By
Budi
Wibowo
بسم
الله الرّحمان الرّحية
Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Allah SWt melarang hamba-Nya bergurau dengan menjadikan kekurangan orang lain sebagai bahan gurauan. Allah SWt melarang perbuatan demikian, ketika seseorang tidak menghiraukan perintah-Nya sepadan dengan melecehkan Allah SWt. Jadi siapa saja yang menertawakan kekurangan hamba Allah di muka bumi ini sepadan dengan mengejek Penciptanya, sangat rendahlah martabat hamba-hamba demikian.
***
Setiap langkah dan tindakan yang kita lakukan pasti ada saksi atau yang menyaksikan. Penyaksi itu bisa jadi selain manusia, dalam al Qur’an disebutkan
bahwa saksi itu bisa berujud tangan kita, kaki kita, mulut kita atau mungkin makhluk lain di luar
tubuh kita. Selain yang kasat mata ternyata
ada saksi yang tidak kasat oleh indera kita, yakni makhluk-makhluk Allah SWt
yang berada di alam ghoib. Dan yang tidak
bisa kita pungkiri adalah Allah SWt selalu
menyaksikan dan sekaligus sebagai hakim dari semua perbuatan kita.
Bunga Lily |
Bila tangan kita atau anggota badan kita menjadi
saksi kita, lantas siapakah sebenarnya kita itu ?
Bila demikian dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya kita bukanlah ujud material, kita
adalah menejer yang menggerakan ujud material itu dengan segala atribut yang
disandangnya. Maka mengatakan seseorang
tampan atau cantik, bukanlah karna matanya, bukan warna kulitnya singkatnya bukan
ujud materialnya, tetapi keindahan seseorang itu adalah produk yang dihasilkan
manajer tadi, yakni kwalitas akhlak yang dihasilkannya.
Analisis demikian telah diajarkan Allah SWt dengan
mengabadikan nama seseorang sebagai sebuah nama surat dalam Al Qur’an, Al Luqman. Hamba Allah yang bernama Luqman adalah seorang
hamba yang dalam pandangan kita bukanlah orang yang dikaruniai keindahan fisik
seperti hamba yang lain, tetapi keindahan budi perketinya menjadikan dia
menyandang gelar orang yang bijak, sehingga ia mendapat sebutan Luqmanul Hakim
(Luqman yang bijaksan).
Nasehat-nasehatnya kepada putranya diabadikan dalam Al Qur’an. Jadi nilai kebajikan seseorang itulah sejatinya
yang menentukan keindahan diri orang
tersebut.
Sekelompok manusia yang telah diberi kesempurnaan
fisik berkumpul dan bergurau dengan senangnya menjadikan kecacatan fisik dan mental orang
ketiga sebagai bahan gurauan. Mereka
lupa bahwa ada orang ketiga lain sebagai saksi dan hakim bijaksana yang selalu
memperthatikannya. Bagaimana jika kecacatan fisik dan mental itu ditimpakan
kepada mereka, kepada anak mereka atau kepada kerabat mereka? Masih
sanggupkah mereka tertawa ? Bagaimana
jika hamba yang teraniaya itu mengetahui kemudian memohon kepada Allah SWt agar ujian itu dipindahkan kepada mereka ? Bagaimana jika para malaikat mengaminkan do’a
si cacat tersebut ? Inilah yang
seharusnya menjadi renungan bagi mereka yang bergurau dengan menjadikan
kecacatfisik dan mental seseorang sebagai bahan guarauannya.
Rasulullah SAW berkata kepada Muadz ra, sbb;
الاَ
اُخْبِرُ كَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ قُلْتُ : بَلى يا رسول الله فاخذ بلسانه فقال: كُفَّ
عليك هذا , قُلتُ: يا رسول الله وأِنّا لَمُؤَاخذونّ بما تتكلَّمُ به؟ فقال ثكِلَتْكَ اُمُّكَ, و هل يَكُبُّ النَّاس
فى النّار عَلى وُجُوههم الاّ حَصَائِدُ اَلسِنَتِهِمْ
“Maukah
kamu aku beritahu tentang kuncinya semua perkara?” lalu beliau memegang
lidahnya dan bersabda:”jagalah ini”.
Lalu saya berkata:” Wahai Rasulullah, apakah kami akan dituntut
(disiksa) karena apa yang saya katakan?” Maka beliau bersabda: “Celaka kamu dan
bukankah manusia dimasukkan ke dalam neraka atas murkanya, kecuali karena ulah
lidahnya (ucapannya).(HR Turmudzi)1
Mereka akan mengatakan “Ini hanya sebatas bergurau
belaka”, bila demikian maka menejer itu sengaja melakukan kedustaan. Apakah agama membenarkan tindakan demikian ? Jawabnya adalah tidak, mari kita perhatikan nasehat
Rasul SAW berikut;
لاَ
يُؤْمِنُ العَبْدُ الاِيْمَانَ كُلَّهُ حَتَّى يَتْرُكَ الكَذِبَ مِنَ المُزَاحَةِ
وَ يَتْرُكَ المِرَاءَ وَ اِنْكَانَ صَادِقًا
Belum sempurna
iman seorang hamba hingga ia meninggalkan dusta sekalipun dalam gurau dan
meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar. (HR. Ahmad)2
Itulah yang harus selalu menjadi renungan bagi setiap hamba yang berimanan. Allah SWt berfirman;
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا
مِنْهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman ! janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) (QS Al Hujurat [49]:11)
Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Allah SWt melarang hamba-Nya bergurau dengan
menjadikan kekurangan orang lain sebagai bahan
gurauan. Allah SWt melarang perbuatan demikian, ketika seseorang tidak
menghiraukan perintah-Nya sepadan dengan melecehkan Allah SWt. Jadi siapa saja yang menertawakan kekurangan hamba Allah di muka bumi ini sepadan dengan mengejek Penciptanya, sangat rendahlah martabat hamba-hamba
demikian.
و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله
وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawabi
Pustaka
Al Qur’an Karim
1Imam
Nawawi. 2004
M/1425H. Riyadush Shaalihin.
Dar
Al-Kotob Al-Ilmiah. Beyrouth. Lebanon. Cet. VI.
2Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1995.
Mukhtarul
Ahadist. Trj. Mahmud Zaini.
Pustaka Amani. Jakarta. Hal. 378
Pustaka Amani. Jakarta. Hal. 378
Tidak ada komentar:
Posting Komentar