Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Kamis, 25 Juni 2015

Esensi Taqwa

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحية

Setiap manusia adalah pengukir sejarah bagi dirinya sendiri.  Secara tidak kita sadari mesin perekam sejarah itu berjalan terus pada diri kita.   Pernahkah kita berpikir bahwa betapa banyak catatan buruk yang  terus terukir dalam lembaran hidup kita yang nanti akan dibacakan di hadapan Allah SWT ?  Pada hari itu dibuka lembaran hidup kita  selama  hidup di dunia.
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

Pada hari itu ditampakkan segala rahasia. (QS Ath Thoriq [86]:9)

Pernahkah kita sadari bahwa segala yang  tidak tertangkap oleh mata manusia dan malaikat, bukan menjadi rahasia bagi Tuhan ?  Padahal hari itu ditampakkan segala rahasia.  Sangat mengerikan bagi penyandang dosa-dosa besar yang masih dalam penangguhan pengampunannya.   Kalau dosa itu timbul karena melukai Allah SWT masih mudah diharap pengampunannya, tetapi bagaimana bila dosa itu sebab melukai sesama manusia ?   Pengahapusan itu baru tunai jika orang yang kita lukai  telah memaafkan, kemudian penghapusan itu baru terjadi bila kita benar-benar tidak akan mengulang perbuatan keji itu di masa mendatang.

فاِنَّ هَؤُلاَءِ لا يُغْفَرُ لَهُمْ حَتَّى يَتُبُوا وَيُتْرَكُوا

Mereka  tidak diampuni hingga bertaubat dan suka meninggalkan.”  (Al Hadist dari Abu Hurairah dalam Duratun-nashihin). 

Allah Swt menyebutkan ciri orang yang bertaqwa dalam surat Al Imron ayat 135 sbb;

وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya, sedang mereka mengetahui.  (QS Al Imran [3] : 134-135 ) 


 
Jadi dalam kata taqwa terkandung makna penjagaan atau pemeliharaan, begitulah ulama menyimpulkan.

Tolok ukur kecerdikan seseorang di hadapan Allah SWT adalah seberapa kuat seseorang mampu melakukan penjagaan nilai ketaqwaan tersebut dalam dirinya.  Puasa Romadhan merupakan salah satu therapy atau riyadhah saja yang diwajibkan  untuk  melakukan penjagaan tersebut, kemudian  sikap itu dilanjutkan di luar bulan puasa.

Ada makna tersirat dari firman-Nya yang termaktub dalam surat Al Baqarah 183, bahwa ending point dari hamba yang melakukan puasa adalah “Agar hamba menjadi manusia yang bertaqwa” artinya  menyikapi berbagai suport atau rangsangan yang di “blow up” Allah SWt di bulan tersebut harus dimaknai sebagai ibadah yang  bukan bersifat temporer belaka, meskipun perintah itu diberikan setiap tahun sekali.   Kita tidak boleh berfikir matematis bahwa   tidak masalah mengulangi perbuatan keji yang sama di luar bulan Ramadhan toh nanti akan datang lagi bulan pengampunan itu.  Pernyataan demikian mengandung makna tipu daya hamba pada Tuhannya.   Bila kita berpikir demikian,  menjadi tidak bersambung pernyataan bulan puasa sebagai bulan yang penuh rahmat, pengampunan dan pembebasan dari api neraka.    Allah SWT  berfirman;

يَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu.  Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”(QS Al Anfaal [8]:30).

Ayat tersebut menggambarkan betapa manusia ada yang  hendak melakukan makar (tipu daya)  kepada Allah SWT, mereka lupa bahwa Allah SWt  di atas segala-galanya. 

***
Jadi esensi dari taqwa sebagai ending point ibadah puasa adalah  penjagaan agar selalu terhindar dari perbuatan keji  yang sama di masa mendatang.  Kuatnya seseorang  melakukan penjagaan inilah menunjukkan tingkat kecerdikan seorang hamba di hadapan Allah SWT.  Maka ibadah puasa yang dialakukan setiap tahun sekali tidak benar jika kita  sikapi sebagai ibadah yang bersifat temporer.   Semoga semakin bertambahnya usia semakin meningkat kwalitas hidup kita di hadapan-Nya.  Amiin.

Wallahi ‘alamu bishawabi

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم


Pustaka
Alqur’an karim
1   _____1987.   Duratun-nashihin.  Penerjemah : Abu        H.FRamadlan Mahkota.  Surabaya.  Hal.                 822.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar