by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان
الرّحيم
Bila
kita mau menyadari, Tuhan kadang membenturkan kita pada sebuah dinding fenomena yang keras. Mampukah kita bersabar pada tumburan pertama ? Itulah sebenarnya yang hendak Ia lihat. Dengan cara itu Dia memilih siapa hamba yang pantas dibuai dalam
pelukanNya. Mereka adalah pemilik jiwa yang tenang yang penuh
keridhaan dan sabar dalam menegakkan
kalimatNya, sadar bahwa benturan itu memang
harus dihadapi.
***
Saya percaya bahwa Anda
pernah merasa risau dan senang. Merasa
risau karena telah berbuat kesalahan
sehingga khawatir diketahui orang
lain, atau karena sesuatu yang Anda harap tidak sesuai kenyataan atau karena
Anda telah mendapat hinaan dari orang lain.
Saya juga percaya bahwa Anda pernah merasa senang karena mendapat apa
yang menjadi harapan, mendapat pujian
atau karena Anda telah mampu menunaikan kewajiban yang menjadi beban. Situasi risau dan senang inilah kondisi yang
selalu mengiring manusia dalam perjalanan hidupnya.
Yang penting bukan mencari sebab mengapa kita senang dan risau,
tetapi kesadaran mengedepankan pemahaman bahwa perjalanan manusia itu selalu
diliputi dua situasi tersebut. Sebenarnya
perintah seperti ini telah beberapa kali
disampaikan Allah SWT dalam Al-Qur’an, seperti kalimat berikut.
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا
تُرْجَعُونَ
Setiap jiwa
akan mengalami kematian, dan kami hendak mengujimu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan kepada Kamilah kamu dikemblikan
(QS Al-Ambiya [21]:35)
Dia yang
menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih
baik amalannya. (QS Al-Mulk [67]:2).
Kesadaran tinggi tentang lumrah-nya mendapat dua
situasi tersebut menimbulkan pancaran ketenangan jiwa bagi pemiliknya, sebab
kesadaran demikian menggambarkan kuatnya manusia berpegang pada petunjuk Allah
SWT dan juga sebagai tanda telah sampainya bisikan para malaikat padanya, sebagaimana
firman Allah SWT sbb;
فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
“Maka barang siapa mengikuti petunjukku tidak ada rasa takut dan sedih bagi
mereka, sedangkan orang yang mengingkari dan mendustakan terhadap
ayat2-Ku (kitabku) mereka adalah penghuni neraka”. (QS Al Baqarah [2]:39).
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ
الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُون نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَفِي الْآخِرَةِ
”Sesungguhnya orang yang
mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka seraya berseru:”Janganlah kamu
merasa takut dan kamu bersedih, sebaliknya bergiranglah dengan sorga yang telah
dijanjikan untukmu. Kamilah pelindungmu
dalam kehidupanmu di dunia dan di akhirat”.
(Al Fushilat [41]:30-31 ).
Syarat meraih
ketenangan, sebagaimana telah diterangkan dalam Surat Al-Fushilat [41]: 30
adalah istiqomah (teguh pendirian) dalam menerima segala perintah Allah
( ألتَّسلِيْمُ لأَمْرِاللهِ ). Taslim liamrillah, adalah sebuah ucapan Rasul
yang di dalamnya menjelaskan bahwa ketenangan
jiwa itu bukan disebabkan oleh keberadaan harta dan kedudukan atau ketiadaan
harta dan jabatan, tetapi ketenangan jiwa
itu sangat ditentukan oleh kuatnya manusia berpegang pada petunjuk Allah SWT dan kesadaran kebersamaan dengan-Nya dalam
setiap sudut ruang dan waktu, dengan sarana yang dimilikinya.
Allah
SWT berfirman;
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ
الْقُلُوبُ
“Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah (niscaya) hati
menjadi tenang.” (QS Ar Ra’d [13] : 28).
Bahkan dalam ayat lain Allah berfirman agar para hamba selalu mengingat Dia sebanyak-banyaknya (QS Al-ahzab [33]:41).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
“Wahai orang yang beriman dzikirlah (dengan
menyebut nama Allah) sebanyak-banyaknya.”
Perintah ini bisa saja kita artikan sebagai perintah agar sesering mungkin
menyebut dan mengingat-Nya. Sebenarnya bukan sekedar dalam arti kwantitas itu saja memaknai arti
dzikir, tetapi di dalamnya mengandung kebersamaan pengerahan fikir untuk mempelajari
makna firman-firman-Nya secara gigih. Jadi
dzikir mengandung pengertian bukan sekedar kwantitas tetapi menukik pada kwalitas
sebagai tujuan akhir.
Kini kita dapat merasakan bahwa kwantitas dan
kwalitas dzikir seseorang menunjukkan kematangan jiwa yang bersangkutan di hadapan Allah SWT. Kematangan jiwa inilah yang menjadikan
ketenangan bagi pemiliknya. Inilah
sebenarnya hakekat orang berilmu. Dalam suatu hadist disebutkan bahwa Ibadah seorang yang berilmu sebanding
dengan 1000 ahli ibadah yang tidak berilmu.
Pemilik jiwa yang tenang inilah kelak yang akan mendapat sambutan hangat dari
Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam
Surat Al Fajr sbb;.
“Wahai jiwa
yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridaiNya.
Maka masuklah ke golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS Al-Fajr [89]:27-30).
Semoga kita termasuk golongan orang yang memiliki
jiwa yang tenang dan mendapat ridhaNya. Amiin.
***
Bila
kita mau menyadari, Tuhan kadang membenturkan kita pada sebuah dinding fenomena yang keras. Mampukah kita bersabar pada tumburan pertama ? Itulah sebenarnya yang hendak Ia lihat. Dengan cara itu Dia memilih siapa hamba yang pantas dibuai dalam
pelukanNya. Mereka adalah pemiliki jiwa yang tenang yang penuh
keridhaan dan sabar dalam menegakkan kalimatNya, sadar bahwa benturan itu memang harus
dihadapi.
وصلّ
الله على سيّدنا محمّد و على آله وصحبه وسلّم
WaAllahu ‘alamu bishawab.
PUSTAKA
Al Qur’an karim.
Wibowo,B. 2013. Mari
Mengaji. Kekafiran Berbungkus Iman. http://kutbah.blogspot.com/2013/06/kekafiran-berbungkus-iman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar