Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Sabtu, 20 November 2010

Menarik Benang Merah Bencana Alam, Hari Pahlawan dan Ritual Idul Adha

(Materi Khutbah Jum’at tgl 19 Nop 2010 di salah satu Masjid di Bandar Lampung)

By
Budi Wibowo

بسم الله الرّمان الرّحيم


Jawaban Al-Qur’an Tentang Bencana

Bila kita bertanya mungkinkah Tuhan itu kejam ? Tidak, tapi mengapa Tuhan meledakan Merapi dan mengirimkan Tsunami ke negeri ini sehingga banyak saudara-saudara kita yang menjadi kurban? Mereka banyak kehilangan harta benda, jiwa, hewan ternak dan ladang pertanian yang tidak ternilai harganya, seakan Tuhan membiarkan sebagian anak bangsa ini menangis kelaparan dan menderita berbagai penyakit sebagai dampak bencana yang bertubi-tubi yang terjadi di negeri ini. Bila demikan untuk apa kita bersujud kepada Tuhan bila Dia tetap menyengsarakan kita, sementara hamba-hamba-Nya yang lain tidur nyenyak, tidak peduli dengan kita yang kelaparan di sini, anak kita entah kemana, Bapak dan Ibu kita entah kemana bahkan hingga sekarang kita masih merasakan duka teramat berat. Oh Tuhan ?! di mana keadilan-MU ?


Begitu kira-kira kegundahan yang terjadi pada sebagian saudara-saudara kita yang langsung menerima dan merasakan pedihnya bencana . Kemudian Allah menjawab kegundahan hamba-hambanya itu dengan kalam-Nya seperti berikut;


أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ(2)وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ(3


Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ”Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi ? Padahal kami telah menguji orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sessungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabut [29]:2-3 )

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

dan Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan.” (QS. Al Ambiyaa’[21]:35 )

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya(manusia). karena Kami hendak menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya .” ( QS. Al Kahfi [18]:7)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan Kami hendak menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”. (QS. Muhammad [47]: 31 )

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah [2]:155 )

Dan Akhirnya Allah berfirman;

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلاِِّ تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُون.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Tuhan kami Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian merekaَ, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya membisikan):”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (dengan memperoleh) syurga yang dijanjikan kepadamu." (QS AL-Fushilat [41]: 30)

Bila kita analisa dari rangkaian kalimat Allah tersebut di atas, Allah memberikan ujian yang berupa bencana alam pada hambanya karena Dia hendak menunjukkan,

1. Hamba-Nya yang benar dan yang berdusta (QS. Al Ankabut [29]:2-3 )
2. Hamba-Nya yang mau berjihad. dan bersabar. (QS. Muhammad [47]: 31 )
3. Allah hendak menunjukkan hal ihwal mengenai kebaikan dan keburukan pada hamba-Nya. (QS.                    Muhammad [47]: 31 ), dan
4. Allah hendak memberikan hadiah syurga bagi hamba-Nya yang bersabar dan teguh pendirian meng-       

     ikuti  bimbingan-Nya. (QS Al Baqarah [2]:155 ) dan (QS AL-Fushilat [41]: 30)


Hal Ihwal Ke-Indinesiaan

Idonesia adalah negara kepulaun yang memiliki gunung berapi paling banyak di dunia, posisinya terletak di atas pertemuan sabuk gua magma dunia dari barat (cyrcum mediteran) dan sabuk gua magma dunia dari timur (cyrcum pacyfic). Indonesia berada di sekitar garis katulistiwa dan memiliki musim hujan sepanjang tahun. Posisi demikian menjadikan negeri ini memiliki tanah yang subur. tetapi tidak pernah sunyi dari bencana alam. Sering terjadinya bencana alam gunung berapi dan tsunami secara tidak disadari membentuk karakter tersendiri bagi bangsa ini, yakni penghuninya telah terbiasa hidup saling menolong atau memiliki semangat gotong royong yang tinggi dan menggantungkan hidupnya dalam bidang agraris. Banyaknya pulau menciptakan penghuninya memiliki berbagai macam kebudayaan, bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia adalah percikan syurga yang terlempar ke bumi.

Semangat gotong royong merupakan potensi energi sosilal yang luar biasa. Soekarno dan kawan segenarasinya telah mampu membaca dan memanfaatkan potensi ini, sehingga mereka berhasil mengusir sang angkara murka yang bercokol lebih dari 3 (tiga) abad di bumi ini. Banyak anak bangsa yang gugur menjadi pahlawan jihad di bumi ini, mereka rela menjadi tumbal-tumbal revolusi demi tegaknya kebenaran di negeri ini.

Setelah Tuhan menghadiahkan kemerdekaan, mereka menyusun pedoman hidup/nidhom (dasar negara) yang ber tujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Panca Sila sila ke 5) dan ini memang selaras dengan perintah Allah SWT kepada manusia ketika menapaki hidup di bumi ini.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."(An-Nahl [16]:90)

Sesuai dengan nurani yang di anugerahkan Allah SWT pada bangsa ini, ditetapkanlah undang-ungdang yang menjamin kehidupan perekonimian dengan azas gotong–royong. Dengan demikian ditetapkan bahwa tiang penyangga utama (soko guru) perekonomian negeri ini adalah koperasi. Artinya basis-basis kekuatan perekonomian harus dikuasai bersama bukan oleh perorangan seperti yang terjadi di negara yang berpaham liberalisme.

Dunia ini memang diciptakan sebagai perhiasan. Keindahannya dapat menipu dan membengkokkan haluan hidup yang sebenarnya. Generasi sekarang sebenarnya hanya tinggal menikmati kemerdekaan dan mengisinya, namun tidak disadari bahwa generasi sekarang telah banyak menyimpang dari haluan yang dulu telah digariskan oleh para pendiri bangsa ini.

Semangat gotong royong yang dulu telah melekat berubah menjadi semangat saling menindas, yakni menjelma menjadi semangat korupsi bersama.
Industri-industri yang seharusnya dikuasai oleh koperasi kenyataannya dikuasai oleh para konglimerat. Para pemimpin seharusan dipilih berdasarkan keluhuran budi pekerti tidak dihiraukan lagi., siapa yang memiliki dukungan materi yang kuat dialah yang akan menguasai negeri ini.

Telah terjadi dosa besar pada bangsa ini, bangsa ini telah mengkhianati cita-cita luhur para pendirinya. Seharusnya bangsa ini pandai mengambil pelajaran, mengapa Allah menurunkan bencana lewat tsunami dan gunung-gunung berapi yang bertubi-tubi. Seharusnya bangsa ini pandai mengambil pelajaran mengapa Allah mewajibkan bagi yang mampu untuk memotong hewan kurban kemudian dagingnya dibagi kepada para tetangga kiri kanan dan para dhuafa (fakir miskin) dengan tidak pandang bulu apa golongan dan agama mereka.

Seharusnya bangsa ini pandai mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Jangan heran bila bangsa ini tidak mau mengambil pelajaran peristriwa-peristiwan yang telah lalu nanti Allah menurunkan cambuk peringatan (shauta ‘azab) yang lebih dahsyat lagi sebagaimana yang menimpa kaum Fir’aun, kaum ‘Ad, kaum Tsamut dan kaum Su’aib yang gemar mengurangi timbangan (karupsi).

Dalam Alqur’an disebutkan bahwa kaum Su’aib adalah kaum yang memiliki kebiasaan buruk yakni memiliki kebiasaan mengurangi timbangan (dalam istilah sekarang adalah karupsi) kemudian Allah menurunkan azab yang dahsyat, sehingga mereka terkubur rata dengan tanah. (QS Huud [11] : 85 dan 94).

Seharusnya bangsa ini dapat mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang sering terjadi di sekitarnya . Sebenarnya Allah telah memberi peringatan bagi bangsa ini, bila mereka bengkok dari cita-cita luhur para pendiri bangsa ini, Dia akan menurunkan azab dari atas yakni pemimpin yang tidak adil serta berbagai bencana lewat udara dan Allah akan menurunkan bencana dari bawah yang dalam tafsir disebutkan sebagai rakyat yang selalu bentrok dan gunung berapi beserta gempa dan tsunaminya, seperti tersebut dalam QS. Al An’am [ 6]: 65


قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ
 

“Katakanlah:”Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dari golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlan, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya". (Al An’am [6]: 65)


Rahasia di Balik Bencana di Indonesia

Bila dahulu banyak pahlawan yang gugur demi tegaknya kebenaran di bumi pertiwi ini kini pahlawan itu adalah saudara-saudara kita yang berada di lokasi bencana yang mengalami langsung tsunami dan gunung-gunung berapi .

Sebenarnya Allah SWT menurunkan bencana itu karena Dia hendak mengembalikan lagi semangat gotong royong yang telah pudar. Demikian juga Allah mewajibkan berkorban di bulan Haji ini bagi yang mampu adalah untuk mengobarkan kembali semangat gotong royong tersebut, dengan tujuan yang sama itulah sebab kita peringati hari pahlawan.

Semangat gotong royong merupakan kekayaan tersembunyi pada bangsa ini, kekayaan ini merupakan potensi energi sosial yang dahsyat yang tidak dimiliki bangsa lain. Soekarno dan generasinya telah mampu membuktikan energi tersebut sesuai dengan kebutuhan pada zamannya .

Semoga benar bahwa bencana-bencana yang kita alami hanyalah merupakan proses transformasi menuju bangkitnya kembali energi sosial tersebut. Amiin.

Allahu ‘alamu bishawabi.

وَنَفَعَنِى و اِيَاكُم بِالايَاتِ والذِّكْرِ الحَكِيْم .باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
 
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim dan Terjemahnya.______. PT Karya Toha Putra. Semarang.
Muhammad, Abdulah. Ashaq Asy Syeikh, Abdurahman. 1994. Lubabut Tafsir
         Min Ibn Katsir. Diterjemah oleh Abdul Ghaffar, judul : Tafsir Ibn Katsir. Pustaka
         Imam asy-Syafi’i. Bogor. Jild 3. hal. 232-233
UUD 1945.



»»  LANJUT...

Minggu, 14 November 2010

Kehendak Tuhan di Balik Keberagaman

(Dalam Rangka Menjalin Hubungan antar Peradaban)

by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان الرّحيم




Yang membedakan manusia dengan binatang adalah adanya cita-cita. Cita-cita itu berawal dari sebab diciptakannya akal pada diri manusia. Seandainya akal itu tidak diciptakan niscaya tidak terjadi perkembangan teknologi. Seandainya tidak terjadi perkembangan teknologi, tentu tidak akan terjadi perubahan, bila tidak terjadi perubahan keadaan manusia seperti hidup dalam peradaban purba, hidup menyatu dengan alam , hutan-hutan tetap subur, burung-burung masih banyak berkicau merdu satwa-satwa tidak punah, bunga-bunga harum semerbak, dan berbagai pohon menghasilkan buahnya yang beraneka macam. Pendek kata bumi bak taman yang indah di dalamnya bernaung makhluk-mahkluk yang selalu merasa nikmat, menikmati limpahan sumber daya yang tak terputus.

Atau kalau kita mau membayangkan sebelum manusia diturunkan di muka bumi ini, tentu bumi dipersiapkan terlebih dahulu dengan berbagai macam isinya, kalau boleh saya katakan lingkungan awal /ekosystem bumi ini berada pada titik paling optimal, kita ibaratkan bagaikan perawan remaja yang cantik menawan pemikat hati setiap priya.


Tuhan Memikulkan Amanat Kepada Manusia


Kemudian Tuhan berbicara kepada gunung maukah gunung mengemban amanat untuk menjaga bumi ini ? Atau menjaga agar ekosystem bumi agar tetap terjaga seperti sedia kala. Gunung menjawab : ”Tidak sanggup.”

Kemudian Allah berbicara kepada manusia. Ternyata manusia menyanggupinya. Mengapa ? Karena manusia zalim dan sangat bodoh.


إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al Ahzab [33 ] : 72).

Dalam hadist kudsi Allah berfirman ;

Wahai Adam ! Sesungguhnya Aku telah menawarkan ”amanat” kepada langit dan bumi, namun mereka tidak mampu. Apakah engkau sanggup memikul dengan segala akibatnya?
Adam berkata :”Apa yang saya dapat daripadanya?”
Allah menerangkan: ”Jika engkau menyia-nyiakannya engkau disiksa.”
Adam berkata :”Baiklah saya pasti dapat memikul dengan segala akibatnya.”

Tidak berapa lama kemudian (sekedar selama waktu antara sholat shubuh dan ashar ia berada di syurga) terjadilah peristiwa dengan syetan sehingga ia dikeluarkan dari syurga
. (HQR Abu-Syaikh dari Ibn Abas r.a).

Sinyal kezaliman dan kebodohan manusia itu sebenarnya juga telah diungkapkan oleh malaikat, dan kini telah terbukti bahwa manusia benar-benar membuat kerusakan di muka bumi ini dan bumi tidak pernah sunyi dari pertumpahan darah.

Bila kita resapi sebenarnya amanat yang dibebankan pada manusia itu intinya pertama adalah perintah menjalin hubungan baik (tasamuh) sesama makhluk Tuhan yang terdiri dari manusia beserta lingkungannya, dan kedua adalah keharusan tetap menyembah Tuhan dengan tidak menduakan-Nya. Lihatlah firman Allah sbb;

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash (28):77)

dan firman Allah SWT berikut:


وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar kezaliman yang besar".(QS. Luqman [31]:13)


Keberagaman Merupakan Keniscayaan

Firman Allah di bawah ini adalah sebuah firman yang mengemukakan tentang otoritas Tuhan bagi seluruh makhluknya, dan perlu dijadikan sebagai pemikiran yang mendalam bagi setiap manusia di muka bumi ini.


وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً

“Andaikata Tuhanmu menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja (QS Al Maidah [5] :48)

Selanjutnya dalam ayat lain Tuhan memberikan keterangan tujuan global diturunkannya keberagaman manusia, tersebut:


يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

"Wahai manusia sesungguhnya kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.“ (Al Hujurat[49]:13)

Jadi keberagaman itu merupakan suatu keniscayaan, bahkan secara fisik tidak ada manusia yang sama di muka bumi ini, meskipun kemajuan pengetahuan telah menemukan adanya kembar identik, sidik jari manusia belum ditemukan ada yang sama sampai sekarang , bahkan keberagaman itu bukan dalam bentuk fiskal saja tetapi termasuk dalam gagasan-gagasan yang terkandung dalam benak manusia.

Adanya perbedaan gagasan ini menjadi logis bila di muka bumi ini timbul golongan-golongan dengan keyakinan yang berbeda-beda pula. Maka manjadi wajib bagi Tuhan untuk melindungi golongan-golongan dengan keyakinan yang mereka bawa dengan syarat mereka tidak membawa kerusakan di muka bumi ini, sebaliknya menjadi otoritas Tuhan untuk menghancurkan manusia yang membuat kerusakan di muka bumi ini, sebagaimana umat Su’aib AS, yang memiliki kebiasaan mengurangi takaran dan timbangan atau dengan kata lain korupsi (QS Huud [11] : 85 dan 94).

Maka tidak heran apabila negeri orang kafir sekalipun, ketika mereka benar-benar meletakkan keadilan (dalam bahsa Alqur’an tidak mengurangi timbangan) di situ Allah menurunkan ketentraman (sunyi dari azab dunia) karena mereka telah melaksanakan salah satu dari dua amanah yang telah disebutkan dalam Alqur’an di atas. Sebaliknya Tuhan tetap konsekwen dengan ketetapan-Nya , bahwa meskipun suatu negeri penduduknya mayoritas muslim Dia tetap akan menghukumnya bila tidak amanah.

Bila demikian benar bahwa manusia itu amat bodoh dan zalim seperti firman Allah dalam surat QS. Al Ahzab [33 ] : 72) :




Jenis Kebodohan Manusia

Kebodohan pertama. Kebodohan ini adalah murni bawaan manusia bahwa manusia itu bodoh di hadapan Tuhannya, karena keterbatasan akalnya. Munzir mengkategorikan sebagai kebodohan sederhana. Kebodohan ini tergambar ketika Allah mengajari Adam nama-nama benda yang ada di bumi ini. Dengan kata lain ”Manusia diperintahkan untuk mengetahui dengan indera yang telah dianugerahkan dan menggunakan akalnya untuk mengetahaui apa yang ada di balik benda itu” . ”Pelajarilah!”, ”Bacalah !” dengan selalu menyebut kebesaran-KU, Aku
Akan mengajarimu karena kamu bodoh !”


عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang mangajari manusia sesuatu yang belum diketahui manusia". (QS. Al Alaq [96 ] :1 dan 5)

Terjadinya banjir di Jakarta maupun meluapnya lumpur Lapindo adalah salah satu contoh akibat kebodohan manusia pada tingkat ini.


Kebodohan kedua. Kebodohan ini lebih dekat pada penjelmaan manusia seabgai budak nafsu. Boleh jadi manusia telah belajar dan menguasi ilmu-ilmu pengetahuan tetapi pengetahuan yang diperoleh dengan tindakan yang dilakukan tidak bersambung. Anda dapat melihat janji-janji politik calon pemimpin yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia. Hedonism dan individual oriented adalah pandangan hidup mereka . Faktor utama dari kebodohan ini adalah pengkhianatan terhadap ajaran agama dan keringnya pelajaran nilai moral. Dalam komunitas muslim kebodohan demikian itu lebih banyak didominasi orang munafik. Mereka adalah orang-orang yang merasa lebih pintar dibanding orang lain


وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ

Dan bila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab :”Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al Baqrqh [2] :11)

Imam Gozali r.a merumuskan lima dasar kebutuhan pokok manusia dalam rangka mewujudkan perintah Allah yang berkaitan menjalin hubungan baik sesama manusia dan pelestarian alam (Al Qashash (28):77), yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan kepemilikan harta. Pemeliharaan lima prinsip ini disebut dengan istilah maslahah, yakni segala sesuatu yang menjadi hajat hidup, kebutuhan dan mejadi kepentingan yang berguna dan mendatangkan kebaikan bagi seorang manusia (bhs Arab maslahah) sedangkan sebaliknya disebut mudharat. (dikutip dari Johan Efendi). Dalam ranah internasional kebodohan pada tingkat ini menimbulkan kerusakan terkenal dengan sebutan ”Pelanggaran hak asasi (kebutuhan dasar) manusia.

Kebodohan ketiga adalah yang berkait yang dengan hak Tuhan, yakni dalam masalah theoligis. Dalam pandangan monotheisme , Allah adalah Dia yang Esa, Dia yang telah memberikan nikmat tak terihitung, Dia adalah kekasih sejati manusia, maka menjadi wajar jika Dia cemburu bila manusia menduakan-Nya. Bila manusia mati dalam keadaan demikian maka Dia akan menyiksa di akhirat nanti. Namun dalam kecemburuannya itu Tuhan tetap sayang kepada makhluk yang bernama manusia, sebagai konsekwensi dianugerahkannya akal, dengan sebab itu manusia diberi kebebasan dalam mewujudkan gagasan mereka termasuk dalam penentuan keyakinan (theologis). Perintah Tuhan seperti ayat berikut;


تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitahu kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-An’am [6] :108)

Ekses perbedaan keyakinan ini sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Peperangan yang terjadi di bumi ini sebenarnya lebih banyak diselubungi oleh masalah agama. Kita dapat melihat mulai dari Perang Salib, Perang Palestina, Pengeboman WTC, perang Irak sampai dengan kerusuhan Ambon . Tidak saja dalam lintas antar agama dalam internal agama itu sendiripun terjadi, dalam suatu hadist disebutkan bahwa kaum Yahudi terpecah menjadi 70 sekte, kemudian Kaum Nasrani menjadi +/- 70 sekte, Islampun demikian pula diawali pada zaman kekholifahan Ali bin Abu Tholib KWh, mulai dari situlah Islam terbagi ke dalam beberapa sekte. Di dalam masing-masing agama itu selalu saja terbentuk kelompok-kelompok pondamentalis yang sering dikenal dengan sebutan kelompok haluan keras.

Tidak perlu heran bila sampai sekarang ada suatu kelompok dalam komunitas Islam yang menganggap kelompok mereka paling benar yang lain dianggapnya kafir dan halal darahnya. Kelompok inilah penyebab terbentuknya pencitraan buruk pada Islam (Islam Pobia). Padahal Tuhan tidak menghendaki demikian, perhatikan firmanNya;



وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah akan menolong orang yang menolongNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj [22]:40). .

Ayat tersebut dengan jelas menerangkan bahwa manusia dengan predikat apapun agamanya dilarang saling merusak dan membunuh.

Bila demikian apakah Tuhan salah? Tidak, Tuhan tidak pernah salah. Sebenarnya Tuhan telah mengajarkan melalui manuscrib yang membahas esensi diri-Nya bahwa Tuhan itu Esa, maka dari itu umat Islam mengimani kitab-kitab sebelum Al Qur’an (di antranya adalah Taurat, Zabur dan Injil) yang diturunkan kepada para Rasul atau Nabi sebelum Muhammad SAW. dalam Alqur’an Tuhan berfirman;

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Tidak ada paksaan dalam agama, sungguh telah jelas (perbedaan) kebenaran dari kepalsuan, karena itu, barang siapa menolak tirani (Al-thaghut) dan percaya kepada Tuhan, maka sebenarnya ia telah berpegangan kepada tali yang amat kuat dan tidak akan putus. Allah Maha mendengan lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Baqarah [2] :256)

Tetapi manusia sering terjebak pada posisi (maqam) yang salah yang sebenarnya itu adalah maqam Tuhan, kadang ada yang membabi buta mengambil posisi tersebut, padahal Tuhan berfirman;



إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

"Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu". (QS. Al-Hajj [22] : 17).

Dan Tuhan melarang manusia membunuh atau menyerang antar agama lain dengan tanpa alasan yang benar.


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

"Tidak ada salahnya kalian bersikap adil dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak menyerangmu karena alasan agama dan tidak mengusirmu dari tempat tinggalmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-rang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah [60]:8).

Jadi manusia itu memang zalim dan bodoh mereka selalu melakukan pertikaian di antara mereka dalam satu internal maupun antar lintas agama.


Kesimpulan

Lantas apa makna saling mengenal yang telah dituturkan Tuhan dalam penciptaan manusia di muka bumi ini? Bila kita simak tulisan di atas dapat kita simpulkan bahwa makna pertama adalah agar terbentuk keadilan sosial bagi seluruh umat di dunia ini. Keniscayaan ini sebagai konksekwensi diciptakannya akal yang berakibat terbentuknya keberagaman manusia baik secara fiskal maupun dalam ide-ide (gagasan).


إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl [16]:90)

Makna kedua bahwa manusia dilarang ikut mencampuri ide-ide atau gagasan keyakinan yang bersifat eksklusif karena ini merupakan garapan Tuhan, namun manusia dipersilakan untuk saling mempertemukan gagasan-gagasan yang bersifat inklusif (keterbukaan) demi mejaga kelestarian makhluk 
di muka bumi ini, meminjam tafsir Nurcholis Majid ( QS Al-Zumar [39]:17-18) bahwa keterbukaan adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Keterbukaan serupa itu dalam Kitab suci disebutkan sebagai tanda adanya hidayah dari Allah, dan membuat yang bersangkutan tergolong orang-orang yang berpikir mendalam (Ulul Albaab) yang sangat beruntung.

Demikian tulisan ini saya buat semoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian. 

Amiin. Wallahu ‘alamu bishawabi.
وصلّى الله على سيّدنا محمّد و على آله و اصحايه وسلّم

=========================

Ditulis Pada Tgl 11 Nopember 2010; Ketika Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, dalam rangka mempromosikan Ide Menjalin Hubungan antar Peradaban.


PUSTAKA


Al Qur’an Karim
Usman, Ali,M. Dahlan, H,A,A. Dahlan H,M,D. 2006. Hadiits Qudsi. CV Penerbit
           Diponegoro. Bandung. Hal. 71.
Effendi, Djohan. 2010. Pembaharuan Tanpa membongkar Tradisi. PT Kompas Media
           Nusantara. Jakarta. Hal. 196
Ghozali, A.M. 2009. Argumen Pluralisme Agama. Kata Kita. Pesona Depok Estate
          AL-4, Depok 16431. Hal. xvi
Muzhairi, Husain. 2005. Al-Fdha’il wa ar-radha’il :fi akhlaq al-israh wa al-mujtama’a
          Diterjemah oleh Ahmad Subandi. Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani.
          Lentera. Jakarta. Hal. 69.
Majid, Nurcholish. 2009. Cita-cita Politik Islam. Paramadina. Jakarta. Hal. 114





»»  LANJUT...

Kamis, 26 Agustus 2010

Wali Allah

Oleh
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرحيم

Bila seseorang telah berkali-kali menebak dengan benar akhir cerita berbagai macam pentas drama yang digelar,  itu bukanlah sebuah kebetulan, tetapi itu merupakan sebuah kepandaian seseorang dalam membaca di balik tabir atau rahasia-rahasia di belakangnya.    Bila seseorang pandai mengetuk hati Sang Kholik, tersingkaplah tabir sehingga tampaklah rahasia di baliknya. Itulah orang yang selalu dalam buaian Sang Kholik, bagaikan bayi dalam pelukan Ibunya.

***

Allah Maha Pengasih dan Penyayang

Meskipun hanya teriak tangisan, sang Ibu  mampu membaca bahwa bayinya menghendaki agar popok yang basah penuh kencing itu digantikan, atau  agar sang Ibu memberikan teteknya karena ia haus, atau  memberi pelukan  karena  ia merasa dingin perlu kehangatan dan kasih sayangnya. Demikian kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya, noktah-noktah kasih sayang itu tetap membekas meskipun sang anak telah dewasa. Ungkapan seorang Ibu selalu menyejukkan, merindukan dan memberi spririt bagi sang anak meskipun sang anak telah mampu terbang sendiri dalam hidupnya.

Ibu adalah kepanjangan tangan Allah dalam menaburkan sikap kasih-sayang (rahman-rahim) pada makhluk yang bernama manusia di bumi ini. Meskipun di samping Ibu ada Bapak namun Allah telah memberikan nilai lebih pada seorang Ibu, yakni nilai 3 (tiga) pada ibu dan 1 (satu) pada Bapak. Perhatikan hadist berikut;

”Dari Abu Harirah RA berkata telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW lalu bertanya;



يا رسول الله من أحقّ النّاس بحسن صحابتى ؟ قال أ مّك , قال ثمّ من ؟ قال ثمّ أمّك , قال ثمّ من ؟ قال ثمّ أمّك, قال ثم من ؟ قال ثمّ أبوك
“ Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling wajib dihormati di antara orang yang bergaul denganku ? Rasul berkata :” Ibumu”, Kemudian siapa ? Rasul berkata : “kemudian Ibumu.”, Kemudian siapa ?, Rasul berkata :”Kemudian Ibumu.”, kemudian siapa ? Rasul berkata :”Kemudian Bapakmu.” (HR Bukhori)

Bila anak berlaku menyimpang bahkan masyarakatpun membenci dan mengucilkannya maka hanya ada seorang yang tidak membencinya dan bahkan membawakan makanan kepada anak yang terkucil tersebut, dialah Ibu yang dulu pernah melahirkannya. Bahkan seburuk apapun seorang Ibu tidak rela ketika anaknya di aniaya, dia segara membela  ketika anak memohon dan mengiba kepadanya. Tuhanpun melalui lisan utusannya berpesan bahwa janganlah menganiaya sesama hamba Allah , karena di antara do’a yang segera Ia penuhi  adalah do’a orang-orang yang teraniaya.

إتّقوا دعوة المظلوم : فأنّها تحمل على الغمام يقول الله و عزّتى و جلا لى لأ نصرنّك ولوبعد حين (رواه الطبرنى )

Takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya do’a orang yang teraniaya itu dibawa ke atas awan, lalu Allah berfirman,”Demi kemuliaan dan keagungan-Ku benar-benar Aku akan menolongmu sekalipun dalam beberapa waktu lagi.” (HR Thabrani).

Begitulah sikap seorang Ibu ia bagaikan kepanjangan tangan Allah SWT dalam menabur sifat Maha Kasih-Nya, tanpa peduli hamba itu seorang brandal atau koruptor ulung sekalipun.

Mungkin seorang Ibu memiliki lebih dari satu anak , meskipun berasal dari rahim yang sama anak memiliki sifat yang berbeda. Dalam hal yang normatif seorang ibu dianggap berlaku adil dalam bersikap kepada anak-anaknya, namun dalam keadaan tertentu akan memberikan sikap yang berbeda pada masing-masing anak.   Ibu  bijak tentu akan memberi hadiah yang lebih pada  anak-anaknya yang patuh, meskipun kelebihan hadiah itu hanya berupa perhatian dan rasa sayang.    Itulah Ibu dia menaburkan rasa sayang yang lebih dengan pilih-pilih.    Demikian juga Allah Dia mengasihi hamba-Nya tanpa pilih-pilih tetapi menyayangi hamba-Nya dengan pilih-pilih.

Begitu besar peranan Ibu hingga ada orang yang mengatakan bahwa Ibu adalah Tuhan ke dua (bukan bermaksud syirik) setelah Allah SWT, perhatikan

الجنّة تحت أقدام الأ مهات

Syurga itu berada di bawah telapak kaki Ibu (HR Imam Syuyuti )

Hadist ini berhubungan dengan nilai keridhaan ibu (3) yang lebih besar di banding dengan nilai keridhaan ayah (1).

Maka keridhaan Allah SWT adalah menurut keridhaan Ibu, mendurhakai Ibu  sepadan dengan durhaka kepada Allah SWT.

***

Wali Allah / Kekasih Allah (Orang yang Mencitai Allah)

Tidak banyak manusia (selain para Nabi) yang mendapatkan kasih sayang  lebih dari Tuhannya.   Curahan kasih yang lebih ini disebabkan  kecintaan yang mendalam ( patuh) pada-Nya sehingga AllahSWT merubah dalam hati mereka dengan hilangnya rasa khawatir dan sedih.

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(62)الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ(63 )

”Ingatlah sesungguhnya wali-wali (kekasih) Allah itu tidak ada rasa kekhawatiran dalam diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus [10] : 62-63


"إنَّ من عباد الله عبادا يغبطهم الأنبياء و الشهداء" قيل من هم يا رسول الله لعلنا نحبهم, قال : " هم قوم تحابوا بنور الله على غير أموال و أنساب" وجوههم نو ر و هم على منابر من نور لا يخافون إذا خاف الناس ولا يحزنون إذا حزن الناس" (رواه النساء و ابن حبان فى صحيحه)

“Sesungguhnya di antara hamba Allah itu terdapat hamba-hamba di mana para nabi dan suhada iri kepada mereka. Sahabat bertanya siapakah mereka ya Rasulullah agar kami (juga) mencintai mereka ? Rasul berkata:” Mereka adalah sebuah kaum yang saling mencintai dengan sebab Allah bukan karena harta dan keturunan.” Wajah mereka bercahaya dan mereka berada di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, tidak ada ketakutan pada saat manusia ketakutan dan mereka tidak bersedih ketika manusia merasakan kesedihan ( HR An Nasai dan Ibn Hiban dengan sanad shahih).
   Mereka itu adalah para kekasih Allah selain para nabi dan suhada.

Seperti halnya  Ibu, ketika sang anak tersayang memohon sesuatu maka segera ia memenuhinya. Demikian juga para wali Allah ketika ia berdo’a segera Allah mengabulkannya.

إنّ من عبا د الله من لو أقسم على الله لا برّه

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat seseorang yang seandainya ia berdo’a kepada Allah niscaya Dia mengabulkannya
(HR Bukhari dan Muslim).

Para wali Allah dapat ditemukan dalam komunitas umat Islam, mereka mungkin berada di tengah-tengah para pengkaji /pengamal Al Qur’an, para cendekiawan (ulama’), ahli jihad (orang yang suka mengangkat senjata di jalan Allah), mungkin juga dapat dijumpai pada kalangan pedagang, buruh maupun petani. ( Ibn Taimiyyah). Selanjutnya Ibn Taymiyyah mengatakan bahwa penampilan Wali Allah secara lahiriah tidak dapat dibedakan dari yang lain dalam komunitasnya. Menurutnya bahwa betapa banyak orang jujur yang berjaket dan betapa banyak orang zindik yang bermantel. Jadi belum tentu Wali Allah berpakaian jubah serta jidat  menghitam dan batu tasbih selalu dalam genggaman. 



***
Ahmad Abdul Latief Badr, menuliskan bahwa Wali Allah itu adalah pembantu, yang menguasai urusan dan yang dekat dengan Allah SWT. Wali –dengan tiga arti ini- menunjukkan bahwa ia adalah

1. Orang yang membantu agama Allah, yakni mengajak-ajak kepada agama Allah, memperhatikannya, menjaganya dan tidak lalai dalam menjalankan agama tersebut

2. Orang yang berbuat sesuai dengan jalan yang semestinya (ajaran-ajaran agama),  yakni bersambungnya ilmu dengan amal, tanpa dibuat-buat atau terpaksa dan riya’


3. Orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan tha’at. yakni orang yang ikhlas niatnya, benar nuraninya, bersih hatinya dan terbebas dari hal-hal yang meragukan jiwanya.

Tiga ciri di atas menurut  Ahmad Abdul Latiif Badr, merupakan ciri “Wali” Allah, di luar itu adalah palsu.

Wali Allah bukan orang yang terbebas dari dosa (maksum) tetapi dia adalah orang yang terpelihara (terjaga) dari perbuatan dosa (maksiat),  jika ia melakukan kemaksiatan sangat menyesalinya dan segara bertobat dengan tobat yang sempurna sebagai bentuk pengakuan adanya sebuah dosa pada dirinya. (Muhammad Amin Al kurdi)

Orang-orang demikian, dalam situasi biasa maupun mendesak memiliki ”karomah”. Muhammad Amin al Kurdy menjelaskan bahwa karomah adalah perkara (kejadian) di luar kebiasaan atau kejadian luar biasa. Allah SWT telah menggambarkan kejadian luar biasa itu dalam Al Qur’an tentang kisah Siti Maryam, yang mampu mengetuk hati sang Kholik dengan menghadirkan buah-buahan musim dingin maupun musim panas. Kemudian kejadian luar biasa pernah terjadi pada seorang menteri yang bertugas sebagai sekretaris Nabi Sulaiman AS yang istiqomah menjalankan perintah agama, bernama Ashif bin Barkhiya, ketika Sulaiman AS menginginkan agar singgasan Bilqis di boyong ke wilayahnya , Ashif bin Barkhiya memohon kepada Allah agar singgasana tersebut dipindahkan secepat kerdipan mata, kemudian Allah SWT segera mengabulkannya. Kejadian lain adalah kisah Ashabul Kahfi yang diberikan kemampuan bertahan hidup selama 309 tahun tidur tanpa makan dan minum.

Wali Allah adalah orang-orang yang beriman, dengan kesempurnaan imannya itu dia mampu menyingkap rahasia-rahasia di balik tabir, sebagaimana telah digambarkan pada seorang menteri dari Nabi Sulaiman AS. Nabi berpesan takutlah terhadap firasat orang-yang beriman..

إتّقوُا فراسة المؤمن : فانّه ينظر بنور الله (رواه التمدى

“Takutlah kalian terhadap firasat orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan cahaya Allah.” (HR Turmudzi)

***

Jadi wali Allah itu memang ada, mereka adalah orang-orang yang istiqomah melaksanakan perintah agama sehingga Allah sangat menyayanginya. Dengan kepandaian mengetuk hati Sang Kholik menjadikan dia dapat mengungkap rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik kalimat Allah baik kalamullah yang tertulis dalam Al Qur’an maupun kalamullah yang terjadi pada benda ciptaannya. Walllahu ‘alam bishawab.





Daftar Pustaka
 
Al Qur’an karim. Karya Toha Putra. Semarang.

Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995 M/1416 H. Mukhtarul Ahadits An Nabawiyah.
(Diterjemahkan oleh Mahmud Zaini. Judul : Mukhtaru Ahadis). Pustaka Amani Jakarta. Hal. 9,129.

Ibn Taymiyyah. 2000M/1420 H. Al-Furcan Bayn al Awaliya’ ar-Rahman wa
Awliya’ asy-Syaythan. (Diterjemahkan oleh Arief B, Iskandar, S.S., Judul : Wali Allah Kriteria dan Sifat-sifatnya). PT Lentera Basritama. Jakarta. Hal. 99

Imam Suyuti, 911 H. Al Jaami’ush Shogiir. Maktab Dar Ihyaa Al Kitab
‘Arabyyah. Indonesia. Hal 145.

Kurdi, Muhamad Amin. 2006M/1427 H. Tanwierul Qulub. Al-Haramain Jaya.
Indonesia. Hal. 410, 411,412.

Latief Badr, Ahmad Abdul.____. Tanwierul-Qulub. (Dieterjemahkan oleh M Adib . .
Bisri) Pustaka Amani.. Jakarta. Hal. 11.

Muhammad, Abdullah. Ishaq Abdurahman. 2004M/1424 H. Tafsir Ibnu Katsir.
(Terjemah). Pustaka Imam Asy-Syafii. Jilid 6. Bogor. Hal. 217

Munawir, A, W. 2002. Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap
Pustaka Progrsiff. Surabaya.

Zainuddin, Abi Al Abas._______. Tajridush Sharih Li Ahaditsi Jami’ush Shahih.
Al-Alawiyyah. Semarang. Juz II. Hal 138.


Bdl, 25 Agt 2010.



»»  LANJUT...

Senin, 09 Agustus 2010

Istiqomah

(Renungan Bagi Para Manipulator)

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّمان الرّحيم

Suatu saat akan terjadi masa di mana wajah-wajah yang tertawa hari ini berbalik tertunduk penuh kepayahan, mereka berada di padang yang tandus nan panas, semua usaha mereka sia-sia, mereka berebut air, air kotor bercampur nanahpun mereka minum, tenggorokan mereka kelu mengering sehingga makanan yang ditelan serasa duri yang menusuk-nusuk, tidak pernah berasa kenyang dan rasa hauspun tidak kunjung hilang.   Namun di sebarang sana ada sekelompok manusia tertawa terbahak-bahak setiap kata di antara mereka selalu membangkitkan kegembiraan. Subhanallah.*)

***

Mungkin tidak banyak manusia yang mau memperhatikan kehidupan Si Turipan.
Turipan adalah seorang anak manusia yang telah meninggalkan tanah Jawa merantau mengadu nasib di Negeri seberang. Entah bagaimana asal mulanya sehingga ia di negeri seberang ini memiliki sebidang ladang yang tidak luas dan sepetak tanah yang terpisah agak jauh dari ladangnya. Di atas sepetak tanah ini dibangunnya rumah tempat tinggal.   Kini dia hidup bersama isterinya. Meskipun usia sudah lanjut penampilannya tidak sepadan dengan umurnya dibanding kebanyakan orang pada umumnya. Ia tampak lebih muda dan gagah perkasa.

Turipan mendapat ketentuan Allah SWT sebagai orang yang tidak dapat mengenyam pendidikan. Oleh karena itu ia tidak pandai berbicara, berteori dan bahkan menjadi orang yang dianggap bodoh oleh tetangga kiri kanannya. Penisbatan ini sesuai dengan penampilan kesehariannya . Tinggi badan +/- 155 cm, kulit coklat legam, muka lusuh bergurat dan pakaian kerja compang-camping , setiap pagi berangkat ke ladang dengan membawa cangkul sabit dan perlengkapan lain. Pulang petang dengan memanggul ramban ( hijauan makanan ternak) di atas kepalanya demi seekor kambing yang dikandangkan dekat rumahnya. Sesekali tidak ke ladang hari ini karena pergi ke pasar dengan membawa hasil ladangnya, singkong, daun bambu, pada saat yang lain memasarkan daun pisang, jagung muda, buah pisang, sayur gambas, daun pepaya, umbi. Hasil ladang itu dibawanya ke pasar dengan menyeret gerobak yang ia miliki, padahal jarak tempat tinggal ke pasar sekitar 5 km. Bangun pagi sudah menjadi kebiasaan, hasil ladang itu kemudian dibawanya ke pasar subuh-subuh.

Turipan dengan segala keberadaannya telah membentuk dirinya. sebagai sosok manusia yang tidak mau merepotkan tetangganya meskipun dia tidak memiliki apa-apa, apa lagi berhutang uang pada tetangga. Pernah suatu saat petugas zakat menyampaikan zakat fitrah berupa beras dan uang kepadanya, Turipan menolaknya. Mungkin dalam benak dia berkata “Saya mampu mencari makan sendiri, tidak pantas saya menerima pemberian semacam ini, ini merupakan penghinaan.”

Sering dia menjadi bahan tertawa para tetangga manakala mereka sedang rapat RT pada saat mereka hendak mengadakan acara tertententu, ketika terjadi usulan pembentukan ketua panitia kadang ada orang yang bergurau agar si Turipan ditunjuk menjadi ketua pelaksana, kontan saja para hadirin tertawa. Turipan tidak mengetahui kalau sesekali ada gurauan semacam itu, karena dia tidak pernah diundang untuk menghadiri acara rembug tersebut. Demikian itulah nasib Turipan sebagai orang yang tidak diberi kepandaian berbicara, tidak bisa bertukang, dia hanya pandai mengayunkan cangkul, tatapan hidupnya hanya tertuju pada hasil ladang, apa yang dapat dipanen untuk menyambung hidup hari esuk.

Di hari Jum’at Turipan selalu hadir ke masjid, ikut malaksanakan sholat Jum’at. Di hari-hari biasa dia tidak pernah pergi ke masjid. Meskipun demikian saya yakin Turipan dengan keterbatasan pengatahuannya ia melaksanakan ibadah sholat.

Kisah tersebut adalah sebuah kisah nyata pada seseorang yang saya amati dengan nama yang saya samarkan. Bagi saya kehidupan beliau banyak memberikan pelajaran yang sangat berharga. Saya sering bertandang ke rumah beliau ketika malam tiba. Saya dapati dia betapa ayem (tenang) menghisap rokok klobot racikan sendiri sambil mendengarkan radio siaran gending (musik) Jawa dan siaran Wayang Kulit kegemarannya. Saya kira Turipan sangat menikmati hidup ini, lihatlah betapa dia dengan tenang dan asyik menghirup rokoknya menghembuskan asap beraroma klembak/kemenyan sambil mendengarkan siaran Wayang Kulit.

***


Allah Menjauhkan HambaNya yang Beriman dari Rasa Takut dan Bersedih.

Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Fushilat [41]:30


إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

”Sesungguhnya orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka seraya berseru:”Janganlah kamu merasa takut dan kamu bersedih, sebaliknya bergiranglah dengan sorga yang telah dijanjikan untukmu. (Al Fushilat [41]:30 ).

”Janganlah kamu merasa takut dan bersedih”, demikian bisikan Malaikat . Tidak terlihat perbedaan dalam diri Turipan apakah hari ini dia bersedih atau hari ini dia bergembira. Pasalnya saya tidak pernah melihat Turipan tertawa terbahak-bahak, maupun mengeluh kekurangan atas dirinya. Pernah sekali meminjam uang kepada saya untuk mengobati anaknya yang sakit, namun tidak berapa lama uang tersebut segera dikembalikan. Maka saya berkesimpulan bahwa Turipan adalah seorang yang telah mendapat bisikan malaikat atas izin Allah SWT untuk tidak merasa takut dan bersedih manghadapi hidup ini.


Istiqomah Berdampak pada Kesehatan.


إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

”Sesungguhnya orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian (اسْتَقَامُوا).... ,bergiranglah...

Keteguhan pendirian (istiqomah) Turipan telah terbentuk , terbukti dari rutinitas dalam hidupnya. Bangun pagi pergi ke ladang pulang petang. Semata rutinitas ini telah menjadi hiburan dalam hidupnya. Dia bagaikan seekor burung keluar dari sarang pagi hari pulang petang dengan tembolok yang kenyang.

Turipan memiliki badan yang sehat karena otot-ototnya selalu exercise (terlatih bergerak) lemak-lemak dalam tubuhnya selalu terusir, badannya senantiasa segar tidak gemuk dan perut tidak buncit, memancarkan ketenangan dalam hidupnya dan menggambarkan inklusivitas pada dirinya.

Ketenangan hidup dan kesehatan itu sungguh sebuah nikmat yang luar biasa. Nikmat demikian ini menjadikan hidup sangat menggembirakan. Lihat betapa nikmat Turipan menghisap rokok klembak sembil mendengarkan siaran wayang kulit sesekali menyeruput (minum sedikit-sedikit) kopi di hadapannya. Betapa dia menikmati sebuah kenikmatan yang berasal dari ketulusan bukan kenikmatan yang dipungut dari kepalsuan.


Allah Menukar sebuah Kurbanan dengan Nilai yang Lebih Baik.

Ketika Musa AS mengikuti Khidir tiba-tiba Khidir AS membunuh seorang anak yang tidak berdosa,


فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

“Maka berjalanlah keduanya hingga ketika keduanya bertemu dengan seorang anak laki-laki Khidir mebunuhnya, Berkata Musa : ”Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih bukan karena dia membunuh orang lain ? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar.” (Al Kahfi [18 ] : 74)

Kemudian pada ayat berikutnya Khidir menjelaskan bahwa Allah SWT sebenarnya hendak menggantikan dengan anak yang lebih baik.   Perhatikan ayat berikut,


وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا(80)فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا(81 )



“Dan adapun anak itu kedua orang tuanya orang yang beriman maka kami khawatir bahwa dia akan mendorong keduanya pada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki agar Tuhan mereka kelak mengganti bagi kedua orang tuanya anak yang lebih baik kesuciannya dari anak tersebut dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (Al Kahfi [18] :80-81).

Dari ayat-ayat di atas kita dapat melihat bahwa manusia tidak banyak yang dapat menyingkap hijab/tabir di balik kehendak Allah SWT, sebagaimana Musa AS bertanya-tanya kepada Khidir AS waktu itu. Dari ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Bijaksana di hadapan makluk di muka bumi ini. Seperti halnya apa yang terjadi pada Turipan dengan kedaannya yang sekarang menjadikan dia sebagai orang yang terhindar dari berbagai macam sifat tercela, seperti sikap sombong karena memang dia tidak memiliki jabatan atau kedudukan yang terpandang di masyarakat, sikap riya’ karena dia tidak pandai berbicara, bila hari ini dia sarapan dengan rebusan singkong tidak pernah mengatakan gorengan ikan, sikap ujub karena dia tidak memiliki harta yang dapat dibanggakan. Sikap iri dan dengkipun telah pupus/musnah pada dirinya karena telah terbiasa melihat dirinya tidak memiliki kemampuan untuk menandingi tetangganya yang memiliki rumah mewah, kendaraan atau fasilitas hidup yang lain. Turipan tidak pernah merasa lebih tinggi karena memang dia tidak mengenyam pendidikan tinggi.

Turipan tidak mengerti bagaimana membuat proposal suatu proyek, Turipan tidak tahu bagaimana cara bermain mata dengan kontraktor. Turipan tidak pernah mendapat pelajaran bagaimana me-mark up sebuah usulan proyek, apalagi memanipulasi pajak dan berbagai macam bentuk manipulasi administrasi lainnya. Turipan telah terhindar dari badai ribawi karena dia takut meminjam uang apalagi dengan uang berbunga.

Demikianlah Allah menetapkan Turipan sebagai orang yang tidak mengenyam pendidikan sehingga dia menjadi bahan tertawaan di mata masyarakat sekelilignya, namun Allah telah menukar semua itu dengan hilangnya kesempatan berbuat cela pada dirinya.

***

Mungkin suatu saat kita akan melihat Turipan tertawa terpingkal-pingkal , kemudian seorang bertanya kepadanya:”Apa yang menjadikan engkau tertawa terpingkal-pingkal?”. Turipan menjawab:”Aku geli melihat mereka. Aku tidak mengetahui sewaktu di dunia, ternyata mereka itu para manipulator. Hua.. ha…ha..ha” WaAllaahu ‘alamu bishawabi.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Karim
*) Terinspirasi dari Firman Allah SWT, QS Surat Al Gosyiah.


»»  LANJUT...

Rabu, 30 Juni 2010

Makna Penciptaan Manusia

(Sebuah Renungan dalam Pemilihan Pemimpin)

oleh
Budi Wibowo



Perkenankan tulisan ini saya awali dengan manyunting ucapan Rasulullah SAW yang mulia;

إذا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ, قَالَ : كَيْفَ اِضَاعَتُهَا ياَ رَسُو لاللهِ ؟ قَالَ : إذاَ أُسْنِدَ الأَمْرُ إلَى غَيْرِ أهْلِهِ , فاَنْظِرِ السَّاعَةَ

Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah masa kehancurannya. Nabi ditanya seseorang:”Bagaimana caranya menyia-nyiakan amanat itu?” Rasulullah menjawab:”Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada bukan ahlinya.” (HR Bukhari).6


***

Tujuan Penciptaan Manusia.
 
Allah menciptakan manusia di dunia ini pada dasarnya adalah ,untuk dijadikan sebagai khlifah dan agar beribadah (menyembah) kepada-Nya.

Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah [2] : 30.


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : “ Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi “. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah , padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs Al Baqarah [2]:30).

Selanjutnya Allah juga berfirman dalam QS Adz-Dzariat :[51] : 56


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.( Adz Dzariat :[51] : 56 )

dari ayat-ayat tersebut dapat kita ambil kata-kata kunci:

1. Kholifah;
2. Kekhawatiran Malaikat, bahwa manusia hanya akan membuat kerusakan di muka bumi belaka dan
3. Peribadatan.



Pengertian Khalifah

Kata khalifah menurut Al Qur’an dapat bermakna sebagai pergantian generasi , kepemimpinan, dan wakil Allah SWT untuk menegakkan hukum-hukumNya di muka bumi ini.3

1. Pengganti Generasi

Al Qur’an Surat Yunus [10]:14


ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلآئِفَ فِي الْأَرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”.
 

Ayat ini mengisahkan kaum yang mengingkari kerasulan nabi-nabinya. Kemudian Allah menghancurkan dan mengganti generasi berikutnya. Selain itu kandungan ayat ini sekaligus mengisyaratkan bahwa tugas manusia di dunia ini adalah sebagai pengganti dan penerus pendahulunya. Apa yang diganti ? Ternyata selain fisik dari generasi sebelumnya juga kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan nilai ke-Islaman atau aturan Allah.


2. Kepemimpinan.

 
QS Al-Anam [6]:165

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائفَ فِى الأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan Dialah yang mejadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu."

Ayat ini menggambarkan bahwa setelah Allah menciptakan langit dan bumi seisinya, kemudian Ia menyerahkan kepada manusia sebagai pemimpinnya. Dalam konsep ini terkandung makna bahwa manusia diberi tugas untuk mengelola potensi bumi sebagai sarana takwa kepada Allah SWT.



3. Wakil Allah sebagai Penegak Hukum-HukumNya di Muka Bumi
 

Nabi bersabda;

السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِى الأرْضِ , يأ وِيْ إلَيْهِ كُلُّ مَظْلُوْمٍ

“Penguasa itu adalah bayangan Allah di muka bumi, di mana setiap orang yang teraniaya akan meminta perlindungan kepadanya" 2

 QS Shad [38]:26:


يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikankamu khalifah (penguasa) di muka bumi , maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah".

Ayat ini menggambarkan bahwa konsekwensi logis dari tugas manusia di muka bumi ini memilih pemimpin di antara mereka dan para pemimpin itu harus melaksanakan program Allah dalam bentuk syariat. Keputusan-keputusan yang diambil harus adil dan selalu berada dalam koridor aturan Allah SWT.

Jadi, dari tiga item di atas Allah mengajarkan bahwa setiap manusia  mengemban tugas yang sama yakni sebagai pengganti dan penerus generasi sebelumnya kemudian memelihara syariat Allah. Dari dua pokok tugas ini kemudian Allah membuat fitrah pada hambanya untuk menduduki jabatan politik (pemimpin umat), demi memelihara kelangsungan generasi dan tegaknya syariat, sebagaimana Allah mencontohkan dengan menunjuk Daud AS sebagai pemimpin.

Dalam tugasnya sebagai khalifah, manusia dalam takaran sebagai individu diperintahkan untuk berbuat adil. Ikon adil ini harus tetap melekat dalam diri seorang hamba meskipun hamba tersebut menduduki sebuah jabatan politik.

***

Kekuasaan politik dianugerahkan Allah SWT kepada seorang hamba melalui satu ikatan perjanjian Ikatan itu terjalin antara sang penguasa dengan Allah SWT dan dengan masyarakatnya di pihak lain. Ikatan ini terjadi karena adanya janji untuk melaksanakan amanat. ”Berbuat adilllah !” Demikian Allah memerintahkan para pemimpin umat di muka bumi ini. Allah sangat perhatian terhadap hambanya yang mendapat kepercayaan memimpin umat ini. Rasul menggambarkan, dalam hadist sbb;


ثلثة لا تردّ دعوتهم الامام العادل و الصائم حين يفطر و دعوة المظلوم

“Tiga golongan manusia do’a mereka tidak akan ditolak Allah SWT yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa yang hendak berbuka dan orang yang teraniaya”(HR Ahmad, Turmidi dan Ibn Majah).4

Namun ketika amanat itu tidak ditunaikan maka Allahpun membatalkan dan masyarakatpun tidak ada kewajiban untuk patuh kepadanya.


وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”, Ibrahim berkata : (Dan saya mohon juga ) dari keturunanku. Allah berfirman:”Janjiku tidak mengenai orang-orang yang dzolim.” (Al Baqarah [2]:124).


Tidak ada kewajiban mematuhi pemimpin yang mengingkari amanat, sebagaimana diajarkan oleh Abu Bakar ٍShidiq r.a. dalam pidatonya:

أطِيْعُونِيْ مَاأطَعْتُ اللهَ وَرَسُولَهُ,فَإذَاعَصَيْتُ الله َوَرَسُولَهُ فَلاَ طاعَةَ لِي

“Taatilah saya, selama selama saya taat kepada Allah dan Rasulnya. Kalau saya bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban taat kepada saya”.5

Pernah pada suatu hari Abu Dhar mengajukan permohonan kepada Rasul,sbb:
Dari Abu Dhar, berkata: “Saya berkata , wahai Rasul mengapa tidak engkau pekerjakan aku untuk diangkat menjadi pejabat?” Dia berkata “lalu beliau (Rasul saw) memukul dengan tangannya pada pundakku, kemudian beliau bersabda:”Wahai Abu Dhar, sesungguhnya engkau lemah, dan jabatan itu merupakan amanat, dan pada hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan. Ingatlah, barang siapa mengambilnya maka harus mencarinya dan menunaikan amanat: (HR Muslim, dan Ahmad bin hambal)5


Ancaman Pemimpin dan Masyarakat yang tidak Mengemban Amanah.
 

Ketika seorang pemimpin tidak menunaikan amanat berarti dia telah siap mempertaruhkan dirinya ke dalam neraka dengan siksaan yang paling berat, demikian juga bagi masyarakat yang hanya mencari kesempatan mencari kedunyaan dalam mendukung seorang peimimpin pada saat pemilihan pemimpin. Nabi bersabda:

“Orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat adalah orang yang menyekutukan Allah dalam kekuasaannya, sehingga dia berbuat lalim (tidak adil) dalam menjalankan hukum2 Allah SWT.” 2

Allah sangat membenci pemimpin yang tidak jujur atau tidak mengemban amanat seperti yang terungkap dalam QS Ali Imran :77);
 

الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
 
“Sesungguhnya orang2 yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit , mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata dengan mereka dan tidak akan melihat mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka adzab yang pedih”.

Demikian juga bagi  masyarakat
ketika mereka tidak mengemban amanat Allah SWT , mereka akan mendpata adzab   baik dari atas maupun dari bawah;


قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ

“Katakanlah:”Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dari golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlan, betapa Kami mendatangkan tanda2 kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya. (Al An’am : 65)

Ibnu Abas ra menafsirkan bahwa adzab dari atas itu adalah penguasa yang dzolim sedangkan dari bawah itu adalah kekacauan yang terjadi pada masyrakat itu sendiri.

Rasul Bersabda:


ثلثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم و لهم عذاب أليم رجل على فضل ماء بالفلاة يمنعه من ابن السبيل و رجل بايع رجلا بسلعة بعد العصر فحلف له بالله لأخذها بكذاوكذا فصدّقه وهو على غيرذلك و رجل بايع إماما لايبايعه إلا لدنيا فان أعطاه منها وفى و إن لم يعطه منها من يف

Ada tiga golongan manusia yang pada hari kiamat Allah tidak akan mengajak mereka berbicara, tidak melihat mereka serta tidak pula menyucikan mereka dan mereka akan memperoleh adzab yang pedih. Yaitu orang yang tidak memberikan kelebihan (sisa ) air pada Ibn Sabil yang meminta dengan sebab kehausan, orang yang mengadakan persetujuan penjualan sebuah barang dagangan dengan orang lain setelah waktu ‘asar kemudian bersumpah dengan nama Allah bahwa sungguh dia telah mendapatkan barang tersebut demikian-demikian padahal dia berbohong, Seseorang yang berjanji kepada pemimpin ia tidak akan melakukan kecuali untuk urusan dunia, jika ia memberikan sesuatu padanya niscaya ia memenuhinya (mendukungnya), jika ia tidak memberi sesuatu padanya niscaya dia tidak mendukungnya. (HR Ahmad, Buchori dan Muslim) 4

Jadi demikian juga pada masyarakat yang mendukung seorang pemimpin maupun calon pemimpin hanya dengan sebab urusan dunya bukan karena Allah SWT.

***

Sejak awal Malaikat mengkhatirkan bahwa dunia ini rawan kerusakan dan pertumpahan darah dengan diciptakannya manusia sebagai kholifah di muka bumi ini. Ungkapan Malaikat ini ternyata benar, namun semua ini hanya Allahlah yang berkuasa dan Maha mengetahui. Kita dapat melihat dalam media masa baik melalui surat khabar maupun elektronik. Pemilihan pemimpin daerah sering menimbulkan kurban yang tidak terhingga. Makna ‘ibadah sudah tidak melekat lagi pada masyarakat. Mereka lupa atau mungkin tidak pernah mengaji tentang tujuan Allah menciptakan mereka di muka bumi ini. Bukankah kita harus hidup damai memelihara tali silaturahmi dan memelihara sumberdaya alam yang telah di sediakan Allah untuk disyukuri, bukan malah merusaknya


Type Pemimpin yang Dikehendaki Allah SWT.
 

Bila kita mau menangkap makna ucapan Malaikat ;


وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ

"Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

Seakan akan Malaikat menghendaki agar dia yang menjadi pemimpin di bumi ini, namun Allah tidak menghendaki demikian. Malaikat tidak diberi kemampuan untuk itu; yakni ketika Malaikat disuruh Allah untuk menyebutkan nama-nama benda yang ada di muka bumi ini ia tidak mampu menyebutkannya; Argumen ini dapat kita temukan dalam Surat Al Baqarah [2] : 31-32;


وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ(31)قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا
 
“Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda) semuanya kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berkata:”Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. Mereka menjawab:”Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (Al Baqarah [2] :31-32).

Pertanyaannya, jadi sebenarnya type manusia yang dikehendaki Allah sebagi pemimpin itu seperti apa?

Allah memberi petunjuk bahwa selain mampu berbuat adil (
QS Shad [38]:26: )   seorang pemimpin harus  memiliki kekuatan atau keberanian melakukan perbuatan-perbuatan besar terutama dalam memberantas kedzaliman (اُوْلِئالأَيْدِي ) dan memiliki pengetahuan yang luas (   اُوْلِئ   الا  بْصاَرِ     ). Sebagaimana Firman-Nya dalam surat As Shad[38]:45.


وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَهِمْ وَ إسْحَاقَ وَيَقُوْبَ أثلآئِكَ اُوْلِئ الأَيْدِي وَ الابْصاَرِ

Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishaq dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (As Shad [38]:45).

Saya mengajak jamaah sekalian mari kita jaga persatuan dan perdamaian. jangan mudah terpancing dan tergiur dengan propaganda-propaganda murahan. Jadilah masyarakat yang cerdik dan jadilah masyarakat yang religius, sehingga kita selalu dalam bimbingan Allah SWT.

Mari kita berdo’a semoga pemilihan kepala daerah di manapun di bumi Nuasantara ini berlangsung dengan tertib dan semua komponen masyarakat memahami peran masing-masing, bagaimana sepatutnya menjadi kholifah di muka bumi ini.

.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ




Daftar Pustaka

1. Al Qur’an Karim PT Karya Toha Putra Semarang.
2. Al Mawardi, Abi Hasan Ali. 1992. Adabud Dunya Wad Din. Darul Fikri Hal 96
3. Anwar, R. Rozak, A. 2003. Ilmu Kalam. CV Pustaka Setia. Bandung. Hal 191.
4. As Suyuti, Al Imam. _______. Al Jami’ush Shogir. Dar Ihyaaul Kitab Al ’Arabiyah.
          Idonesia. Hal. 140,141
5. Miri, Djamaluddin. 2007. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum
          Islam, Keputusan Mukytamar,Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2004
          M). Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Surabaya. Hal. 618,660-
          661.
6. Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995. Mukhtarul Ahadist An-Nabawiyah. (Terjemah).
          Pustaka Amani. Jakarta. Hal. 27
-----------------------
Bdl, 30 Juni 2010;
(Saat Berlangsung Pilkada Wali Kota Bandar Lampung).


»»  LANJUT...

Kamis, 10 Juni 2010

Hidup adalah Perjalanan

Kajian Filosofis Nasehat Seorang Ibu Kepada Anaknya

oleh
Budi Wibowo
بسمالله الرّحمن الرّحيم

Perkenankan tulisan ini saya awali dengan menyunting firman Allah SWT;

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا
صَدَّقَ اللهُ الْعَظِيْمَ وصَدَّقَ رَسُوْلُ اللهِ الْكَرِيْمَ
“Berpeganglah pada tali Allah semuanya!”
Maha benar Allah dengan segala firmanNya dan telah benar pula RasulNya yang Mulia.
***

Dahulu, Ibu saya pernah memberi nasehat kepada putra-putrinya sebagai bekal dalam mengarungi hidup ini dengan kalimat singkat tetapi mengandung makna yang dalam kalimat tersebut dalam bahasa Jawa berbunyi demikian "Lee mrenea tak kandani : Urip iku sejatine mung lakon, wisto lakonono". (“Kemarilah anakku saya beri tahu bahwa hidup ini sebenarnya adalah perjalanan, maka jalanilah”.)

Mari kita renungkan sejenak, benarkah hidup ini adalah sebuah perjalanan?     

Ketika kita lahir ke bumi kemudian menginjak remaja menjadi orang dewasa kemudian kembali kita mati, ternyata benar bahwa seiring dengan perputaran waktu kita tempuh kehidupan ini hingga saat tertentu, selesailah hidup di dunia ini.

Selesaikah sampai di dunia ini saja perjalan hidup ini ? Ternyata tidak, karena ada beberapa pertanyaan yang belum terselesaikan, yaitu:

1. Kemana arah yang harus kita tuju dalam kehidupan ini?.
2. Kendaraan apa yang dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan itu.?
3. Sudah benarkah jalan yang kita tempuh ini?

Sebenarnya perjalanan ini memiliki dua terminal yaitu pertama adalah terminal pemberangkatan dan kedua adalah terminal pemberhentian.

Kapan kita mulai berangkat, yaitu ketika kita telah memasuki akil balig, di mana pada saat itu amal perbuatan mulai dicatat atau direkam sebagai amalan yang benar atau sabagai amalan yang salah, Allah berfirman dalam surat Yasin ayat 12;

اِنَا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوتىَ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَاَثَارَهُمْ
وَكُلَّ شَىءٍ اَحْصَيْنَهُ فِىْ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami mencatat amal yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan, dan segala sesuatu akan Kami perhitungkan dalam bukti yang nyata.

Pena pencatat itu terus menulis amal perbuatan kita, tak hendak diangkat-angkat kecuali ketika kita masih anak-anak, ketika kita sedang tidur, dan ketika kita menjadi orang tua yang sudah hilang ingatan

***

Hidup ini adalah perjalanan dan ternyata perjalanan kita itu menghasilkan jejak atau bekas-bekas. Bekas-bekas itu tidak akan hilang dan bekas-bekas itu menunjukkan ke mana arah yang telah kita tuju. Oleh karena itu kita harus tahu jalan mana yang hendak kita tempuh, semua ini bergantung pada niatan/motivasi kita, mau kemana ayunan kaki ini kita arahkan 'tuk membawa badan yang di dalamnya kita bersembunyi dalam perjalanan ini.

Ada dua arah yang dapat kita tuju, seperti telah dijelaskan oleh Nabi kita s.a.w, dalam sabdanya:

اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِا لنِّيَّاتِ وَاِنَّماَ لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ
و َمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى الدُّنْيَا يُصِيْبُهَا
اَوِامْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا هَاجَرَاِلَيْهِ

Semua amal itu tergantung niatnya, dan apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrah itu (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut menggambarkan motivasi seseorang dalam menentukan amal perbuatan. Tergantung apa yang melatarbelakangi manusia dalam bertindak, apakah ia ingin memperoleh kenikmatan dunia saja atau ingin mendapatkan kenikmatan di akhirat nanti. Kenikmatan di akhirat digambarkan dengan pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya.

Perlu diketahui bahwa pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya adalah pertemuan di surga yang dijanjikan, adalah hidup dalam lindungan Allah, berdampingan dengan orang-orang yang telah mendapat ni'matNya, berkumpul di tengah para Nabi, orang-orang yang menegakkan kebenaran (Ulama), orang-orang yang mati membela agama dan orang-orang yang telah melakukan amal kebajikan sesuai dengan tuntunan-Nya. Allah telah berfirman dalam Surat Annisa ayat 69:



وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ والرَّسُوْلَ فَاُولَءِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ
مِّنَ النَّبِيِّنَ والصِّدِّيْقِيْنِ و الشُهَدَاءِ وَالصَّلِحِيْنَ
وَحَسُنَ اُوْلَءِكَ رَفِيْقَا

Dan barang siapa menaati Allah dan rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Para Nabi, para siddiqin,orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

***
Hidup ini adalah perjalanan, bergantung pada tujuan yang hendak dituju maka orang yang telah menentukan tujuan untuk mencapai pertemuan dengan Allah dan rasul-Nya segala gerak dan langkahnya tetap tertuju ke sana. Pencapaian tujuan itu memerlukan kendaraan yang berupa, keguhan (istiqomah), kesabaran, kepasrahan (tawakal) dan pengorbanan (jihad).

Sama sebenarnya bagi mereka yang telah menentukan tujuan selain di jalan Allah dan rasul-Nya. Kita tahu orang begitu giat bekerja siang malam mencari harta sengaja ia tinggalkan sholat, ia tinggalkan perintah dan anjuran. Kita lihat orang begitu sabar dan pasrah melaksanakan perjudian bahkan mereka tidak merasa menyesal sama sekali ketika yang mereka harap dari perjudian itu gagal. Memang ada kelompok manusia yang mau berkorban dengan mengambil jalan hidup demikian. Kalau boleh saya katakan maka orang demikian ini adalah istiqomahnya, kesabarannya, jihadnya dan tawakalnya hanya ditujukan untuk mengabdi kepada Syeitan.

***

Hidup ini adalah perjalanan. Ketika kita telah menentukan tujuan yang benar tidak jarang kita temui berbagai rintangan yang harus kita lewati. Pesan orang tua kita “Jalanilah !” (Lakonono !). Artinya kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kita. Karena memang demikian hidup ini. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mendapat ujian dari Tuhannya. Ia menguji hamba-Nya sesuai dengan kemampuan hamba tersebut. Tidaklah seseorang dikatakan beriman sebelum Ia mengujinya.


لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً اِلاَّ وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqoroh:[2] ;286)

Dan Ia berfirman sebagaimana termaktub dalam surat Al-Ankabut ayat 2-3


اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يًّتْرَكُوا اَنْ يَّقُوْلُوْ اَمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلْيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَّقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَذِبِيْنَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman",sedang mereka tidak diuji?
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

***
Iman bukanlah kata-kata. Sebelum manusia diuji oleh Allah SWT. belumlah seseorang hamba dikatakan beriman. Maksudnya seorang hamba yang beriman adalah seorang hamba yang telah lulus dari ujian yang Allah berikan, sehingga timbullah keyakinan dalam hati kemudian diucapkan dengan lesan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

Banyak sekali orang yang mengaku beriman tumbang di tengah perjalanan karena mereka tidak mampu membuktikan ucapan mereka. Mereka yang tak mampu membuktikan keimanannya bagaikan melakukan perdagangan yang rugi. Semula mereka memiliki barang yang berharga kemudian mereka tukar dengan barang dagangan yang lebih murah, mereka kurbankan keimanan demi meraup materi keduniaan sebanyak-banyaknya. Ini dapat kita lihat semakin menipisnya nilai-nilai Islam dalam lingkungan kita, bahkan pada tataran yang lebih luas yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Orang tua kita berpesan dengan kalimat bahasa Jawa "Wisto lakonono !", Dalam bahasa Indonesia "Jalanilah !", artinya ketika menghadapi ujian seberat apapun kerjakanlah dan tetaplah berpegang pada tuntunan Tuhan. Para da'i jaman dahulu menggambarkan dengan kalimat "lunyu-lunyu penekno", artinya sesulit apapun tetap perjuangkanlah. Demikianlah orang tua kita mengajarkan kepada anak-anaknya, karena mereka mengetahui bahwa Allah berfirman dalam surat Ath Thalaaq ayat 2 dan 3:


وَمَنْ يَّتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَحْرَجًا
وَ يَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka

Di ayat lain Dia berfirman:


فَاِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا

 

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al Insyirah [94 ]:5-6).

***
Hidup adalah perjalanan. Di depan kita banyak perintang, ternyata selain perintang yang harus kita atasi juga tersedia buah-buah rezeki yang melimpah, bergantung pada diri kita masing-masing dalam mendayagunakan kemampuan tenaga dan pikiran . Di tengah belantara kehidupan manusia itu ada seutas tali yang panjang, tali itu adalah penunjuk jalan agar manusia tidak tersesat menempuh perjalanan di tengah belantara kehidupan ini. Tali inilah yang kita sebut dengan Al-Quran dan As Sunnah. Tali itu adalah pegangan kita sewaktu berjalan menyusuri jalan datar , mendaki dan menuruni tebing di tengah belantara kehidupan. Kita dapat membayangkan tatkala seseorang berjalan pada jalan datar dan seseorang berjalan pada jalan bertebing. Tentu masing-masing terlihat berbeda lagak jalannya. Tidak sama antara mereka yang berpegang tali mendaki tebing dengan yang berpegang tali menapaki jalan datar.

Tali.. ? Ya seutas tali bukan tongkat kayu. Ternyata tali memberi makna transformasi yang berkesinambungan. Bukankah waktu terus berubah ? Bukankah ruang itu tidak sama? Bukankah perubahan zaman itu diiringi dengan perubahan sosial ?

Banyak manusia yang terlena dengan hiasan kehidupan dunia sehingga ada yang sengaja ia lepaskan tali itu dari genggamannya. Mereka raup buah-buah yang kelihatannya indah padahal terlarang. Di sisi lain ada orang yang tetap berpegang pada tali tersebut meskipun dia hanya mampu menjangkau sedikit saja buah rezeki di dunia ini.

Mereka yang melepaskan diri dari tali pegangan itu akan tersesat di tengah belantara kehidupan, mereka berjalan melingkar-lingkar tanpa tujuan, mereka itulah orang-orang kafir. Sedangkan mereka yang tetap berpegang teguh dengan tali tersebut terus menapaki dan sampailah ia pada penghujung tali. Itulah terminal terakhir yang ia tuju yaitu kehidupan yang lebih baik dari pada kehidupan di awal dan di tengah perjalanan. Allah berfirman:

بَلْ تُوءْثِرُوْنَ الْحَيَوْةَ الدُّنْيَا وَلاَ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقَى


Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhir itu lebih baik dan lebih kekal (QS, Al-A'laa [87 ]:16-17).

***
Jadi hidup adalah perjalanan. Betapapan berat ujian ini mari kita jalani, dengan keteguhan, sabar dan tawakal walaupun dengan pengorbanan. Kapan kita akan mati kita tidak tahu, padahal itu adalah suatu kepastian. Oleh karena itu saya berwasiat pertama kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian. Mari kita bulatkan tekat kita dalam setiap sendi kehidupan ini gerak dan langkah kita selalu mengait pada tali Allah.


.باَرَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ
وَ نَفَعَنِى وَاِيَاكُمْ بِالاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَ قُلْ رَبِغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Daftar Pustaka:
- Al Qur’an Karim.
- Abdillah, M. 2003. Dialektika Hukum Islam dan Perubahan Sosial
         (Sebuah Refleksi Sosiologis atas Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah).
          Muhammadiyah University Press. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
- Zainuddin, Abi Abas. ___. Tajriidush Shariih li Ahaadiitsil Jaami’ush Shahiih.
         Al ‘Alawiyyah. Semarang. Hal. 5.
____________________________________
Materi khutbah Jum’at di salah satu Masjid di Bandarlampung;
Disampaikan penulis tgl 17-02-2006.


»»  LANJUT...