Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Senin, 20 Januari 2014

MUHASABAH

 by
Budi Wibowo

بسم الله الرّمان الرّحيم

Arti Muhasabah
Kita sering mendengar istilah muhasabah, dalam bahasa Arab ditulis dengan مُحَاسَبَةَ    (muhaasabatan) yang berarti perhitungan, merupakan bentuk masdar dari wazan ( حاسب)  يُحَاسِبُ)) (مُحَاسَبَةَ ).  Makna yang popular adalah mengevaluasi diri atau interospeksi.
  
Tujuan Muhasabah
Tujuan muhasabah adalah untuk perbaikan diri agar keburukan di masa lalu tidak terulang kembali pada masa mendatang.    Allah SWT telah memerintahkan kegiatan demikian  sebagaimana  tersirat dalam QS Surat Al Hasyr [59]:18;

 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

“Wahai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah SWT,  hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (QS Al Hasyr [59]:18 )


Kisah Muhasabah

  1. Sesungguhnya Nabi Daud AS sering menyamar menanyakan pendapat mereka tentang perilaku dirinya.   Datanglah malaikat Jibril  AS. dalam bentuk seorang manusia.  Maka Nabi Daud AS bertanya padanya: “Wahai pemuda, apa komentarmu tentang nabi Daud ?” Dia berkata :”Daud adalah manusia yang paling baik, hanya saja dia mempunyai satu kelemahan. “Beliau bertanya “Apa itu?” Dia berkata:” Dia makan dari kas negara.”  Nabi Daud kemudian segera kembali ke mihrabnya menangis dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dia berkata :”Wahai Tuhanku, beritahukanlah kepadaku suatu pekerjaan yang dapat  kulakukan dengan tanganku, selanjutnya dapat menjadikanku terlepas dari kas negara.”  Maka Allah SWT memberitahu kepadanya untuk memproduksi baju besi.  

وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ

“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk memelihara kamu dalam peperanganmu (QS Al Anbiya [21]:80)

Begitulah Nabi Daud AS setiap kali  selesai mengurusi urusan rakyat /pemerintahan, beliau membuat baju besi kemudian dijualnya untuk menghidupi diri dan keluarganya.1

  1. Nabi SAW pernah mengumpulkan para sahabat lalu menyatakan bahwa siapa yang pernah disakitinya maka pada hari itu dia siap menerima balasan dari mereka yang pernah disakitinya itu.2

  1. Umar bin Khotob RA.  Sering bertanya kepada para sahabatnya tentang kelamahan atau kekurangan dirinya.  Umar berdo’a : “Mudah-mudahan Allah SWT memberi rahmat pada orang yang mau menunjukkan kepadaku mengenai kelemahan-kelemahanku”.3

Pembahasan
Dari keterangan dan kisah yang telah dipaparkan tersebut di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa

1.      Allah SWT memerintahkan agar setiap diri selalu sibuk metani (mencari-cari) kelemahan atau kekurangan diri masing-masing, bukannya sibuk mencari-cari kekurangan orang lain.

2.     Kita kadang sulit menemukan kelemahan yang melekat pada diri kita, tetapi dengan bertanya kepada orang lain tentang kelemahan diri kita merupakan tindakan yang mulia.

3.      Kritikan atau ungkapan mengenai kelemahan kita dari orang lain sebenarnya merupakan sebuah rahmat Allah SWT pada kita, oleh karena itu keadaan ini   harus kita terima dengan senang dan penuh kesabaran.  Allah SWT selalu bersama orang yang sabar dan adanya kritik akan memperbaiki kita.  Rasul bersabda;

اِذَا أَرَدَ اللهُ بِعَبْدِهِ خَيْراً فَقَّهَهُ فىِ الدِّيْنِ وَ زَهَّدَهُ فِى الدُّنْيَا وَ بَصَّرَهُ بِعُيُوبِ

Jika Allah SWT menghendaki kebaikan bagi seorang hamba-Nya, maka Dia akan memberi kepandaian dalam agama, menjandikan zuhud di dunia dan memperlihatkan aib (cacat) dirinya. (HR.Abu Na’im) 4.

Faqih = Pandai menangkap dan mengaplikasikan perintah agama;  Zuhud =  Sikap hidup yang tidak ngeboti  (memberati) materi keduniaan, tidak mengharamkan dan menyia-nyiakan yang halal, selalu berorientasi mancari pahala dan menjauhi maksiat.

Kesimpulan
Mudah menerima kritik tentang kelemahan diri menunjukkan tingginya derajat keimanan seseorang, sebaliknya orang yang mudah tersinggung atau tidak mau merima kritik dari orang lain menunjukkan rendahnya keimanan seseorang.   Wallahu ‘alamu bishawabi.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ

Pustaka
Al Qur’an Karim
1  Nashr Al Faqih.  1995.  Tanbihul Ghofilin.  Diterjemah
            oleh Achmad Sunarto.  Balai Buku.  Surabaya.
            Juz II. Hal 245 -250
2    Usman bin Hasan bin Syakir Al Khaubawi.  1987.  Duratun-
             nashihin.  Penerjemah : Abu H.F  Ramadlan.  Mahkota.
             Surabaya.  Hal. 216-218.
3   Al Gozali, Muhammad Abu Hamid.____. Mukasafatu
              Al-Qulub.  Al Haramain Indonesia. Hal 249.
4    Imam Suyuti. _______. Al Jaami’ush Shogir. Juz I.    Maktab
              Dar  Ihya Alkitab  Arabiyah. Indonesia. Hal. 17.
_________
* Telah disampaikan penulis dalam khutbah Jum’at menyambut   tahun baru 2014 M, di salah satu Masjid di Bandarlampung .

2 komentar: