Orang Sukses Menurut Islam
By
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Allah SWt berpesan: “Dunia itu adalah kesenangan
yang memperdayaimu”(3:185), dengan kata lain Dia berpesan: ” Janganlah engkau teperdaya, niscaya engkau menjadi orang yang sukses dalam hidupmu”.
***
Ada dua cara pandang manusia dalam melihat dunia ini,
yakni pertama melihat dunia tanpa
melibatkan esensi Tuhan dan kedua melihat dunia dengan melibatkan esensi
Tuhan. Cara pandang pertama pada puncaknya melahirkan
kelompok atheism dan cara pandang kedua melahirkan kelompok theism. Walaupun
demikian menurut ajaran Islam manusia pada fitrahnya (sifat dasarnya) mengakui adanya Tuhan. Testimoni
pandangan demikian termaktub dalam kitab suci umat Islam (Al Qur’an), sbb:
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ
كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى
الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا
إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ
“Dan apabila
mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai
di daratan lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus, dan tidak ada
yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang yang tidak setia lagi ingkar. (QS.
Luqman [31]:32).
Jalallain menerangkan bahwa frase ayat (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
) mengandung makna موتوسط بين الكفر ولإيمان
ومنهم باق كفره (pertengahan antara ingkar dan iman, sebagian tetap
dalam kekafirannya ).
Dari ayat-ayat di atas Jalallain mengelompokkan manusia dalam tiga kelompok dalam melihat dunia, yakni percaya akan esensi
Tuhan, ragu-ragu dan tidak percaya akan esensi Tuhan.
Kekafiran pada dasarnya adalah mengesampingkan esensi
Tuhan. Boleh jadi orang mengaku beriman tetapi dalam
pola pandangpikirnya jauh dari keterlibatan Tuhannya.
Berkaitan dengan hal tersebut Rasul SAW menerangkan tentang siapa
sebenarnya orang yang meraih kemuliaan
(sukses) dan siapa sebenarnya orang yang tidak meraih kemuliaan (orang yang
tidak sukses).
إنَّماَ
الدُّنْياَ لِأرْبَ اَرْبَعَةِ نَفَرٍ
: عَبْدٌ رَزَقَ اللهُ مَالً وَ عِلْماً
فَهُوَ يَتَقِى فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ
رَحِمَهُ
وَيَعْمَلُ لِلَّهِ فِيْهِ حَقًّا فَهُوَ بِاَفْضَلِ الْمَنَازِلِ,
وَ عَبْدٌ
رَزَقَ اللهُ عِلْماً وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً
فَهُوَ صَاذِقُ النِّيَّةِ
يَقُوْلُ لَوْ أنَّ لِى ْ مَالاً
لَعَمِلْتُ
بِعَمَلِ
فُلَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَاَ
سَوَاءٌ
وَ عَبْدٌ
رَزَقَ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ
عِلْماً يَتَخَبَّطُ فِى مَالِهِ بِغَيْىِ عِلْمٍ وَلاَ يَتَقِى فِيْهِ
رَبَّهُ وَلاَ
يَصِلُ
فِيْهِ رَحِمَهُ وَلا َيَعْمَلُ لِلَّهِ فِيْهِ حَقًّا فَهُوَ بِاَخْتَثِ
الْمَنَازِلِ
وَعَتْدٌ
لَمْ يَرْزَقَ اللهُ مَالً وَلاَ عِلْماً فَهُوَ
يَقُوْلُ لَوْ أنَّ لِى ْ مَالاً
لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلِ فُلَنٍ
فَوَزْنُهُمَا سَوَاءٌ
Dunia hanyalah untuk empat golongan
manusia: Pertama,
seseorang yang diberi harta dan ilmu pengetahuan oleh Allah, kemudian dia
bertaqwa kepada Tuhannya, menyambung tali persaudaraan dan beramal baik
dengannya karena mencari kerdhaan Allah maka dia akan berada dalam kedudukan
paling utama. Kedua, seseorang yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah tetapi
tidak diberi harta kekayaan, sedang dia senantiasa lurus niatnya, seraya
berkata:”Seandainya aku mempunyai harta kekayaan, niscaya aku akan beramal sebagaimana
amal yang dilakukan Fulan”. Dengan
ketulusan niatnya itu dia mendapat pahala sama dengan pahala yang diterima si
Fulan. Ketiga, seseorang yang diberi harta kekayaan
oleh Allah tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan , hingga dia
menghabiskan hartanya tanpa ilmu, dan tidak bertaqwa kepada Tuhannya, tidak
menyambung tali persaudaraan dan tidak pula beramal sebagaimana yang ditentukan
Allah, maka dia berkedudukan yang paling buruk.
Keempat, seseorang yang tidak diberi harta oleh Allah dan tidak pula diberi
ilmu pengetahuan, kemudia dia berkata: “Seandainya aku mempunyai harta, niscaya
aku akan melakukan amal dengan hartaku sebagaimana amal yang dilakukan si Fulan(golongan
ke tiga).” Dengan demikian kemudian dia
mendapatkan timbangan dosa yang sama dengan Fulan (HR Tirmidzi dan Ahmad).
Kesimpulan
Jadi, orang yang sukses adalah
orang yang memandang dunia selalu melibatkan esensi Tuhan. Sebagai atribut dari semua itu adalah berIlmu, menjalin persaudaraan
dan berperilaku dalam koridor aturan Tuhan (bertaqwa). Boleh jadi mereka
berharta dan boleh jadi tidak berharta.
Orang yang gagal meraih kesuksesan adalah orang yang tidak melibatkan esensi Tuhan dalam memandang
dunia, tidak menyambung silaturahmi, berperilaku di luar koridor aturan Tuhan yang dicontohkan melalui utusan-Nya
(tidak bertaqwa). Boleh jadi mereka berharta dan boleh jadi
tidak berharta.
Wallahu ‘alamu bishawab
وصلّ
الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat
pada diri saya dan pembaca
sekalian. Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِئ
وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ
Bdl, 17 Feb ‘17
1 JumadilAkhir 1439 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar