Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Senin, 04 April 2016

MAKNA KEDEKATAN HAMBA TERHADAP TUHANNYA

by
Budi Wibowo

سم الله الرّمان الرّحيم

Saat hamba sadar bahwa Allah SWt menjauh justru pada saat itu Allah SWt dekat dengan hamba, demikian pula saat hamba merasa dekat dengan Allah SWt juga menggambarkan bahwa saat itu hamba dekat dengan Dia”. 
***



Kita mengenal  istilah ujian, adzab, rahmat dan pembiaran atau istidraj dari Allah SWT.   Sebenarnya semua itu merupakan bentuk rahmat (kasih dan sayang) Allah pada hamba-Nya.    Yang terpenting dari semua itu adalah kemampuan hamba menangkap pengertian  tersebut.   Kemampuan menangkap inilah yang membedakan hamba satu dan lain di hadapanNya.   Sinyalemen ini dapat kita tangkap dari firman Allah SWT dalam hadist Qudsi, sbb;

اَ ناَ عٍندَ ظَنِّ عَبْدِى بىِ وَأنَا مَعَهُ حَيْنَ يَذْكُرُنِى

“Aku menurut prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku (HR Syaikhani dan Turmudzi) 1 

Rahmat  terdiri “kasih” dan “sayang” terinspirasi dari asma Allah SWT yang hampir setiap hari kita sebut yakni arrahman (yang maha pengasih) dan arrahiim (yang maha penyayang) dalam kalimat bismillaahirrahmaanir rahiim.

Allah SWT akan tetap memberi  bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha untuk mendapatkan sesuatu sesuai kapasitas kemampuan hamba tersebut dari apa yang diinginkan tanpa pandang bulu, selain memberi Allah SWT juga mencurahkan rasa sayang-Nya kepada hamba-hamba tertentu.  Jadi yang membedakan maha pengasih dan maha penyayang adalah adanya sifat memberi tanpa pandang bulu dan sifat memberi dengan pilih-pilih.  Maka tidak perlu heran jika di muka bumi ini ada hamba yang sukses dalam  kehidupan dunianya meskipun mereka banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran perintah-Nya dan ada hamba yang hidup susah meski mereka telah mematuhi segala perintah-Nya.  Sepintas menurut pandangan manusia seperti itulah adanya kehidupan  ini, padahal  nilai kesuksesan  itu bergantung dari rasa syukur yang merasuk ke dalam diri masing-masing.       Oleh sebab itu  belum tentu mereka yang  memiliki finansial melimpah lebih bahagia dibanding mereka yang minim dalam kepemilikan finansial. 

Sukses dunia melalui  jalan yang tidak syar’i adalah bentuk istidraj (pembiaran) oleh Allah SWt.  Pembiaran bukan merupakan keputusasaan Allah SWT, tetapi pembiaran  merupakan fenomena menjauhnya Allah SWT dari hamba.    Bagaimana mungkin  Allah SWt  menjauh dari seorang hamba-Nya  ?   Mari kita perhatikan dua statement  antagonis ini tetapi menghasil kesimpulan yang sama;

 Saat hamba sadar bahwa Allah SWt menjauh  justru pada saat itu Allah SWt dekat dengan hamba, demikian pula saat hamba merasa dekat dengan Allah SWt juga menggambarkan bahwa saat itu hamba dekat dengan Dia”. 

Dari kedua fenomena tersebut kita dapat menarik benang merah bahwa jauh dan dekatnya seorang hamba  terhadap Allah SWT terletak pada nilai kesadaran hamba akan keberadaan  Allah SWT.   Penjagaan terhadap rasa dekat  itulah yang terwujud dalam bentuk rasa syukur.  Ekspresi rasa yukur bukan sekedar dalam ucapan saja, tetapi  juga termanifes dalam bentuk  patuhnya seorang hamba melaksanakan segala perintah dan larangan-Nya.  Semua  akan menyembul dalam bentuk  aklakul karimah.   Maka dari itu Allah SWt berfirman

“Aku menurut prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku (HR Syaikhani dan Turmudzi) 1 

Lawan dari sadar tentu tidak sadar atau lalai.  Allah SWt menggambarkan orang  yang lalai dalam surat Al Ma’un

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

Maka kecelakaanlah bagi  orang yang shalat yaitu  mereka yang lalai dalam sholatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang yang berguna (QS Al Maa’uun [107]:4-7)

Jadi orang-orang yang lalai itulah hamba-hamba Allah SWt yang jauh dari Allah SWt, mereka akan mengalami  kecelakan dalam hidupnya, sebab mereka  tidak  mengingat  Allah Swt.  Sedangkan orang yang beruntung adalah orang yang selalau menjaga rasa syukurnya dalam kondisi apapun, ulama mengatakan mereka adalah golongan orang yang selalu berbaik sangka kepada Allah SWt.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

Allahu ‘alamu bishawab.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّحِمِيْنَ




2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum warahmatullah..
    Saya uswatun, ingin bertanya..
    Bagaimana caranya iman kita tetap terjaga sehingga kita bisa merasakan bahwa Tuhan (Allah) selalu ada bersama kita?
    Sekian, terimakasih
    Wassalam..

    BalasHapus
  2. Wa'alaikumussalam. Iman itu bersifat naik turun. Utk. menjaganya maka kita harus selalu berprasangka baik pada Allah SWT. (Qona'ah). WaAllahu 'alamu bishawab.

    BalasHapus