Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Kamis, 26 Agustus 2010

Wali Allah

Oleh
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرحيم

Bila seseorang telah berkali-kali menebak dengan benar akhir cerita berbagai macam pentas drama yang digelar,  itu bukanlah sebuah kebetulan, tetapi itu merupakan sebuah kepandaian seseorang dalam membaca di balik tabir atau rahasia-rahasia di belakangnya.    Bila seseorang pandai mengetuk hati Sang Kholik, tersingkaplah tabir sehingga tampaklah rahasia di baliknya. Itulah orang yang selalu dalam buaian Sang Kholik, bagaikan bayi dalam pelukan Ibunya.

***

Allah Maha Pengasih dan Penyayang

Meskipun hanya teriak tangisan, sang Ibu  mampu membaca bahwa bayinya menghendaki agar popok yang basah penuh kencing itu digantikan, atau  agar sang Ibu memberikan teteknya karena ia haus, atau  memberi pelukan  karena  ia merasa dingin perlu kehangatan dan kasih sayangnya. Demikian kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya, noktah-noktah kasih sayang itu tetap membekas meskipun sang anak telah dewasa. Ungkapan seorang Ibu selalu menyejukkan, merindukan dan memberi spririt bagi sang anak meskipun sang anak telah mampu terbang sendiri dalam hidupnya.

Ibu adalah kepanjangan tangan Allah dalam menaburkan sikap kasih-sayang (rahman-rahim) pada makhluk yang bernama manusia di bumi ini. Meskipun di samping Ibu ada Bapak namun Allah telah memberikan nilai lebih pada seorang Ibu, yakni nilai 3 (tiga) pada ibu dan 1 (satu) pada Bapak. Perhatikan hadist berikut;

”Dari Abu Harirah RA berkata telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW lalu bertanya;



يا رسول الله من أحقّ النّاس بحسن صحابتى ؟ قال أ مّك , قال ثمّ من ؟ قال ثمّ أمّك , قال ثمّ من ؟ قال ثمّ أمّك, قال ثم من ؟ قال ثمّ أبوك
“ Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling wajib dihormati di antara orang yang bergaul denganku ? Rasul berkata :” Ibumu”, Kemudian siapa ? Rasul berkata : “kemudian Ibumu.”, Kemudian siapa ?, Rasul berkata :”Kemudian Ibumu.”, kemudian siapa ? Rasul berkata :”Kemudian Bapakmu.” (HR Bukhori)

Bila anak berlaku menyimpang bahkan masyarakatpun membenci dan mengucilkannya maka hanya ada seorang yang tidak membencinya dan bahkan membawakan makanan kepada anak yang terkucil tersebut, dialah Ibu yang dulu pernah melahirkannya. Bahkan seburuk apapun seorang Ibu tidak rela ketika anaknya di aniaya, dia segara membela  ketika anak memohon dan mengiba kepadanya. Tuhanpun melalui lisan utusannya berpesan bahwa janganlah menganiaya sesama hamba Allah , karena di antara do’a yang segera Ia penuhi  adalah do’a orang-orang yang teraniaya.

إتّقوا دعوة المظلوم : فأنّها تحمل على الغمام يقول الله و عزّتى و جلا لى لأ نصرنّك ولوبعد حين (رواه الطبرنى )

Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya do’a orang yang teraniaya itu dibawa ke atas awan, lalu Allah berfirman,”Demi kemuliaan dan keagungan-Ku benar-benar Aku akan menolongmu sekalipun dalam beberapa waktu lagi.” (HR Thabrani).

Begitulah sikap seorang Ibu ia bagaikan kepanjangan tangan Allah SWT dalam menabur sifat Maha Kasih-Nya, tanpa peduli hamba itu seorang brandal atau koruptor ulung sekalipun.

Mungkin seorang Ibu memiliki lebih dari satu anak , meskipun berasal dari rahim yang sama anak memiliki sifat yang berbeda. Dalam hal yang normatif seorang ibu dianggap berlaku adil dalam bersikap kepada anak-anaknya, namun dalam keadaan tertentu akan memberikan sikap yang berbeda pada masing-masing anak.   Ibu  bijak tentu akan memberi hadiah yang lebih pada  anak-anaknya yang patuh, meskipun kelebihan hadiah itu hanya berupa perhatian dan rasa sayang.    Itulah Ibu dia menaburkan rasa sayang yang lebih dengan pilih-pilih.    Demikian juga Allah Dia mengasihi hamba-Nya tanpa pilih-pilih tetapi menyayangi hamba-Nya dengan pilih-pilih.

Begitu besar peranan Ibu hingga ada orang yang mengatakan bahwa Ibu adalah Tuhan ke dua (bukan bermaksud syirik) setelah Allah SWT, perhatikan

الجنّة تحت أقدام الأ مهات

Syurga itu berada di bawah telapak kaki Ibu (HR Imam Syuyuti )

Hadist ini berhubungan dengan nilai keridhaan ibu (3) yang lebih besar di banding dengan nilai keridhaan ayah (1).

Maka keridhaan Allah SWT adalah menurut keridhaan Ibu, mendurhakai Ibu  sepadan dengan durhaka kepada Allah SWT.

***

Wali Allah / Kekasih Allah (Orang yang Mencitai Allah)

Tidak banyak manusia (selain para Nabi) yang mendapatkan kasih sayang  lebih dari Tuhannya.   Curahan kasih yang lebih ini disebabkan  kecintaan yang mendalam ( patuh) pada-Nya sehingga AllahSWT merubah dalam hati mereka dengan hilangnya rasa khawatir dan sedih.

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(62)الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ(63 )

”Ingatlah sesungguhnya wali-wali (kekasih) Allah itu tidak ada rasa kekhawatiran dalam diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus [10] : 62-63


"إنَّ من عباد الله عبادا يغبطهم الأنبياء و الشهداء" قيل من هم يا رسول الله لعلنا نحبهم, قال : " هم قوم تحابوا بنور الله على غير أموال و أنساب" وجوههم نو ر و هم على منابر من نور لا يخافون إذا خاف الناس ولا يحزنون إذا حزن الناس" (رواه النساء و ابن حبان فى صحيحه)

“Sesungguhnya di antara hamba Allah itu terdapat hamba-hamba di mana para nabi dan suhada iri kepada mereka. Sahabat bertanya siapakah mereka ya Rasulullah agar kami (juga) mencintai mereka ? Rasul berkata:” Mereka adalah sebuah kaum yang saling mencintai dengan sebab Allah bukan karena harta dan keturunan.” Wajah mereka bercahaya dan mereka berada di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, tidak ada ketakutan pada saat manusia ketakutan dan mereka tidak bersedih ketika manusia merasakan kesedihan ( HR An Nasai dan Ibn Hiban dengan sanad shahih).
   Mereka itu adalah para kekasih Allah selain para nabi dan suhada.

Seperti halnya  Ibu, ketika sang anak tersayang memohon sesuatu maka segera ia memenuhinya. Demikian juga para wali Allah ketika ia berdo’a segera Allah mengabulkannya.

إنّ من عبا د الله من لو أقسم على الله لا برّه

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat seseorang yang seandainya ia berdo’a kepada Allah niscaya Dia mengabulkannya
(HR Bukhari dan Muslim).

Para wali Allah dapat ditemukan dalam komunitas umat Islam, mereka mungkin berada di tengah-tengah para pengkaji /pengamal Al Qur’an, para cendekiawan (ulama’), ahli jihad (orang yang suka mengangkat senjata di jalan Allah), mungkin juga dapat dijumpai pada kalangan pedagang, buruh maupun petani. ( Ibn Taimiyyah). Selanjutnya Ibn Taymiyyah mengatakan bahwa penampilan Wali Allah secara lahiriah tidak dapat dibedakan dari yang lain dalam komunitasnya. Menurutnya bahwa betapa banyak orang jujur yang berjaket dan betapa banyak orang zindik yang bermantel. Jadi belum tentu Wali Allah berpakaian jubah serta jidat  menghitam dan batu tasbih selalu dalam genggaman. 



***
Ahmad Abdul Latief Badr, menuliskan bahwa Wali Allah itu adalah pembantu, yang menguasai urusan dan yang dekat dengan Allah SWT. Wali –dengan tiga arti ini- menunjukkan bahwa ia adalah

1. Orang yang membantu agama Allah, yakni mengajak-ajak kepada agama Allah, memperhatikannya, menjaganya dan tidak lalai dalam menjalankan agama tersebut

2. Orang yang berbuat sesuai dengan jalan yang semestinya (ajaran-ajaran agama),  yakni bersambungnya ilmu dengan amal, tanpa dibuat-buat atau terpaksa dan riya’


3. Orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan tha’at. yakni orang yang ikhlas niatnya, benar nuraninya, bersih hatinya dan terbebas dari hal-hal yang meragukan jiwanya.

Tiga ciri di atas menurut  Ahmad Abdul Latiif Badr, merupakan ciri “Wali” Allah, di luar itu adalah palsu.

Wali Allah bukan orang yang terbebas dari dosa (maksum) tetapi dia adalah orang yang terpelihara (terjaga) dari perbuatan dosa (maksiat),  jika ia melakukan kemaksiatan sangat menyesalinya dan segara bertobat dengan tobat yang sempurna sebagai bentuk pengakuan adanya sebuah dosa pada dirinya. (Muhammad Amin Al kurdi)

Orang-orang demikian, dalam situasi biasa maupun mendesak memiliki ”karomah”. Muhammad Amin al Kurdy menjelaskan bahwa karomah adalah perkara (kejadian) di luar kebiasaan atau kejadian luar biasa. Allah SWT telah menggambarkan kejadian luar biasa itu dalam Al Qur’an tentang kisah Siti Maryam, yang mampu mengetuk hati sang Kholik dengan menghadirkan buah-buahan musim dingin maupun musim panas. Kemudian kejadian luar biasa pernah terjadi pada seorang menteri yang bertugas sebagai sekretaris Nabi Sulaiman AS yang istiqomah menjalankan perintah agama, bernama Ashif bin Barkhiya, ketika Sulaiman AS menginginkan agar singgasan Bilqis di boyong ke wilayahnya , Ashif bin Barkhiya memohon kepada Allah agar singgasana tersebut dipindahkan secepat kerdipan mata, kemudian Allah SWT segera mengabulkannya. Kejadian lain adalah kisah Ashabul Kahfi yang diberikan kemampuan bertahan hidup selama 309 tahun tidur tanpa makan dan minum.

Wali Allah adalah orang-orang yang beriman, dengan kesempurnaan imannya itu dia mampu menyingkap rahasia-rahasia di balik tabir, sebagaimana telah digambarkan pada seorang menteri dari Nabi Sulaiman AS. Nabi berpesan takutlah terhadap firasat orang-yang beriman..

إتّقوُا فراسة المؤمن : فانّه ينظر بنور الله (رواه التمدى

“Takutlah kalian terhadap firasat orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan cahaya Allah.” (HR Turmudzi)

***

Jadi wali Allah itu memang ada, mereka adalah orang-orang yang istiqomah melaksanakan perintah agama sehingga Allah sangat menyayanginya. Dengan kepandaian mengetuk hati Sang Kholik menjadikan dia dapat mengungkap rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik kalimat Allah baik kalamullah yang tertulis dalam Al Qur’an maupun kalamullah yang terjadi pada benda ciptaannya. Walllahu ‘alam bishawab.





Daftar Pustaka
 
Al Qur’an karim. Karya Toha Putra. Semarang.

Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995 M/1416 H. Mukhtarul Ahadits An Nabawiyah.
(Diterjemahkan oleh Mahmud Zaini. Judul : Mukhtaru Ahadis). Pustaka Amani Jakarta. Hal. 9,129.

Ibn Taymiyyah. 2000M/1420 H. Al-Furcan Bayn al Awaliya’ ar-Rahman wa
Awliya’ asy-Syaythan. (Diterjemahkan oleh Arief B, Iskandar, S.S., Judul : Wali Allah Kriteria dan Sifat-sifatnya). PT Lentera Basritama. Jakarta. Hal. 99

Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir. Maktab Dar Ihyaa Al Kitab
‘Arabyyah. Indonesia. Hal 145.

Kurdi, Muhamad Amin. 2006M/1427 H. Tanwierul Qulub. Al-Haramain Jaya.
Indonesia. Hal. 410, 411,412.

Latief Badr, Ahmad Abdul.____. Tanwierul-Qulub. (Dieterjemahkan oleh M Adib . .
Bisri) Pustaka Amani.. Jakarta. Hal. 11.

Muhammad, Abdullah. Ishaq Abdurahman. 2004M/1424 H. Tafsir Ibnu Katsir.
(Terjemah). Pustaka Imam Asy-Syafii. Jilid 6. Bogor. Hal. 217

Munawir, A, W. 2002. Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap
Pustaka Progrsiff. Surabaya.

Zainuddin, Abi Al Abas._______. Tajridush Sharih Li Ahaditsi Jami’ush Shahih.
Al-Alawiyyah. Semarang. Juz II. Hal 138.


Bdl, 25 Agt 2010.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar