by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان الرّ حيم
Seiring dengan berjalannya waktu
manusia dituntut agar terus meningkatkan ketaqwaannya (kita dapat merenungkan
kembali mengapa perintah puasa selalu diulang setiap tahunnya), pernyataan ini berkaitan dengan tuntutan
keharusan semakin tingginya keyakinan (iman) dengan berjalannya waktu. Dengan kata lain Allah SWT menghendaki
hamba-Nya agar tetap memelihara semangat
pencarian cahaya pada posisi puncak pencariannya
***
Pikir itu pelita hati, artinya pikiran itu yang
menerangi hati, ketika seseorang dikatakan buta hati atau gelap hati, dapat
bermakna bahwa pikiran tidak mampu
memancarkan cahaya untuk menerangi hati.
Di sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata kunci dari fenomena
pelita yang dimaksud adalah kata
“cahaya”.
مَا كُنْتَ تَدْرِى مَاالكِتَابُ
وَلاَ الإمَانُ وَ لَكِنْ جَعَلنَا هُ نُوْرَاً نَهْدِى بِهِ مَنْ نَّشَآءُ مِنْ
عِبَادِيَا
"Sebelumnya
kamu tidak mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak mengetahui apakah
iman itu tetapi Kami
menjadikan Al Qur'an itu cahaya. Kami tunjuki siapa yang Kami kehendaki
di antara hamba-hamba Kami." (Asy Syura [42] : 52)
Bagi orang yang mau berpikir akan mengatakan bahwa
seluruh jagat raya ini menunjukkan kebesaran Allah SWT, maka dapat kita katakan
bahwa setiap fenomena jagat raya ini sebenarnya adalah cahaya. Dengan pikiran, cahaya ditangkap,
kemudian diteruskan ke dalam hati sehingga timbulah sebuah keyakinan,
semakin besar cahaya itu menerangi hati semakin kuat pula keyakinan yang
diperoleh hamba tersebut. Dapat kita
simpulkan bahwa sebenarnya alam ini begitu kuat dan besar memancarkan cahaya Ilahi.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pikiran itu
selalu digunakan untuk memikirkan kebesaran Allah SWT atau tidak?
Oleh karena itu membaca Al Qur’an yang benar, bukan sekedar membaca atau
membunyikan saja tetapi membaca Al Qur’an harus diikuti dengan mengerahkan seluruh potensi pikir untuk
menemukan cahaya di dalamnya. Secara
tersirat Allah SWT telah mengajari kita hal
demikian, seperti tertulis dalam firman-Nya berikut;
وَلَقَدْ
ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya telah kami buatlah bagi
manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka pelajari”
(QS Az-Zumar [39 ]:27).
Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah SWT mengajari
kita agar mengerahkan seluruh potensi pikir itu untuk menggali Firman-firman-Nya.
Sebagai
contoh mari kita perhatikan Firman Allah SWT sbb:
Yaa
Sin, Demi Alqur’an yang penuh hikmah. Sesungguhnya, engkau (Muhammad)
adalah salah satu dari rasul-rasul (QS Yasin [36]: 1-3) .
Kata الْحَكِيمِ dalam kamus Al Munawir berarti arif atau bijaksana,
sedangkan dalam tafsir Jalalain disebutkan dengan makna المحكم
بعجيب النظم (dikerjakan
dengan teliti, dengan rangkaian
(kata-kata) yang mengagumkan)1. Para ulama
mengganti makna kata tersebut dengan kata hikmah, yang mengandung makna kebijaksanaan, ilmu, filsafat, peribahasa atau pepatah. Maka ayat 1 dan
2 surat Yasin dapat kita ucapkan;
Wahai
Manusia, demi Al-Qur’an yang penuh hikmah. ( disusun
penuh ketelitian yang di dalamnya banyak mengandung
kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, filsafat, peribahasa atau pepatah.)
Jika
Allah telah bersumpah bahwa “Demi Al Qur’an yang penuh Hikmah”, maka barang
siapa selalu mempelajari Al Qur’an (bila Allah SWT menghendaki )
niscaya dia akan mendapatkan ilmu, pelajaran atau petunjuk, sehingga dalam
setiap gerak dan langkahnya menggambarkan isi Al Qur’an. Dikatakan dia adalah ahli hikmah.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ
فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal." (Al Baqarah [2]:269)
Seiring dengan berjalannya waktu manusia dituntut
agar terus meningkatkan ketaqwaannya (kita dapat merenungkan kembali mengapa
perintah puasa selalu diulang setiap tahunnya),
pernyataan ini berkaitan dengan tuntutan keharusan semakin tingginya
keyakinan (iman) dengan berjalannya waktu.
Dengan kata lain Allah SWT menghendaki hamba-Nya agar tetap memelihara
semangat pencarian cahaya pada posisi
puncak pencariannya.
Demikian renungan ini, semoga bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Aaamiin.
و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله
وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawabi
PUSTAKA
Al Qur’an Karim,
4 Muhamad, Jalaluddin dan Abdurahman, Jalaluddin.
____. Tafsir Al Qur’anu
Adzim. Jilid 2. Maktab Imam. Surabaya. Hal. 122
Betul banget tuhhhhhh
BalasHapusCara Ampuh Mengatasi Nyeri Lutut
Obat Tradisional Ambeien paling Ampuh
Pengobatan Osteoporosis Secara Herbal
Obat Tradisional Stroke Berat paling Ampuh
Obat Tradisional Stroke Yang Ampuh Tanpa Efek Samping
Obat Tradisional Asam Urat yang Ampuh
Obat Sakit Pinggang Herbal Alami
Assalamu alaikum wr. wb. Mas Bud, kok lama nggak posting lagi mari mengajinya, Saya terakhir terima bulan september
BalasHapus