling dihormati manusia (pertama Tuhan dan kedua Ibu).

Kata ’berdiri’ ketika berpadu dengan kata ’pandu’ memiliki makna diam dan bergerak. Kata ’berdiri’ lebih memberikan kontribusi makna ’diam’ , sedangkan kata ’pandu’ lebih memberikan kotribusi makna ’bergerak’. Kata pandu berarti ’penunjuk jalan’ atau ’guide’, juga dapat berarti ’yang membimbing’ atau ’yang memimpin’ atau ’yang mengarahkan’ atau ’yang menggerakkan’ Maka, tepat sekali jika Soepratman membuat untain kata Aku berdiri jadi pandu Untaian itu lebih memiliki kedalaman makna dibanding untaian kata yang lainnya, sebab bukankah dinamika kehidupan ini tidak selamanya tampak bergerak, bukankah sesekali tampak diam ?

***

Mengapa Soepratman memilih kata ’Ibu’ sebagai obyek? Bukankah ibu adalah sosok yang membimbing kita atau yang memberi susu atau yang menyuapi makanan kepada kita ?

Soepratman rupanya menangkap makna spiritualitas dari seorang Nabi ketika dipanggil oleh Tuhannya, pada saat di tengah perjalanan bertemu dengan sosok perempuan usia lanjut yang memanggil-mangil. Kemudian Nabi itu bertanya kepada Malaikat Jibril, ”Siapakah dia gerangan?” Jibril menjawab ”Dia adalah jelmaan Bumi.”

Maka makna Ibuku yang digambarkan Soepratman adalah Bumi, yakni tempat kita berpijak yang dalam hal ini adalah Indonesia tanah Airku Tanah Tumpah darahku.

Ketika masih bayi memang kita sangat bergantung kepada Ibu, namun ketika dewaasa yakni pada saat kita telah mampu membedakan hal baik dan buruk, kita sudah tidak bergantung kepada Ibu lagi. Justru sekarang Ibu yang harus kita bimbing karena dia telah mengalami kerentaan, pandangannya mulai kabur, pendengarannya mulai berkurang, kulitnya mulai keriput. Kita ingin agar Ibu selalu bergembira tidak menangis mernitikan air mata. Ibu kini telah lanjut usia, kini saatnya berbakti pada Ibu bagi setiap putra yang telah dapat membedakan baik dan buruk.


Bila Ibu adalah tanah air, tanah tumpah darah, kini keadaan Ibu telah renta karena telah banyak sumber daya alam tereksploitasi, maka tugas penghuninya adalah membangun negeri ini agar memiliki kehormatan/derajat yang mulia di hadapan bangsa-bangsa lain di dunia ini, bukan sebaliknya yakni merusaknya atau dengan kata lain mencabik-cabik Ibu Pertiwi. Inilah makna seorang anak harus memnghormat pada Ibunya. Inilah makna ’Aku jadi pandu Ibuku.’


Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku.

Kebangsaanku

Soepratman menegaskan bahwa unsur kebangsaan adalah bangsa, tanah dan air.

Kata jadian kebangsaan memiliki makna yang lebih luas dibanding kata bangsa itu sendiri. Kata ’bangsa’ berarti jenis atau ras atau corak, maka kata ’Indonesia kebangsaanku ’ dapat kita mengucapkan dengan kalimat ’Indonesia adalah nama yang menggambarkan corak negeriku’. Kata kebangsaan menunjukkan hal ihwal yang berkaitan dengan ras (nation), dan budaya (civil society). Sedangkan budaya itu sendiri berkaitan dengan kedudukan tempat atau topografi di mana manusia itu berada.

Indonesia adalah sebuah wilayah yang terdiri dari banyak pulau yang di dalamnya bertinggal beberapa macam ras. Ras melayu adalah ras yang banyak mendominasi wilayah ini. Banyaknya pulau menyebabkah budaya penduduknya terpecah menjadi beberapa macam corak.

Supraptman dalam lyrik ini hendak menggugah kesadaran bahwa Indonesia adalah negeri yang memiliki berbagai macam budaya (plural).


Marilah kita berseru Indonesia bersatu.

Meskipun kita berbeda dalam budaya dan ras, mari kita bersatu, mengusir penindas, mengusir kebodohan, mengusir sang angkara murka, mengusir ketidak adilan, mengusir kemunafikan, mengusir kesombongan.

Pendek kata Soepratman hendak mengungkapkan seruan untuk bersatu dalam mengusir demoralisasi dan menghindari disintegrasi dengan tujuan agar kejayaan Indonesia tumbuh bangkit dan berkembang.

Bunyi seruan itu adalah :

Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku,
Bangsaku, Rakyatku semuanya.



Lawan kata dari kata ‘hidup’ adalah kata ‘mati’ . Dalam seruan itu Soepratman melukiskan bahwa seakan bumi tempat dia berpijak mati, negeri yang dia miliki mati, bangsa yang dia miliki mati bahkan semua rakyat di negerinya mati.

Kata ’mati’ sepadan dengan pengertian ’tidak bergerak’, ’tidak menyala’ , ’tidak tumbuh’, ’tidak berkembang’, ’tidak berbunyi’, ’tidak memiliki rasa’.

Padahal kata mati itu sendiri memiliki disparasi pengertian, pengertian pertama adalah mati dalam pengertian sebenarnya yakni berpisahnya ruh dari jasad dan kedua memiliki pengertian tidak sebenarnya (kiasan), yakni hilangnya kesadaran. Sebuah ajaran agama mengajarkan bahwa orang yang sedang tidur adalah bagaikan orang yang mati.

Dalam lyrik ini Soepratman mengajak seluruh rakyat di negrinya agar sadar atas ketidak tahuan, atau keterbelakangan yang melanda negerinya. Seruan itu seperti bisikan yang menghembus-hembus telinga saudaranya yang tengah tertidur lelap.

Ketika rakyat di negeri ini sadar, seruan berikutnya adalah


Bangunlah jiwanya bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya


Pada larik ini, tidak terlihat lagi kata ganti orang pertama, seperti kata ’aku’ atau ’ku’ dan ’kita’ seperti terdapat pada larik-larik syair sebelumnya, seakan seruan itu muncul dari orang pihak ketiga, siapakah dia ?

Dia adalah Tuhan, Tuhan yang maha Esa. Soepratman benar, dia tidak salah menangkap suara tersebut sehingga dia selipkan suara itu dalam lagu yang digubahnya. ”Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya’ bukan terbalik ’Bangunlah Bandannya Bangunlah Jiwanya’.

Sebuah ajaran agama di negeri ini, mengajarkan bahwa Tuhan menyeru

”Carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu untuk kebahagiaanmu kelak di akhirat dan jangan engkau melupakan untuk kehidupanmu di dunia ini.


Firman itu mengajarkan bahwa orientasi hidup ini pertama adalah untuk kehidupan akhirat, baru kemudian kerjakan untuk dunia. Maka ketika jiwa ini telah memiliki pandangan hidup demikian benarlah adanya manusia itu menapaki hidup di muka bumi ini. Pandangan ini seharusnya menjadikan inspirasi bagi para pemimpin negeri ini sebagai pengambil kebijaksanaan., bahwa setiap langkah kebijaksanaan yang diambil dalam pembangunan harus mengedepankan pembangunan moral terlebih dulu daripada pembangunan yang lain, karena bangunan moral inilah yang nantinya menjadi fondasi yang berfungsi sebagai penopang tegaknya bangunan yang dalam hal ini adalah Indonesia Raya.

Tidak ada artinya membangun fisik industri canggih, misal industri pesawat terbang, industri perkapalan atau industri imateriil yang menghasilkan produk-produk kebijakan politik ketika pembangunan moral itu diabaikan. Semua bangunan itu akan rontok.

Dengan melihat kalimat yang diselipkan ke dalam lagu ini. Soepratman lebih dahulu menyadari dari pada kita, bahwa bila negeri ini ingin mencapai kemerdekaan strategi pembangunan yang seharusnya ditempuh terlebih dahulu adalah pembangun mental bangsa.

Suara itu seharusnaya terdengar dalam setiap dada anak bangsa, sehingga menyontakkan kesadaran seluruh anak negeri dengan teriakan,


Indonesia Raya, meredeka-merdeka !!!
Tanahku negeriku yang kucinta.


Kalimat ini menunjukkan ekspresi kesadaran yang menggambarkan bahwa setiap jiwa menginginkan terbebas dari segala tekanan.

Pada jaman perjuangan mengusir penjajah kesadaran ini benar-benar melekat dalam setiap anak negeri, sehingga seluruh potensi yang ada dalam jiwa dan raga tertuju untuk meraih kemerdekaan. Soekarno dan kawan-kawan segenerasinya telah berhasil membangun jiwa anak bangsa di negeri ini waktu itu. Satu tahap telah tercapai yakni bangsa ini dapat terbebas dari tekanan penjajah.


Soepratman memiliki visi yang jauh melampaui generasi dan bangsanya. Dia torehkan kata pekik merdeka ke dalam lagu gubahannya. Yang dalam lantunan diulang sebanyak dua kali. Filosofi pengulangan kata pekik merdeka itu menunjukkan bahwa kemerdekaan itu tidak selesai ketika kita telah berhasil mengusir penjajah saja. Pekik merdeka itu harus terus diteriakkan untuk menyadarkan anak cucu generasi mendatang bahwa setiap putra bangsa ini harus terbebas dari berbagai tekanan. Apakah itu berupa tekanan ekonomi, dominasi asing atau hal-hal lain yang menyebabkan teraniayanya anak cucu mereka di masa mendatang.

Indonesia Raya, meredeka-merdeka !!!
Hiduplah Indonesia Raya,


Hiduplah Indonesia Raya. dalam lyrik ini Soepratman mengajak seluruh rakyat di negerinya agar sadar atas ketidaktahuann atau keterbelakangan yang melanda negerinya di saat ini dan di masa datang.

***



Soepratman...
Seakan engkau satu-satunya pejuang yang masih mondar-mandir di negeri ini.
Kawan-kawanmu telah lelap dimakan bumi,

Kadang menitik air mata ini, ketika engkau datang menemui cucu-cucumu,
Teriakanmu seakan tidak ada yang memperhatikan,
Mereka menganggap engkau adalah kakek tua yang hanya membawa cerita lama.

Saudaraku...,
Dengarkan Soepratman...dia benar...
Ikutilah ajak-teriakannya....turutilah ..
bila engkau ingin hidup bahagia merdeka...


Semoga artikel ini bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian. Amiin

Bdl, 14 Agt 2011
BW
___________________________
Kupersembahkan dalam rangka menyambut HUT RI ke 66





Pustaka
*1) http://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Raya

*2) http://www.rakyataceh.com/print.php?newsid=2645  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar