Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Minggu, 14 November 2010

Kehendak Tuhan di Balik Keberagaman

(Dalam Rangka Menjalin Hubungan antar Peradaban)

by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان الرّحيم




Yang membedakan manusia dengan binatang adalah adanya cita-cita. Cita-cita itu berawal dari sebab diciptakannya akal pada diri manusia. Seandainya akal itu tidak diciptakan niscaya tidak terjadi perkembangan teknologi. Seandainya tidak terjadi perkembangan teknologi, tentu tidak akan terjadi perubahan, bila tidak terjadi perubahan keadaan manusia seperti hidup dalam peradaban purba, hidup menyatu dengan alam , hutan-hutan tetap subur, burung-burung masih banyak berkicau merdu satwa-satwa tidak punah, bunga-bunga harum semerbak, dan berbagai pohon menghasilkan buahnya yang beraneka macam. Pendek kata bumi bak taman yang indah di dalamnya bernaung makhluk-mahkluk yang selalu merasa nikmat, menikmati limpahan sumber daya yang tak terputus.

Atau kalau kita mau membayangkan sebelum manusia diturunkan di muka bumi ini, tentu bumi dipersiapkan terlebih dahulu dengan berbagai macam isinya, kalau boleh saya katakan lingkungan awal /ekosystem bumi ini berada pada titik paling optimal, kita ibaratkan bagaikan perawan remaja yang cantik menawan pemikat hati setiap priya.


Tuhan Memikulkan Amanat Kepada Manusia


Kemudian Tuhan berbicara kepada gunung maukah gunung mengemban amanat untuk menjaga bumi ini ? Atau menjaga agar ekosystem bumi agar tetap terjaga seperti sedia kala. Gunung menjawab : ”Tidak sanggup.”

Kemudian Allah berbicara kepada manusia. Ternyata manusia menyanggupinya. Mengapa ? Karena manusia zalim dan sangat bodoh.


إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al Ahzab [33 ] : 72).

Dalam hadist kudsi Allah berfirman ;

Wahai Adam ! Sesungguhnya Aku telah menawarkan ”amanat” kepada langit dan bumi, namun mereka tidak mampu. Apakah engkau sanggup memikul dengan segala akibatnya?
Adam berkata :”Apa yang saya dapat daripadanya?”
Allah menerangkan: ”Jika engkau menyia-nyiakannya engkau disiksa.”
Adam berkata :”Baiklah saya pasti dapat memikul dengan segala akibatnya.”

Tidak berapa lama kemudian (sekedar selama waktu antara sholat shubuh dan ashar ia berada di syurga) terjadilah peristiwa dengan syetan sehingga ia dikeluarkan dari syurga
. (HQR Abu-Syaikh dari Ibn Abas r.a).

Sinyal kezaliman dan kebodohan manusia itu sebenarnya juga telah diungkapkan oleh malaikat, dan kini telah terbukti bahwa manusia benar-benar membuat kerusakan di muka bumi ini dan bumi tidak pernah sunyi dari pertumpahan darah.

Bila kita resapi sebenarnya amanat yang dibebankan pada manusia itu intinya pertama adalah perintah menjalin hubungan baik (tasamuh) sesama makhluk Tuhan yang terdiri dari manusia beserta lingkungannya, dan kedua adalah keharusan tetap menyembah Tuhan dengan tidak menduakan-Nya. Lihatlah firman Allah sbb;

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash (28):77)

dan firman Allah SWT berikut:


وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar kezaliman yang besar".(QS. Luqman [31]:13)


Keberagaman Merupakan Keniscayaan

Firman Allah di bawah ini adalah sebuah firman yang mengemukakan tentang otoritas Tuhan bagi seluruh makhluknya, dan perlu dijadikan sebagai pemikiran yang mendalam bagi setiap manusia di muka bumi ini.


وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً

“Andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja (QS Al Maidah [5] :48)

Selanjutnya dalam ayat lain Tuhan memberikan keterangan tujuan global diturunkannya keberagaman manusia, tersebut:


يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

"Wahai manusia sesungguhnya kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.“ (Al Hujurat[49]:13)

Jadi keberagaman itu merupakan suatu keniscayaan, bahkan secara fisik tidak ada manusia yang sama di muka bumi ini, meskipun kemajuan pengetahuan telah menemukan adanya kembar identik, sidik jari manusia belum ditemukan ada yang sama sampai sekarang , bahkan keberagaman itu bukan dalam bentuk fiskal saja tetapi termasuk dalam gagasan-gagasan yang terkandung dalam benak manusia.

Adanya perbedaan gagasan ini menjadi logis bila di muka bumi ini timbul golongan-golongan dengan keyakinan yang berbeda-beda pula. Maka manjadi wajib bagi Tuhan untuk melindungi golongan-golongan dengan keyakinan yang mereka bawa dengan syarat mereka tidak membawa kerusakan di muka bumi ini, sebaliknya menjadi otoritas Tuhan untuk menghancurkan manusia yang membuat kerusakan di muka bumi ini, sebagaimana umat Su’aib AS, yang memiliki kebiasaan mengurangi takaran dan timbangan atau dengan kata lain korupsi (QS Huud [11] : 85 dan 94).

Maka tidak heran apabila negeri orang kafir sekalipun, ketika mereka benar-benar meletakkan keadilan (dalam bahsa Alqur’an tidak mengurangi timbangan) di situ Allah menurunkan ketentraman (sunyi dari azab dunia) karena mereka telah melaksanakan salah satu dari dua amanah yang telah disebutkan dalam Alqur’an di atas. Sebaliknya Tuhan tetap konsekwen dengan ketetapan-Nya , bahwa meskipun suatu negeri penduduknya mayoritas muslim Dia tetap akan menghukumnya bila tidak amanah.

Bila demikian benar bahwa manusia itu amat bodoh dan zalim seperti firman Allah dalam surat QS. Al Ahzab [33 ] : 72) :




Jenis Kebodohan Manusia

Kebodohan pertama. Kebodohan ini adalah murni bawaan manusia bahwa manusia itu bodoh di hadapan Tuhannya, karena keterbatasan akalnya. Munzir mengkategorikan sebagai kebodohan sederhana. Kebodohan ini tergambar ketika Allah mengajari Adam nama-nama benda yang ada di bumi ini. Dengan kata lain ”Manusia diperintahkan untuk mengetahui dengan indera yang telah dianugerahkan dan menggunakan akalnya untuk mengetahaui apa yang ada di balik benda itu” . ”Pelajarilah!”, ”Bacalah !” dengan selalu menyebut kebesaran-KU, Aku
Akan mengajarimu karena kamu bodoh !”


عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang mangajari manusia sesuatu yang belum diketahui manusia". (QS. Al Alaq [96 ] :1 dan 5)

Terjadinya banjir di Jakarta maupun meluapnya lumpur Lapindo adalah salah satu contoh akibat kebodohan manusia pada tingkat ini.


Kebodohan kedua. Kebodohan ini lebih dekat pada penjelmaan manusia seabgai budak nafsu. Boleh jadi manusia telah belajar dan menguasi ilmu-ilmu pengetahuan tetapi pengetahuan yang diperoleh dengan tindakan yang dilakukan tidak bersambung. Anda dapat melihat janji-janji politik calon pemimpin yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia. Hedonism dan individual oriented adalah pandangan hidup mereka . Faktor utama dari kebodohan ini adalah pengkhianatan terhadap ajaran agama dan keringnya pelajaran nilai moral. Dalam komunitas muslim kebodohan demikian itu lebih banyak didominasi orang munafik. Mereka adalah orang-orang yang merasa lebih pintar dibanding orang lain


وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ

Dan bila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab :”Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al Baqrqh [2] :11)

Imam Gozali r.a merumuskan lima dasar kebutuhan pokok manusia dalam rangka mewujudkan perintah Allah yang berkaitan menjalin hubungan baik sesama manusia dan pelestarian alam (Al Qashash (28):77), yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan kepemilikan harta. Pemeliharaan lima prinsip ini disebut dengan istilah maslahah, yakni segala sesuatu yang menjadi hajat hidup, kebutuhan dan mejadi kepentingan yang berguna dan mendatangkan kebaikan bagi seorang manusia (bhs Arab maslahah) sedangkan sebaliknya disebut mudharat. (dikutip dari Johan Efendi). Dalam ranah internasional kebodohan pada tingkat ini menimbulkan kerusakan terkenal dengan sebutan ”Pelanggaran hak asasi (kebutuhan dasar) manusia.

Kebodohan ketiga adalah yang berkait yang dengan hak Tuhan, yakni dalam masalah theoligis. Dalam pandangan monotheisme , Allah adalah Dia yang Esa, Dia yang telah memberikan nikmat tak terihitung, Dia adalah kekasih sejati manusia, maka menjadi wajar jika Dia cemburu bila manusia menduakan-Nya. Bila manusia mati dalam keadaan demikian maka Dia akan menyiksa di akhirat nanti. Namun dalam kecemburuannya itu Tuhan tetap sayang kepada makhluk yang bernama manusia, sebagai konsekwensi dianugerahkannya akal, dengan sebab itu manusia diberi kebebasan dalam mewujudkan gagasan mereka termasuk dalam penentuan keyakinan (theologis). Perintah Tuhan seperti ayat berikut;


تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitahu kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-An’am [6] :108)

Ekses perbedaan keyakinan ini sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Peperangan yang terjadi di bumi ini sebenarnya lebih banyak diselubungi oleh masalah agama. Kita dapat melihat mulai dari Perang Salib, Perang Palestina, Pengeboman WTC, perang Irak sampai dengan kerusuhan Ambon . Tidak saja dalam lintas antar agama dalam internal agama itu sendiripun terjadi, dalam suatu hadist disebutkan bahwa kaum Yahudi terpecah menjadi 70 sekte, kemudian Kaum Nasrani menjadi +/- 70 sekte, Islampun demikian pula diawali pada zaman kekholifahan Ali bin Abu Tholib KWh, mulai dari situlah Islam terbagi ke dalam beberapa sekte. Di dalam masing-masing agama itu selalu saja terbentuk kelompok-kelompok pondamentalis yang sering dikenal dengan sebutan kelompok haluan keras.

Tidak perlu heran bila sampai sekarang ada suatu kelompok dalam komunitas Islam yang menganggap kelompok mereka paling benar yang lain dianggapnya kafir dan halal darahnya. Kelompok inilah penyebab terbentuknya pencitraan buruk pada Islam (Islam Pobia). Padahal Tuhan tidak menghendaki demikian, perhatikan firmanNya;



وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah akan menolong orang yang menolongNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj [22]:40). .

Ayat tersebut dengan jelas menerangkan bahwa manusia dengan predikat apapun agamanya dilarang saling merusak dan membunuh.

Bila demikian apakah Tuhan salah? Tidak, Tuhan tidak pernah salah. Sebenarnya Tuhan telah mengajarkan melalui manuscrib yang membahas esensi diri-Nya bahwa Tuhan itu Esa, maka dari itu umat Islam mengimani kitab-kitab sebelum Al Qur’an (di antranya adalah Taurat, Zabur dan Injil) yang diturunkan kepada para Rasul atau Nabi sebelum Muhammad SAW. dalam Alqur’an Tuhan berfirman;

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Tidak ada paksaan dalam agama, sungguh telah jelas (perbedaan) kebenaran dari kepalsuan, karena itu, barang siapa menolak tirani (Al-thaghut) dan percaya kepada Tuhan, maka sebenarnya ia telah berpegangan kepada tali yang amat kuat dan tidak akan putus. Allah Maha mendengan lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2] :256)

Tetapi manusia sering terjebak pada posisi (maqam) yang salah yang sebenarnya itu adalah maqam Tuhan, kadang ada yang membabi buta mengambil posisi tersebut, padahal Tuhan berfirman;



إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

"Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu". (QS. Al-Hajj [22] : 17).

Dan Tuhan melarang manusia membunuh atau menyerang antar agama lain dengan tanpa alasan yang benar.


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

"Tidak ada salahnya kalian bersikap adil dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak menyerangmu karena alasan agama dan tidak mengusirmu dari tempat tinggalmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-rang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]:8).

Jadi manusia itu memang zalim dan bodoh mereka selalu melakukan pertikaian di antara mereka dalam satu internal maupun antar lintas agama.


Kesimpulan

Lantas apa makna saling mengenal yang telah dituturkan Tuhan dalam penciptaan manusia di muka bumi ini? Bila kita simak tulisan di atas dapat kita simpulkan bahwa makna pertama adalah agar terbentuk keadilan sosial bagi seluruh umat di dunia ini. Keniscayaan ini sebagai konksekwensi diciptakannya akal yang berakibat terbentuknya keberagaman manusia baik secara fiskal maupun dalam ide-ide (gagasan).


إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl [16]:90)

Makna kedua bahwa manusia dilarang ikut mencampuri ide-ide atau gagasan keyakinan yang bersifat eksklusif karena ini merupakan garapan Tuhan, namun manusia dipersilakan untuk saling mempertemukan gagasan-gagasan yang bersifat inklusif (keterbukaan) demi mejaga kelestarian makhluk 
di muka bumi ini, meminjam tafsir Nurcholis Majid ( QS Al-Zumar [39]:17-18) bahwa keterbukaan adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Keterbukaan serupa itu dalam Kitab suci disebutkan sebagai tanda adanya hidayah dari Allah, dan membuat yang bersangkutan tergolong orang-orang yang berpikir mendalam (Ulul Albaab) yang sangat beruntung.

Demikian tulisan ini saya buat semoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian. 

Amiin. Wallahu ‘alamu bishawabi.
وصلّى الله على سيّدنا محمّد و على آله و اصحايه وسلّم

=========================

Ditulis Pada Tgl 11 Nopember 2010; Ketika Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, dalam rangka mempromosikan Ide Menjalin Hubungan antar Peradaban.


PUSTAKA


Al Qur’an Karim
Usman, Ali,M. Dahlan, H,A,A. Dahlan H,M,D. 2006. Hadiits Qudsi. CV Penerbit
           Diponegoro. Bandung. Hal. 71.
Effendi, Djohan. 2010. Pembaharuan Tanpa membongkar Tradisi. PT Kompas Media
           Nusantara. Jakarta. Hal. 196
Ghozali, A.M. 2009. Argumen Pluralisme Agama. Kata Kita. Pesona Depok Estate
          AL-4, Depok 16431. Hal. xvi
Muzhairi, Husain. 2005. Al-Fdha’il wa ar-radha’il :fi akhlaq al-israh wa al-mujtama’a
          Diterjemah oleh Ahmad Subandi. Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani.
          Lentera. Jakarta. Hal. 69.
Majid, Nurcholish. 2009. Cita-cita Politik Islam. Paramadina. Jakarta. Hal. 114





Tidak ada komentar:

Posting Komentar