by
Budi
Wibowo
بسم
الله الرّحمان الرّ حيم
Orang yang dirundung cinta akan selalu mengingat pada yang dicintainya dan orang yang dirundung rindu akan selalu takut dilupakan oleh yang dirinduinya. Untuk melampiaskan rasa cinta dan rindu itu dia akan selalu membaca surat yang telah dikirimkan padanya dan selalu memandang benda yang menjadi saksi kenangan padanya. Semua yang dilakukan selalu ditujukan untuk mencapai pertemuan dengannya. Itulah tanda orang yang dimabuk cinta dan kerinduan. Kehadirannya selalu menebar aroma harum wangi.
***
Setiap Obyek
adalah Kalam Ilahi
Saat kita masih balita, orang
tua mengajarkan nama-nama dan kita menirukannya tanpa mengerti makna yang
diajarkannya. Dengan berjalannya waktu
pengetahuan kita semakin bertambah dan semakin paham secara mendalam apa yang
diajarkan orang tua kita atau pihak lain yang berinteraksi dengan kita. Saya hendak mengatakan bahwa kemampuan menginisialisasi
benda maupun fenomena yang kita tangkap itu hampir seluruhnya berasal dari
generasi yang lahir lebih dahulu. Bila
kita urut ke belakang maka akan kita temukan manusia pertama dan di saat itulah
Sang Pencipta mengajarkan nama-nama dan fenomena jagad raya ini. Jadi kalimat itu sebenarnya datangnya dari
Sang Pencipta/Al Qadim.
وَعَلَّمَ
ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي
بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya
kepada para malaikat lalu berfirman :”Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jika kamu memang orang-orang yang benar.”(QS Al Baqarah :[2]:31).
Maka kita dapat mengambil hikmah
bahwa pada setiap obyek yang kita temui di sana selalu melekat kalam
Ilahi. Kita kadang tidak sadar bila
diskripsi yang telah kita lukiskan pada suatu obyek atau fenomena tertentu sebenarnya mengutarakan
kalam Ilahi. Bila kita menemukan jejak
harimau, kita akan mengatakan bahwa “Di
sana ada harimau.” Selanjutnya kita akan
berpikir bahwa bila mengikuti jejak tersebut akan kita dapati beberapa
kemungkinan; kita akan menemukan
harimau, kita akan diterkam harimau, kita
akan mendapatkan harimau itu tidur, kita akan mendapatkan harimau itu berwarna
kuning dengan belang hitam dan sebagainya
dan sebagainya, masih banyak lagi kemungkinan yang kita dapatkan. Semua
itu sebenarnya pernyataan yang telah dilekatkan pada sebuah obyek (dalam hal
ini harimau) yang kita amati, itulah sebenarnya kalam ilahi yang tidak tertulis
dalam kitab suci Al Qur’an. Tuhan
berbicara (ber-kalam) tetapi tidak seperti bagaimana makhluk berbicara.
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ
وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan
menyebut nama TuhanMu. Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmu maha Mulia yang mengajarkan manusia dengan tulisan, mengajarkan manusia
sesuatu yang belum diketahui.”(QS Al Alaq [ 96]: 1).
Ayat tersebut adalah perintah
Tuhan pada awal penurunan wahyu kepada Muhammad SAW, yakni agar manusia selalu membaca atau
mempelajari nama-nama benda dan fenomena yang melekat padanya, seperti halnya kala pertama Dia menciptakan
Adam AS, dan yang lebih menarik dalam perintah itu adalah Dia mengingatkan agar
manusia selalu mengaitkan setiap fenomena yang terjadi dengan
Dirinya atau agar manusia selalu ingat pada-Nya. Kini kita dapat merasakan sampai batas mana
kesadaran kita dalam menangkap kehendak Tuhan tersebut selama di dunia ini.
Sesuatu itu
Sebenarnya Media Yang Mempertemukan Kita dengan Tuhan
Jadi Tuhan telah mengingatkan
kepada kita agar setiap saat belajar dan
mempelajari sesuatu yang berada di sekitar kita yang sebenarnya sesuatu itu
merupakan media yang mempertemukan antara kita dengan-Nya. Pernahkah
Anda perhatikan pepohonan di sekitar kita sementara angin sepoi berhembus, pepohonan
itu lembut berayun memberi kesan mendalam bahwa sebenarnya mereka juga
berbicara, apalagi di situ berkicau burung liar dengan irama tidak teratur
saling bersautan, justru ketidak-teraturan irama itu memberikan kesan lebih
dinamis hidup dan indah. Atau pernahkan
Anda memperhatikan ketika bunga-bunga di taman depan rumah kita merekahkan
bunganya dengan ceria seakan tersenyum berucap terima kasih sebab sentuhan kasih sayang kita ? Atau
pernahkah Anda perhatikan jalan menuju masjid/mushola yang kita tapaki setiap
hari seakan ikut mengucap selamat kepada kita ?
Mereka semua adalah makhluk
Allah SWT yang hidup dan berbicara dengan bahasa masing-masing. Seandainya kita mau menyadari bahwa mereka itu adalah media yang mempertemukan
kita dengan Allah SWT niscaya kita akan banyak bersyukur padaNya. Allah berfirman,
قُلْ
هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ
قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“ Dia yang menciptakan untukmu pendengaran,
penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali manusia yang bersyukur”. (QS Al Mulk
[67]:23 ).
Makna di balik firman tersebut di antaranya adalah manusia diperintahkan agar selalu memanfaatkan potensi indera yang telah
dianugerahkan kepadanya itu untuk mempelajari benda-benda termasuk yang ada
pada dirinya dan fenomena yang melekat pada benda-benda tersebut sebagai media
komunikasi denganNya, tetapi sedikit sekali manusia yang bersyukur atau
memperhatikan TuhanNya. Syibli,
mengatakan bahwa syukur adalah memperhatikan (Dzat) yang memberikan kenikmatan,
bukan pada kenikmatan-Nya.1
Jadi Tuhan selalu mengingatkan
hambaNya agar tidak bosan-bosan meneguk pengetahuan dengan mempelajari benda-benda
di sekitanya dan fenomena yang melekat padanya termasuk yang ada pada diri hamba tersebut secara utuh. Bila pemahaman itu hanya sepotong kita akan
terjebak pada mindset kaum materialis, yakni pola hidup keduniawian yang hanya berprinsip untung rugi semata. Bila
Anda seorang petani yang Anda harap hanya panen banyak semata, bila Anda seorang pengusaha
yang Anda harap hanya keuntungan besar dengan berbagai cara Anda perbuat, Bila
Anda seorang birokrat yang Anda tuju hanya bagaimana mendapatkan tambahan besar dari kedudukan yang Anda peroleh, bila
Anda seorang peneliti yang Anda kejar hanya perolehan jasa yang besar. Semua menggambarkan prinsip untung rugi yang
terggambar dalam kepala bahwa ukuran kebahagiaan itu hanya ditentukan oleh
harta dan kedudukan semata dan tidak terbesit keberadaan Tuhan yang terkait
dengannya.
Tiada Sesuatu
yang Bermanfaat Kecuali Sesuatu itu Menambah Kedekatan Kita Kepada Allah SWT
Tiada sesuatu yang bermanfaat
kecuali sesuatu itu menambah kedekatan kita kepada Allah SWT. Pemahaman sepotong dalam mempelajari benda
dan fenomena yang ada di sekitarnya jelas tidak akan mewujudkan peningkatan
kedekatan kepada Allah SWT, meskipun fenotype pemiliknya menampakkan
simbul-simbul kedekatan kepada Allah SWT, karena masih terbungkus di dalamnya derivat
keangkuhan, hipokrit dan hasad.
Pemahaman sepotong dan seutuhnya itu menandakan perbedaan antara orang
yang berakal dan tidak berakal di hadapan Allah SWT. Allah
SWT berfirman,
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda orang yang berakal , (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata) :” Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha
suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Al
Imran:3:190).
Ayat tersebut menggambarkan orang
yang memahami ilmu seutuhnya dan itulah tanda orang yang berakal. Dalam ayat tersebut tergambar bahwa dia
adalah orang yang selalu ingat kepada Allah SWT, mempelajari
ciptaanNya dan takut akan
siksaNya. Allah berfirman bahwa mereka itulah
orang-orang yang hidup
لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ
عَلَى الْكَافِرِينَ
“Supaya dia
(Muhammad) memberi peringatan kepada orang yang hidup (hatinya) dan supaya
pastilah ketetapan (azab) teradap orang kafir.” (QS Yaasin
[36]:70)
Nabi bersabda bahwa orang yang tidak ingat kepda Allah SWT itu sebagai bangkai yang berjalan
مَثَلُ الّذيْ يَذكُرُ اللهَ والّذِى لا
يَذكُرُ اللهَ مَثَلُ الحَيِّ وَ المَيِّتُ
“Perumpamaan (perbandingan) orang yang ingat akan Allah dan orang yang tidak ingat akan Allah adalah seperti orang yang hidup dan mati.” (HR Bukhori) 2
Maka pemahaman bagi orang yang
selalu ingat akan Tuhannya adalah keharuman akhlak yang ia taburkan di tengah
masyarakat, sebaliknya bukan penabur kebusukan laksana bangkai yang menjijikan
sabagaimana penggambaran yang telah disampaikan rasul tersebut. Demikian pemahaman tentang seharusnya memahami
ilmu itu secara utuh. Semoga bermanfaat
bagi diri penulis dan pembaca sekalian. Amiin.
***
Orang yang dirundung cinta akan
selalu mengingat pada yang dicintainya dan orang yang dirundung rindu akan
selalu takut dilupakan oleh yang dirinduinya.
Untuk melampiaskan rasa cinta dan rindu itu dia akan selalu membaca
surat yang telah dikirimkan padanya dan selalu memandang benda yang menjadi
saksi kenangan padanya. Semua yang
dilakukan selalu diutujukan untuk mencapai pertemuan dengannya. Itulah tanda orang yang dimabuk kerinduan dan
cinta. Kehadirannya selalu menebar
aroma harum wangi.
و
صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
Wallahu a’lamu
bishawab.
PUSTAKA
AL Qur’an Karim
1
Al- Qusyairi._____. Ar-Risalatul Qusyairiyah Fi’Ilmit Tashawwuf.
Darul Khair. Penyadur Umar Faruq.
2002. Judul Risalah
Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Pustaka
Amani. Jakarta.
Hal 246.
2 Imam Nawawi. 2004 M/1425H. Riyadush Shaalihin.
Dar
Al-Kotob Al-Ilmiah. Beyrouth. Lebanon. Cet. VI.
Hal. 289.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar