Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Sabtu, 17 Februari 2018

Orang Sukses Menurut Islam


Orang  Sukses Menurut Islam

By
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمن الرّحيم

Allah SWt berpesan: “Dunia itu adalah kesenangan yang memperdayaimu”(3:185),   dengan kata lain Dia berpesan: ” Janganlah engkau teperdaya, niscaya engkau menjadi orang yang sukses dalam hidupmu”.
***
Ada dua cara pandang manusia dalam melihat dunia ini, yakni  pertama melihat dunia tanpa melibatkan esensi Tuhan dan kedua melihat dunia dengan melibatkan esensi Tuhan.   Cara pandang pertama pada puncaknya melahirkan kelompok atheism dan cara pandang kedua melahirkan kelompok theism.   Walaupun demikian menurut ajaran Islam manusia pada fitrahnya (sifat dasarnya)  mengakui adanya Tuhan.  Testimoni  pandangan demikian termaktub dalam kitab suci umat Islam (Al Qur’an), sbb:

وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ

وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ

“Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus, dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang yang tidak setia lagi ingkar. (QS. Luqman [31]:32).

Jalallain menerangkan bahwa frase ayat  (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ ) mengandung makna موتوسط بين الكفر ولإيمان ومنهم باق كفره  (pertengahan antara ingkar dan iman, sebagian tetap dalam kekafirannya ). 

 Dari ayat-ayat di atas  Jalallain mengelompokkan   manusia  dalam tiga kelompok dalam melihat dunia, yakni percaya akan esensi Tuhan, ragu-ragu dan tidak percaya akan esensi Tuhan.

Kekafiran pada dasarnya adalah mengesampingkan esensi Tuhan.   Boleh jadi orang mengaku beriman tetapi dalam pola pandangpikirnya jauh dari keterlibatan Tuhannya.  Berkaitan dengan hal tersebut Rasul SAW menerangkan tentang siapa sebenarnya orang yang meraih  kemuliaan (sukses) dan siapa sebenarnya orang yang tidak meraih kemuliaan (orang yang tidak sukses).    

إنَّماَ الدُّنْياَ  لِأرْبَ اَرْبَعَةِ نَفَرٍ :  عَبْدٌ رَزَقَ اللهُ مَالً وَ عِلْماً فَهُوَ يَتَقِى فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ

رَحِمَهُ وَيَعْمَلُ لِلَّهِ فِيْهِ حَقًّا فَهُوَ بِاَفْضَلِ  الْمَنَازِلِ,
 
وَ عَبْدٌ رَزَقَ اللهُ عِلْماً وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً  فَهُوَ صَاذِقُ النِّيَّةِ  يَقُوْلُ لَوْ أنَّ لِى ْ مَالاً  لَعَمِلْتُ

بِعَمَلِ فُلَنٍ  فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَاَ سَوَاءٌ
وَ عَبْدٌ رَزَقَ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ  عِلْماً يَتَخَبَّطُ فِى مَالِهِ بِغَيْىِ عِلْمٍ وَلاَ يَتَقِى فِيْهِ رَبَّهُ وَلاَ

 يَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَلا َيَعْمَلُ لِلَّهِ فِيْهِ حَقًّا فَهُوَ بِاَخْتَثِ الْمَنَازِلِ

وَعَتْدٌ لَمْ يَرْزَقَ اللهُ مَالً وَلاَ عِلْماً فَهُوَ  يَقُوْلُ لَوْ أنَّ لِى ْ مَالاً  لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلِ فُلَنٍ

 فَوَزْنُهُمَا سَوَاءٌ


Dunia hanyalah untuk empat golongan manusia: Pertama, seseorang yang diberi harta dan ilmu pengetahuan oleh Allah, kemudian dia bertaqwa kepada Tuhannya, menyambung tali persaudaraan dan beramal baik dengannya karena mencari kerdhaan Allah maka dia akan berada dalam kedudukan paling utama. Kedua, seseorang yang diberi ilmu pengetahuan  oleh Allah tetapi tidak diberi harta kekayaan, sedang dia senantiasa lurus niatnya, seraya berkata:”Seandainya aku mempunyai harta kekayaan, niscaya aku akan beramal sebagaimana amal yang dilakukan Fulan”.  Dengan ketulusan niatnya itu dia mendapat pahala sama dengan pahala yang diterima si Fulan. Ketiga, seseorang yang diberi harta kekayaan   oleh Allah tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan , hingga dia menghabiskan hartanya tanpa ilmu, dan tidak bertaqwa kepada Tuhannya, tidak menyambung tali persaudaraan dan tidak pula beramal sebagaimana yang ditentukan Allah, maka dia berkedudukan yang paling buruk.  Keempat, seseorang yang tidak diberi harta oleh Allah dan tidak pula diberi ilmu pengetahuan, kemudia dia berkata: “Seandainya aku mempunyai harta, niscaya aku akan melakukan amal dengan hartaku sebagaimana amal yang dilakukan si Fulan(golongan ke tiga).”  Dengan demikian kemudian dia mendapatkan timbangan dosa yang sama dengan Fulan (HR Tirmidzi dan Ahmad).

Kesimpulan
Jadi, orang yang sukses  adalah orang yang memandang dunia selalu melibatkan esensi Tuhan.  Sebagai atribut dari semua itu adalah  berIlmu, menjalin persaudaraan dan berperilaku dalam koridor aturan Tuhan (bertaqwa).  Boleh jadi mereka berharta dan boleh jadi tidak berharta.    

Orang yang gagal meraih kesuksesan  adalah orang yang tidak melibatkan esensi Tuhan dalam memandang dunia, tidak menyambung silaturahmi, berperilaku  di luar koridor  aturan  Tuhan yang dicontohkan melalui utusan-Nya (tidak bertaqwa).    Boleh jadi mereka berharta dan boleh jadi tidak berharta.

Wallahu  ‘alamu bishawab

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri saya dan pembaca sekalian.  Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ

وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl, 17 Feb ‘17
1 JumadilAkhir 1439 H
»»  LANJUT...

Jumat, 09 Februari 2018

Keadilan Allah SWT.

Keadilan Allah SWT

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمن الرّحيم

Hendak kemana lagi?  Dimanapun  engkau menghembuskan nafas panah ujian terus menghujan, tidak ada perisai yang mampu melindungi kecuali engkau mengerti bahwa dimanapun keberadaanmu  anak panah ujian selalu menghujan.
***
Rukun Iman yang pertama  adalah beriman kepada Allah SWt.  Salah satu sifat Allah adalah ‘maha adil’, yakni memposisikan sesuatu sesuai pada tempatnya.  Konsekwensi mengimani sifat ini adalah menerima  apa yang diperoleh tanpa mempersoalkan baik kuantitas maupun kwalitas rezeki secara fisik maupun non fisik.   Percaya bahwa apa yang diperoleh dan lakoni saat ini adalah keputusan Allah yang terbaik.  Kesadaran seperti inilah yang harus menjadi pegangan setiap hamba yang beriman.  Keasadaran demikian disebut ‘qona’ah’.    Rasul bersabda;

القَنَاعَةُ مَالُ لاَ يَنْفَدُ

“Qona’ah adalah harta yang tidak akan hilang.” (HR Imam Suyuti dari Anas r.a salam kitab Jami’us Shagir).

Dapat dimaknai bahwa bila seorang hamba telah memiliki sifat qona’ah yang kuat mereka akan mendapatkan   ketenangan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.   Maka qona’ah dapat kita gambarkan sebagai perisai untuk  melindung serangan ujian dari berbagai penjuru yang sengaja dibidikkan Allah SWt kepada manusia.   
Allah SWt memang sengaja menciptakan ujian untuk hamba-Nya selama di dunia ini, yang sebenarnya  sebagai manifestasi dari sifat sayang-Nya terhadap manusia.  

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(1)  الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ

أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ(2)

Maha suci Allah yang menguasai segala kerajaan dan Dia Maha kuasa atas egala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu siapa diantara  kamu yang lebih baik amalnya.  Dan Dia Maha perkasa dan Maha Pengampun. (QS Al Mulk [67]: 1- 2). 

Pada ayat lain Allah SWt berfirman;

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ(2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka itu tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta. (QS Al Ankabut [69]:2-3).

Kisah sekelompok hamba yang 
menuntut keadilan
Dalam suatu hadist dikisahkan bahwa  
pernah terjadi segolongan kaum dhuafa mengirim utusan menghadap Rasulullah Saw, mengadu tentang keadaan mereka. 
Kemudian Rasul menggambarkan tentang keutamaan mereka, sbb;

إ ذا قَالَ الفَقِيْرُ سُبْحَنَ اللهِ والحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَإلَهَ اللهُ واللهُ أكْبَرُ مُحْلِصاً وَيَقولُ الغَنِيىُّ مِثْلَ ذَلِكَ

 مُحْلِصاً لَمْ يَلْحَقِ الغَنِىُّ مَعَهَا عَشْرَةَ اَلافِ دِرْهَمٍ وَكَذَلِكَ اَعْمَالُ البِرِّ كُلِّهِ 

“Jika seorang miskin (yang sabar) mengucapkan subhanalallah, walhamdulillah wa laa ila ha illa allahhu Allahhu akbar  dengan ikhlas, maka orang kaya tidak dapat mengejar orangg miskin meskipun beserta ucapan itu menafkahkan sepuluh ribu dirham.  Demikian pula untuk setiap amal-amal kabaikan (yang dilakukan orang miskin)”. (HR Abu Laits.).
Pada hadist yang lain dikisahkan;

عن أ بي هريرة أنّ رسول الله صلّى الله صلّى الله عليه وسلّم قَلَ

سَبَق َ دِرْهَمٌ مِاءَةَ أَلْفٍ , فَقَلَ رَجُلٌ لَهُ  وَكَيْفَ ذَاكَ ياَ رَسو اللهِ ?

 قَلَ  رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيْرٌ  أَخَذَ مِنْ عُرْضِهِ مِاءَةَ أَلفٍ , فَتَصَدَقَ بِهَا, و رَجُلٌ لَيْسَ لَهُ إِلاَّ دِرْهَمَانِ 

فَأَخَذَ أَحَدَ هُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ

Dari Abu Hurairah r.a, Nabi s.a.w bersabd, “ Satu dirham mengalahkan seratus ribu dirham.” Lalu seorang sahabat bertanya , “Bagaimana itu bias terjadi , wahai Rasululullah?” Nabi menjawab, “Seseorang memiliki harta yang banyak, lalu mengambil sebagian hartanya seratus ribu dirham kemudian disedekahkan.  Seorang ang lain tidak memiliki harta selain dua dirham, lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan.” (HR An Nasa’I dan Al-Hakim).

Kesimpulan
1.               1.    Di hadapan Allah SWt hamba itu sama yang membedakan adalah ketaqwaannya.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

          “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling                         bertaqwa di antara kamu.”(QS Al Hujurat [49]:13)

  1.  Allah tidak melihat harta, jabatan dan keadaan hamba secara fiskal, tetapi Dia melihat bagaimana  bathin atau qalbu dan amal perbuatan hamba-Nya.
إنّ الله تعالى لا ينْظر إلي صواركم و أموالكم

 و لكنْ إنما ينظر إلي قلوبكم و أعمالكم

Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan pula harta-hartamu, tetapi Allah melihat pada hatimu dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim dan Ibn Majah).

   3.     Kebahagiaan seorang hamba bukan diukur dengan kekayaan dan jabatan seseorang tetapi                            kebahagian itu dapat terlihat sampai seberapa kuat seorang hamba mempertahankan sifat qonaah,                  yakni sikap yang selalu mengedepankan bahwa apa yang diperoleh sedikit atau banyak adalah                      pilihan Allah SWt yang terbaik.

        Allahu 'alamu bishawab. 

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Semoga bermanfaat.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ

وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ                                                                    

»»  LANJUT...