(Sebuah Renungan dalam Pemilihan Pemimpin)
oleh
Budi Wibowo
إذا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ, قَالَ : كَيْفَ اِضَاعَتُهَا ياَ رَسُو لاللهِ ؟ قَالَ : إذاَ أُسْنِدَ الأَمْرُ إلَى غَيْرِ أهْلِهِ , فاَنْظِرِ السَّاعَةَ
Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah masa kehancurannya. Nabi ditanya seseorang:”Bagaimana caranya menyia-nyiakan amanat itu?” Rasulullah menjawab:”Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada bukan ahlinya.” (HR Bukhari).6
***
Allah menciptakan manusia di dunia ini pada dasarnya adalah ,untuk dijadikan sebagai khlifah dan agar beribadah (menyembah) kepada-Nya.
Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah [2] : 30.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi “. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah , padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs Al Baqarah [2]:30).
Selanjutnya Allah juga berfirman dalam QS Adz-Dzariat :[51] : 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.( Adz Dzariat :[51] : 56 )
dari ayat-ayat tersebut dapat kita ambil kata-kata kunci:
1. Kholifah;
2. Kekhawatiran Malaikat, bahwa manusia hanya akan membuat kerusakan di muka bumi belaka dan
3. Peribadatan.
Pengertian Khalifah
Kata khalifah menurut Al Qur’an dapat bermakna sebagai pergantian generasi , kepemimpinan, dan wakil Allah SWT untuk menegakkan hukum-hukumNya di muka bumi ini.3
1. Pengganti Generasi
Al Qur’an Surat Yunus [10]:14
ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلآئِفَ فِي الْأَرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”.
Ayat ini mengisahkan kaum yang mengingkari kerasulan nabi-nabinya. Kemudian Allah menghancurkan dan mengganti generasi berikutnya. Selain itu kandungan ayat ini sekaligus mengisyaratkan bahwa tugas manusia di dunia ini adalah sebagai pengganti dan penerus pendahulunya. Apa yang diganti ? Ternyata selain fisik dari generasi sebelumnya juga kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan nilai ke-Islaman atau aturan Allah.
2. Kepemimpinan.
QS Al-Anam [6]:165
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائفَ فِى الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan Dialah yang mejadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu."
Ayat ini menggambarkan bahwa setelah Allah menciptakan langit dan bumi seisinya, kemudian Ia menyerahkan kepada manusia sebagai pemimpinnya. Dalam konsep ini terkandung makna bahwa manusia diberi tugas untuk mengelola potensi bumi sebagai sarana takwa kepada Allah SWT.
3. Wakil Allah sebagai Penegak Hukum-HukumNya di Muka Bumi
Nabi bersabda;
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِى الأرْضِ , يأ وِيْ إلَيْهِ كُلُّ مَظْلُوْمٍ
“Penguasa itu adalah bayangan Allah di muka bumi, di mana setiap orang yang teraniaya akan meminta perlindungan kepadanya" 2
QS Shad [38]:26:
يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikankamu khalifah (penguasa) di muka bumi , maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah".
Ayat ini menggambarkan bahwa konsekwensi logis dari tugas manusia di muka bumi ini memilih pemimpin di antara mereka dan para pemimpin itu harus melaksanakan program Allah dalam bentuk syariat. Keputusan-keputusan yang diambil harus adil dan selalu berada dalam koridor aturan Allah SWT.
Jadi, dari tiga item di atas Allah mengajarkan bahwa setiap manusia mengemban tugas yang sama yakni sebagai pengganti dan penerus generasi sebelumnya kemudian memelihara syariat Allah. Dari dua pokok tugas ini kemudian Allah membuat fitrah pada hambanya untuk menduduki jabatan politik (pemimpin umat), demi memelihara kelangsungan generasi dan tegaknya syariat, sebagaimana Allah mencontohkan dengan menunjuk Daud AS sebagai pemimpin.
Dalam tugasnya sebagai khalifah, manusia dalam takaran sebagai individu diperintahkan untuk berbuat adil. Ikon adil ini harus tetap melekat dalam diri seorang hamba meskipun hamba tersebut menduduki sebuah jabatan politik.
***
Kekuasaan politik dianugerahkan Allah SWT kepada seorang hamba melalui satu ikatan perjanjian Ikatan itu terjalin antara sang penguasa dengan Allah SWT dan dengan masyarakatnya di pihak lain. Ikatan ini terjadi karena adanya janji untuk melaksanakan amanat. ”Berbuat adilllah !” Demikian Allah memerintahkan para pemimpin umat di muka bumi ini. Allah sangat perhatian terhadap hambanya yang mendapat kepercayaan memimpin umat ini. Rasul menggambarkan, dalam hadist sbb;
ثلثة لا تردّ دعوتهم الامام العادل و الصائم حين يفطر و دعوة المظلوم
“Tiga golongan manusia do’a mereka tidak akan ditolak Allah SWT yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa yang hendak berbuka dan orang yang teraniaya”(HR Ahmad, Turmidi dan Ibn Majah).4
Namun ketika amanat itu tidak ditunaikan maka Allahpun membatalkan dan masyarakatpun tidak ada kewajiban untuk patuh kepadanya.
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”, Ibrahim berkata : (Dan saya mohon juga ) dari keturunanku. Allah berfirman:”Janjiku tidak mengenai orang-orang yang dzolim.” (Al Baqarah [2]:124).
Tidak ada kewajiban mematuhi pemimpin yang mengingkari amanat, sebagaimana diajarkan oleh Abu Bakar ٍShidiq r.a. dalam pidatonya:
أطِيْعُونِيْ مَاأطَعْتُ اللهَ وَرَسُولَهُ,فَإذَاعَصَيْتُ الله َوَرَسُولَهُ فَلاَ طاعَةَ لِي
“Taatilah saya, selama selama saya taat kepada Allah dan Rasulnya. Kalau saya bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban taat kepada saya”.5
Pernah pada suatu hari Abu Dhar mengajukan permohonan kepada Rasul,sbb:
Dari Abu Dhar, berkata: “Saya berkata , wahai Rasul mengapa tidak engkau pekerjakan aku untuk diangkat menjadi pejabat?” Dia berkata “lalu beliau (Rasul saw) memukul dengan tangannya pada pundakku, kemudian beliau bersabda:”Wahai Abu Dhar, sesungguhnya engkau lemah, dan jabatan itu merupakan amanat, dan pada hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan. Ingatlah, barang siapa mengambilnya maka harus mencarinya dan menunaikan amanat: (HR Muslim, dan Ahmad bin hambal)5
Ancaman Pemimpin dan Masyarakat yang tidak Mengemban Amanah.
Ketika seorang pemimpin tidak menunaikan amanat berarti dia telah siap mempertaruhkan dirinya ke dalam neraka dengan siksaan yang paling berat, demikian juga bagi masyarakat yang hanya mencari kesempatan mencari kedunyaan dalam mendukung seorang peimimpin pada saat pemilihan pemimpin. Nabi bersabda:
“Orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat adalah orang yang menyekutukan Allah dalam kekuasaannya, sehingga dia berbuat lalim (tidak adil) dalam menjalankan hukum2 Allah SWT.” 2
Allah sangat membenci pemimpin yang tidak jujur atau tidak mengemban amanat seperti yang terungkap dalam QS Ali Imran :77);
الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang2 yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit , mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata dengan mereka dan tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka adzab yang pedih”.
Demikian juga bagi masyarakat ketika mereka tidak mengemban amanat Allah SWT , mereka akan mendpata adzab baik dari atas maupun dari bawah;
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ
“Katakanlah:”Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dari golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlan, betapa Kami mendatangkan tanda2 kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya. (Al An’am : 65)
Ibnu Abas ra menafsirkan bahwa adzab dari atas itu adalah penguasa yang dzolim sedangkan dari bawah itu adalah kekacauan yang terjadi pada masyrakat itu sendiri.
Rasul Bersabda:
ثلثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم و لهم عذاب أليم رجل على فضل ماء بالفلاة يمنعه من ابن السبيل و رجل بايع رجلا بسلعة بعد العصر فحلف له بالله لأخذها بكذاوكذا فصدّقه وهو على غيرذلك و رجل بايع إماما لايبايعه إلا لدنيا فان أعطاه منها وفى و إن لم يعطه منها من يف
“Ada tiga golongan manusia yang pada hari kiamat Allah tidak akan mengajak mereka berbicara, tidak melihat mereka serta tidak pula menyucikan mereka dan mereka akan memperoleh adzab yang pedih. Yaitu orang yang tidak memberikan kelebihan (sisa ) air pada Ibn Sabil yang meminta dengan sebab kehausan, orang yang mengadakan persetujuan penjualan sebuah barang dagangan dengan orang lain setelah waktu ‘asar kemudian bersumpah dengan nama Allah bahwa sungguh dia telah mendapatkan barang tersebut demikian-demikian padahal dia berbohong, Seseorang yang berjanji kepada pemimpin ia tidak akan melakukan kecuali untuk urusan dunia, jika ia memberikan sesuatu padanya niscaya ia memenuhinya (mendukungnya), jika ia tidak memberi sesuatu padanya niscaya dia tidak mendukungnya. (HR Ahmad, Buchori dan Muslim) 4
Jadi demikian juga pada masyarakat yang mendukung seorang pemimpin maupun calon pemimpin hanya dengan sebab urusan dunya bukan karena Allah SWT.
***
Sejak awal Malaikat mengkhatirkan bahwa dunia ini rawan kerusakan dan pertumpahan darah dengan diciptakannya manusia sebagai kholifah di muka bumi ini. Ungkapan Malaikat ini ternyata benar, namun semua ini hanya Allahlah yang berkuasa dan Maha mengetahui. Kita dapat melihat dalam media masa baik melalui surat khabar maupun elektronik. Pemilihan pemimpin daerah sering menimbulkan kurban yang tidak terhingga. Makna ‘ibadah sudah tidak melekat lagi pada masyarakat. Mereka lupa atau mungkin tidak pernah mengaji tentang tujuan Allah menciptakan mereka di muka bumi ini. Bukankah kita harus hidup damai memelihara tali silaturahmi dan memelihara sumberdaya alam yang telah di sediakan Allah untuk disyukuri, bukan malah merusaknya
Type Pemimpin yang Dikehendaki Allah SWT.
Bila kita mau menangkap makna ucapan Malaikat ;
وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
"Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Seakan akan Malaikat menghendaki agar dia yang menjadi pemimpin di bumi ini, namun Allah tidak menghendaki demikian. Malaikat tidak diberi kemampuan untuk itu; yakni ketika Malaikat disuruh Allah untuk menyebutkan nama-nama benda yang ada di muka bumi ini ia tidak mampu menyebutkannya; Argumen ini dapat kita temukan dalam Surat Al Baqarah [2] : 31-32;
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ(31)قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا
“Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda) semuanya kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berkata:”Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. Mereka menjawab:”Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (Al Baqarah [2] :31-32).
Pertanyaannya, jadi sebenarnya type manusia yang dikehendaki Allah sebagi pemimpin itu seperti apa?
Allah memberi petunjuk bahwa selain mampu berbuat adil ( QS Shad [38]:26: ) seorang pemimpin harus memiliki kekuatan atau keberanian melakukan perbuatan-perbuatan besar terutama dalam memberantas kedzaliman (اُوْلِئالأَيْدِي ) dan memiliki pengetahuan yang luas ( اُوْلِئ الا بْصاَرِ ). Sebagaimana Firman-Nya dalam surat As Shad[38]:45.
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَهِمْ وَ إسْحَاقَ وَيَقُوْبَ أثلآئِكَ اُوْلِئ الأَيْدِي وَ الابْصاَرِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (As Shad [38]:45).
Saya mengajak jamaah sekalian mari kita jaga persatuan dan perdamaian. jangan mudah terpancing dan tergiur dengan propaganda-propaganda murahan. Jadilah masyarakat yang cerdik dan jadilah masyarakat yang religius, sehingga kita selalu dalam bimbingan Allah SWT.
Mari kita berdo’a semoga pemilihan kepala daerah di manapun di bumi Nuasantara ini berlangsung dengan tertib dan semua komponen masyarakat memahami peran masing-masing, bagaimana sepatutnya menjadi kholifah di muka bumi ini.
.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Daftar Pustaka
2. Al Mawardi, Abi Hasan Ali. 1992. Adabud Dunya Wad Din. Darul Fikri Hal 96
3. Anwar, R. Rozak, A. 2003. Ilmu Kalam. CV Pustaka Setia. Bandung. Hal 191.
4. As Suyuti, Al Imam. _______. Al Jami’ush Shogir. Dar Ihyaaul Kitab Al ’Arabiyah.
Idonesia. Hal. 140,141
5. Miri, Djamaluddin. 2007. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum
Islam, Keputusan Mukytamar,Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2004
M). Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Surabaya. Hal. 618,660-
661.
6. Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995. Mukhtarul Ahadist An-Nabawiyah. (Terjemah).
Pustaka Amani. Jakarta. Hal. 27
-----------------------
Bdl, 30 Juni 2010;
(Saat Berlangsung Pilkada Wali Kota Bandar Lampung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar