by
Budi Wibowo
بسمالله الرّحمان الرّحيم
Tidak
boleh menuduh sesama muslim sebagai kafir tetapi tidak ada larangan menuduh diri sendiri
sebagai kafir, jangan-jangan kita hanyalah sebungkus manusia yang berlabel iman
belaka.
***
Bungkus
tidak selalu menggambarkan isi. Untuk
mengetahui kesesuainya tentu harus dilakukan pembuktian. Seharusnya bungkus mengekpresikan isi. Inilah yang saya maksud bahwa iman itu bukan
sekedar pura-pura, bukan sekedar gincau dan pupur belaka.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan
di antara manusia ada yang mengatakan beriman kepada Allah dan hari akhir
padahal mereka tidak beriman”. (QS Al-Baqarah [2]:8)
Dari
firman tersebut tergambar bahwa iman itu bukan sekedar diucapkan tetapi perlu
pembuktian.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا
أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ
”Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ”Kami telah
beriman, sedang mereka tidak diuji lagi ?
Padahal kami telah menguji orang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sessungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabut
[29]:2-3 )
فَمَنْ
تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
“Maka barang siapa
mengikuti petunjukku tidak ada rasa takut dan sedih bagi
mereka, sedangkan orang yang mengingkari dan mendustakan terhadap ayat2-Ku (kitabku) mereka adalah
penghuni neraka”. (QS Al Baqarah [2]:39).
Iman
itu pada hakekatnya penghayatan secara
sungguh-sungguh dalam hati. Ketika telah terjadi kondisi demikian tentu
ucapan dan tindakan yang dilakukan akan sesuai dengan pengakuan tersebut, buahnya adalah hilangnya rasa takut
dan sedih di hadapan makhluk. Bila tindakan dan ucapan itu
tidak sesuai dengan hakekat yang
diyakini mereka masuk dalam kategori dusta. Allah SWT mengatakan mereka termasuk golongan
orang yang mendustakan (pembohong) dan kafir (ingkar).
Ada
lima tanda orang beriman, barang siapa satu saja tidak terpenuhi syarat tersebut,
mereka termasuk golongan orang yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasul SAW
berikut;
خَمْسٌ
مِنَ الاِيْمَانِ , مَنْ لَمْ يَكُنْ فِهِ شَئٌ مِنْهُنَّ فَلاَ إيْمَانَ لَهُ :
ألتَّسلِيْمُ لأَِمْرِاللهِ, وَالرِّضَا بِقَضَاءِاللهِ , وَالتَّوِيْضُ إلَى
اللهِ , وَالتَّوَكُّلُ عَلَىَ اللهَ , وَالصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأو لىَ
“Lima perkara yang merupakan
bagian dari iman, siapa yang dalam dirinya tidak terdapat salah satu di
antaranya berarti dia tidak memiliki iman, yaitu : menerima perintah Allah SWT
(Taslim), rela terhadap keputusan Allah SWT,
berserah pada hukum-hukum Allah SWT (Tafwied), berserah diri pada
ketentuan Allah SWT (Tawakal), bersabar pada saat musibah menimpa pada pukulan/benturan
pertama”. (HR Al Bazzar dari Ibnu
Umar) 1
Taslim, Tafwied dan Tawakal ketiganya mengandung kesamaan
pengertian yaitu “kepasrahan”. Taslim
merupakan bentuk kepasrahan diri dalam wujud melaksanakan perintah Allah
SWT. Tafwied merupakan bentuk
kepasrahan diri dalam wujud pengakuan total terhadap hukum-hukum Allah SWT.
Tawakal merupakan bentuk kepasrahan diri dalam bentuk pengakuan bahwa
hasil akhir dari segala usaha berserah
pada Allah SWT.
Kelima komponen itulah sebenarnya
isi yang seharusnya terkandung dalam jiwa orang
beriman. Sinergi kelimanya akan
menghasilkan energi yang dasyat luar biasa.
Tanpa adanya bekal tersebut tidak mungkin terjadi keberanian yang luar biasa
pada tentara Badar. Sinergi itu akan menghasilkan
pejuang Islam dalam menegakkan kalimat Allah (berjihad).
Dari uraian tersebut dapat kita
rasakan bahwa meraih predikat iman ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Kini
kita sadar bahwa keimanan itu harus tetap kita jaga dan perjuangkan. Pertanyaannya, sudah sampai di mana kegigihan kita dalam memperjuangkan
dan mempertahankannya ? Inilah bahan
renungan yang seharusnya kita bawa setiap saat.
***
Tidak boleh menuduh sesama muslim sebagai
kafir tetapi tidak ada larangan menuduh
diri sendiri sebagai kafir, jangan-jangan kita hanyalah sebungkus manusia yang
berlabel iman belaka. Semoga
bermanfaat. Amiin.
وصلّ الله على
سيّدنا محمّد و على آله وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu
bishawab.
PUSTAKA
Alqur’an
Karim
1Al
Hayimi, S.A. 1995. Muhtarul Ahadist. Terjemah :
Mahmud Zaini. Pustaka Amani. Jakarta.
Mantab mas Aku dah baca yang ini.
BalasHapusYang lain menyusul mas