by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان
الرّحيم
Nafsu itu laksana kuda binal yang harus
dikendalikan, sehingga kuda itu dapat berlari dan melompat dengan cepat melompati
penghalang dan jurang-jurang maksiat yang
berada di depannya.
***
Mengapa Allah
memerintahkan berpuasa di Bulan Romadhon ?
Secara global Allah SWT menjelaskan agar orang yang beriman menjadi
orang yang bertaqwa. Orang yang bertaqwa
itu seperti apa ? Allah SWT menjelaskan secara global dalam Surat AL Baqarah ayat 2-4, yaitu
beriman kepada yang ghaib,mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki
(berbagi), beriman kepada kitab yang diturunkan kepadanya dan kitab yg telah
diturunkan sebelumnya, menyakini adanya kehidupan akhirat.
Dalam
Surat Al Imran ayat 134-135 disebutkan bahwa ciri-ciri orang yang
bertaqwa sbb;
1. Mampu menafkahkan
sebagian hartanya baik di waktu lapang maupun sempit. (dermawan)
2. Mampu menahan amarah
(Sabar).
3. Mampu
memaafkan kesalahan orang lain.
4. Jika
melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri ingat kepada Allah SWT, lalu (segera) memohon ampun
terhadap dosa-dosa yang telah ia lakukan.
5.
(Dan) tidak mengulang
perbuatan keji, yang telah ia ketahui.
Bila kita telisik dalam perincian sikap orang bertaqwa
dalam Surat Al Imran ayat 134-135 tersebut
tergambar bahwa inti dari perintah puasa
itu sebenarnya sebagai latihan
pengendalian sesuatu yang ada dalam diri kita. Begitu
pentingnya esensi pengendalian itu sehingga Dia mewajibkan setiap tahun sekali
selama satu bulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan. Saya
hendak mengatakan bahwa esensi perintah puasa itu adalah perintah untuk
mengendalikan sesuatu yang mana sesuatu itulah yang menyebabkan kita
berbuat, berkeinginan bahkan sesuatu itu mengajak kita berbuat baik dan melampaui batas. Bila demikian seharusnya kita sadar bahwa
sebenarnya dalam diri ini terdiri dari diri kita dan sesuatu. Ulama
mengatakan bahwa sesuatu itu disebut nafsu.
Jadi dalam bungkus raga, manusia
selalu bersekutu antara dirinya dengan nafsu.
Kesadaran inilah sebenarnya yang
harus kita pegang terlebih dahulu
sebagai seorang hamba di hadapan Robnya.
Dari persekutuan ini kita
temukan 2 (dua) kondisi amal perbuatan,
1.
Amal perbuatan dalam dominasi diri.
2.
Amal perbuatan dalam dominasi nafsu.
Bila hari ini kita
diperintah berpuasa padahal badan terasa haus maka ketika bertemu minuman segar nafsu meronta mengajak minum,
bila kita meminum air tersebut menunjukkan bahwa nafsu lebih mendominasi, namun ketika kita tidak meminumnya
dan meneruskan berpuasa maka diri kita yang mendominasi, artinya kita mampu
mengendalikan nafsu.
sourch:sangpemimpi46.blogspot.com |
Nafsu itu Laksana Kuda Binal yang Harus Dikendalikan
Nafsu itu laksana kuda binal yang harus dikendalikan, sehingga
kuda itu dapat berlari dan melompat dengan cepat melompati penghalang dan
jurang-jurang maksiat yang berada di
depannya. Dalam perumpamaan ini kita adalah penunggang
kuda sedang kuda adalah nafsu. Nafsu yang tidak terkendali laksana kuda
binal yang meronta susah
dikendalikan. Kebinalan ini dapat
tergambar secara ekstrim tatkala dua remaja putra putri yang dimadu
cinta hendak melakukan maksiat sebelum terjadi ikatan yang syah,
atau pria dan wanita yang telah berumah
tangga saat hendak melakukan perselingkuhan. Rasul
bersabda;
فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Barang siapa tidak mempunyai kemampuan
(untuk menikah), hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa akan menjadi
peredam baginya.”(HR. Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’I, Abu Dawud, Ibn Majah,
Ahmad).1
Meskipun hadist tersebut ditujukan kepada remaja sebelum menikah,
namun terkandung makna bahwa pada intinya perintah puasa itu sebenarnya untuk
menundukkan kebinalan nafsu yang melekat pada manusia.
Pada
kondisi lain ketika manusia telah mampu mengendalikan nafsu ketika datang perintah Allah SWT dia segera
melaksanakannya dengan antusias. Inilah sebenarnya tujuan yang hendak dicapai di balik perintah
puasa. Jadi perintah puasa pada
hakekatnya untuk membentuk manusia cerdik dalam mengendalikan ‘kebinalan’ nafsu
menuju keridhaan Allah SWT. Rasul bersabda
bahwa,
لا
يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَى يَكُونُ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِه
“Masih
belum sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum keinginannya (hawa nafsunya) mengikuti petunjuk
yang kusampaikan (HR. Al Baghawi, Tabrizi, Ibn Abu ‘Ashim, Muttaqi Al-Hindiy,
Ibnu Hajar dan Al Khatib).2
Demikian
sedikit pegangan menjawab pertanyaan mengapa Allah SWT memerintahkan orang yang
beriman untuk berpuasa di Bulan Ramadhan.
Semoga bermanfaat. Amiin.
وصلّ
الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Wallahu
‘alamu bishabi.
PUSTAKA
Al Qor’an Karim
1 Al-Buchori, Al-Sindi. 2011. Shohih Al
Bukhari Dar
Al Kotob Al Ilmiyah. Lebanon. Edisi 5. Juz 1.
Hal. 629.
2 Ibn Qoyim
Al-Juziah._____.Raudhatul
MuhibbiinWanuzhatul Musytaaqiin Diterjemah: Zubaidi,B,A,I. 2006. Taman Jatuh
Cinta dan Rekreasi Orang-Orang
Dimabuk Rindu. Irsyad Baitus Salam. Bandung. Hal : 912.
Alhamdulillah dapat pencerahan ilmu yang bermanfaat syukron
BalasHapussewa Villa murah di bali