by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان الرّحيم
Saat-saat
indah bersamaNya seharusnya sejak lama kita tegukrasakan. Lihatlah betapa indahnya keberagaman yang Ia
ciptakan. Kita tenggelam di dalamnya. Kita termasuk obyek permainan dari skenario
agung yang Ia rancang. Dia adalah
sutradara agung yang tidak pernah kehabisan naskah. Bila kita mampu meloncat ke dalam
dekapanNya niscaya damai kita rasakan,
selalu tersenyum laksana bayi dalam permainan dan buai kasih sayang ibunya.
Tentu indah, damai dan
menyenangkan sambil menikmati drama yang
Ia skenariokan. Duhai Pujaanku peluklah
daku !
***
Siapakah di atas
bumi ini yang ujiannya paling berat ? Jawabnya adalah para Rasul. Maka ketika manusia mengalami ujian berat seharusnya dia mengingat para Rasulnya bahwa ujian itu sebenarnya
belum seberapa dibanding mereka. Ketika
manusia sering berdialog (istilah lain mengingat para Rasul) dengan Rasul
niscaya
Akhirnya menjadi kepatutan bila manusia selalu membiasakan bertemu dengan kekasihnya itu. Tidak ada yang mampu mendapatkan kedamaian
yang abadi kecuali manusia benar-benar menjadikan Tuhan sebagai
kekasihnya.
أَلَا
بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah (niscaya) hati
menjadi tenang.” (QS Ar Ra’d [13] : 28).
Sebagai kekasih tentu tidak ada hijab bagi Dia terhadap
hambanya, justru hambalah yang terhijab karena kemampuannya yang terbatas.
Dia berikan isyarat kepada
manusia ;
وَمَاالحَيَوَاةُالدُّنْيَاإلاَّ مَتَاعُ الغُرُورِ
”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadid [57]:20)
Kemudian pada kondisi lain Dia memberitahu hamba dengan
nada lebih bersifat belaian kasih
sayang,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan
sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita senang
kepada orang-orang yang shabar”. (QS
Al Baqarah [2] : 155).
Bila kita telah merasa dalam buaianNya tidak
sepatutnya takut ketika rasa takut menghampiri, tidak sepatutnya merasa lapar ketika lapar menimpa,
tidak sepatutnya merasa miskin ketika harta tidak berada di tangan, tidak
sepatutnya terus larut dalam kesedihan ketika orang yang kita cintai
meninggalkan kita dan tidak sepatutnya berkecil hati ketika mengalami kegagalan usaha. Seharusnya
tersenyum karena maklum bahwa
kita selalu berada dalam dekapan kasih sayangNya. Perhatikan firman berikut
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dia bersamamu
dimanapun kamu berada (QS Al Hadiid [57]:4)
Tentu sangat
mudah bagi Tuhan merubah atau memenuhi
keinginan-keinginan yang diharapkan hambaNya, dan pasti Dia akan memenuhi apa yang hamba
pinta, sekarang, esuk atau mungkin nanti.
Inilah syarat pengabulan yang dijanjikanNya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
”Dan
orang-orang yang bejihad untuk mencari keridhaan Kami, niscaya (benar-benar) akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
kami.” (QS.Al Ankabut [29]:69 ).
Menegakkan
kalimat Allah SWT (berjihad) melalui jalan sunnah dan selalu dzikir ( menyebut,
mengingat dan mempelajari) tentang Allah
SWT melalui ayat-ayat kauniyah (kejadian di sekitar kita dan yang berkaitan dengan
diri kita) maupun ayat-ayat chauliyah-Nya
(firman-firman-Nya) merupakan jalan yang harus kita tempuh, seperti telah
tersiratkan dalam ayat di atas. Yang
paling penting dari itu semua adalah adanya rasa senang/gembira tatkala menempuh jalan-jalan tersebut. Rasa senang
lebih memiliki nilai dari sekedar sungguh-sungguh, karena di dalamnya terkandung
rasa cinta. Inilah sebenarnya pembangkit energi yang luar biasa. Ketahuilah bahwa rasa senang tersebut
sebenarnya merupakan penjelmaan rasa senang (ridho) Allah SWT terhadap hambanya.
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
”Allah
ridho(senang) kepada mereka dan mereka
ridho (senang) kepadaNya”(QS Al Bayyinah [98]:8)
Rasa Senang
(ridho) karena Pamrih
Kadang rasa
senang itu timbul karena Allah SWT
menghadiahkan pahala kepada kita, sebagai hasil usaha yang telah kita
lakukan. Seperti keberhasilan kita
dalam mencapai cita-cita dengan sebab kegigihan kita. Pahala ini bisa dalam bentuk hasil panen
yang bagus, prestasi kerja yang baik atau terbebaskannya kita dari sakit yang
pernah kita alami. Hal-hal
demikian menjadikan nilai kedekatan atau
rasa senang kepadaNya berbeda dibanding dengan kondisi sebelum pahala itu
diberikan kepada kita. Dengan pahala
itu kita menjadi lebih merasa dekat dan senang denganNya.
Peristiwa-peristiwa
semacam itu seperti baru menyadarkan kita bahwa Allah SWT benar-benar Maha
Penyayang. Allah SWT telah mengungkapkan sikap demikian
ini secara ekstrim seperti termaktub dalam surat Al Fajr sbb.
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
”Maka adapun
manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan,
maka dia berkata ”Tuhanku telah memuliakanku”, Namun apabila Tuhan mengujinya
lalu membatasi rezekinya maka dia berkata ”Tuhanku telah menghinakanku.” (QS Al
–Fajr [89]:15-16).
Kesenangan atau
kecintaan yang tergambar di atas sebenarnya timbul karena pamrih. Pahala yang di berikan Allah SWT itu sebenarnya hanyalah ujian yang bertujuan untuk menyadarkan manusia sampai batas mana
mereka mampu memelihara keridhaan padaNya.
Ayat tersebut juga menggambarkan bahwa umumnya manusia gagal memelihara keridhaan terhadap
Tuhannya. Selain itu juga menggambarkan
bahwa umumnya keredhaan manusia terhadap
Tuhannya hanya bersifat temporer.
Rasa Senang
(ridho) tanpa Pamrih
Saat Allah SWT
menghadiahkan pahala dunia, kita sangat memujiNya sebagai ungkapan rasa senang
di satu sisi, pada sisi lain mampukah
kita memelihara rasa senang tersebut manakala pahala dunia yang kita harapkan
tidak berada di tangan kita ? Umumnya manusia gagal mempertahankan rasa
senang itu ketika terjadi kontra kondisi dari apa yang mereka harapkan. Kini kita baru sadar bahwa problem yang harus
kita hadapi sebenarnya adalah bagaimana mempertahankan rasa ridhoo/senang
tersebut apapun kondisinya.
Rasul SAW
mengajarkan do’a untuk menjaga kondisi tersebut agar dipanjatkan setiap sehabis
sholat, sbb;
اللَّهُمَّ أعَنِيّ عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ و حُسْنِ عِباَدَتِكَ
”Ya Allah pujaan hamba buailah hamba
agar hamba selalu ingat kepadaMu, senang menerima segala nikmatMu, tunjukilah
hamba agar semakin pintar melakukan
pengabdian padaMu, senang menyambut
buaian kasih sayangMu.”*)(HR Abu Daud
dan Nasa’i dengan sanad sahih) 1
Jadi jalan yang
harus ditempuh untuk mencapai rasa ridhaa tersebut adalah dzikir, syukur
dan ibadah.
Dzikir
Kata dzikir
mengandung makna mengingat, menyebut dan mepelajari. Tiga makna inilah yang seharusnya kita
bawa kemanapun, bagaimanapun dan kapanpun, mengiring setiap hembusan nafas yang
kita keluarkan, jangan sampai lepas dari
tiga hal tersebut, sebagai penjagaan kedekatan kita kepada Allah SWT yang
sangat kita cinta dan takuti.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Ingatlah daku
niscaya Aku akan ingat kepadamu(Al Baqarah [2]:152)
Senyumlah untukKu
niscaya aku akan menyambut senyumu.
Sayangilah daku niscaya Aku akan lebih menyayangmu. Kecemberutanmu padaKu tentu akan membuat kecemberutanKu. Demikian seandainya boleh mengekpresikan makna di balik Firman
Allah SWT di atas. Sebagaimana Allah berfirman dalam hadits qudsti :
اَ ناَ عٍندَ ظَنِّ عَبْدِى بىِ وَأنَا مَعَهُ حَيْنَ يَذْكُرُنِى
“Aku
menurut prasangaka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia
ingat kepada-Ku (HR Syaikhani dan Turmudzi) 2
Syukur
Syukur sebenarnya merupakan buah daripada dzikir. Sebab timbulnya rasa tersebut karena adanya
kemantapan pengetahuan yang berkaitan dengan syukur. Pengetahuan/ilmu itu sendiri erat kaitannya
dengan makna dzikir, maka ketika manusia
telah mendapatkan mutiara dzikir niscaya
syukur akan mengikutinya.
Beberapa ulama
berteori tentang makna syukur, salah satunya adalah Syibli, mengatakan
bahwa syukur adalah memperhatikan (Dzat) yang memberikan kenikmatan, bukan pada
kenikmatan-Nya.3 Maka ketika
perhatian selalu tertuju kepada sang kekasih apapun yang diberikannya
tentu akan diterima dengan senang hati, terlebih terhadap apa yang diinginkan.
Ibadah
Ibadah merupakan esensi dari pada syukur atau ungkapan terima kasih kepada Tuhan dalam bentuk amal perbuatan. Sebenarnya
nikmat yang diberikan Allah SWT kepada hambaNya tidak terhitung
banyaknya, maka sudah sewajarnya bila
manusia mengekpresikan rasa syukur itu dalam bentuk amal perbuatan. Bersedekah atau membantu orang lain
sebenarnya wujud rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang dilimpahkan kepada
hamba. Pelaksanaan sholat merupakan
ekspresi pengakuan terhadap keesaan
Allah SWT dan sebab telah banyaknya nikmat yang
diterima. Maka bila ada yang meninggalkan sholat jelas
mereka adalah orang yang tidak bersyukur, sekaligus menggambarkan orang yang
tidak pandai memethik mutiara dzikir,
meski telah mengaku sebagai muslim.
Bila ibadah
merupakan ungkapan rasa syukur
dalam bentuk amal perbuatan, maka dorongan dari dalam penyebab gerak tersebut menjadi faktor
penentu. Kini dapat kita rasakan bahwa
niat sebenarnya merupakan ruh ibadah.
Ekspresi rasa kegembiraan yang menyembul dalam pelaksanaan ibadah
menggambarkan niat yang tulus (ikhlas) beriring dengan rasa cinta
kepadaNya.
Kini kita sampai pada pertanyaan; ”Pada kondisi apapun,
mampukah Anda selalu merasa gembira dalam setiap ibadah yang Anda lakukan
?” Bila Anda telah mampu mencapai kondisi tersebut, Anda telah
mendapatkan hakekat ibadah yang sebenarnya, tanpa pamrih, tidak ada tujuan lain
kecuali mengharap pertemuan denganNya, kekasih yang selalu kita kawatirkan
melepas buaian kasih sayangnya.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى وَلَسَوْفَ يَرْضَى
”Tetapi (dia
memberikan /beribadah itu semata-mata) mencari keridhaan Tuhannya Yang maha
Tinggi, dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail [92]:20-21).
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
”Allah
ridho(senang) kepada mereka dan mereka
ridho (senang) kepadaNya” (QS Al Bayyinah [98]:8)
Semoga Anda semua
termasuk hamba-hamba yang selalu ridho (senang) merima anugerah Allah SWT
apapun kondisi dan bentuknya. Amiin.
***
Saat-saat indah
bersamaNya seharusnya sejak lama kita tegukrasakan. Lihatlah betapa indahnya keberagaman yang Ia
ciptakan. Kita tenggelam di
dalamnya. Kita termasuk obyek permainan
dari skenario agung yang Ia rancang. Dia
adalah sutradara agung yang tidak pernah kehabisan naskah. Bila kita mampu meloncat ke dalam
dekapanNya niscaya damai kita rasakan,
selalu tersenyum laksana bayi dalam permainan dan buai kasih sayang ibunya.
Tentu indah, damai dan
menyenangkan sambil menikmati drama yang Ia skenariokan. Duhai
Pujaanku peluklah daku !
وصلّ الله على سيّدنا محمّد و على آله وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawab.
=====
*) Terjemah secara leterlux sbb: ”Ya Allah bimbinglah hamba untuk selalu berdzikir,
bersyukur dan mebaguskan dalam beribadah
kepadaMU.”
Pustaka
AlQur’an Karim.
1 Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka
1 Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka
Al
’Alawiyah. Semarang. Hal.69.
2 Usman,
Ali,M. Dahlan, H,A,A. Dahlan H,M,D. 2006.
Hadiits Qudsi. CV Penerbit Diponegoro.
Bandung. Hal. 87.
3
Al- Qusyairi._____. Ar-Risalatul Qusyairiyah Fi’Ilmit
Tashawwuf. Darul Khair. Penyadur
Umar Faruq.
2002. Judul Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian
Ilmu
Tasawuf. Pustaka Amani. Jakarta . Hal 246.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar