Keadilan Allah SWT
by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Hendak kemana lagi? Dimanapun engkau menghembuskan nafas panah ujian terus
menghujan, tidak ada perisai yang mampu melindungi kecuali engkau mengerti bahwa
dimanapun keberadaanmu anak panah ujian
selalu menghujan.
***
Rukun Iman yang pertama adalah
beriman kepada Allah SWt. Salah satu
sifat Allah adalah ‘maha adil’, yakni memposisikan sesuatu sesuai pada tempatnya. Konsekwensi mengimani sifat ini adalah menerima
apa yang diperoleh tanpa mempersoalkan baik kuantitas maupun kwalitas rezeki secara fisik maupun non fisik. Percaya bahwa apa yang diperoleh dan lakoni saat ini adalah
keputusan Allah yang terbaik. Kesadaran
seperti inilah yang harus menjadi pegangan setiap hamba yang beriman. Keasadaran demikian disebut ‘qona’ah’. Rasul bersabda;
القَنَاعَةُ مَالُ لاَ يَنْفَدُ
“Qona’ah
adalah harta yang tidak akan hilang.” (HR Imam Suyuti dari Anas r.a salam kitab Jami’us
Shagir).
Dapat dimaknai bahwa bila seorang hamba telah
memiliki sifat qona’ah yang kuat mereka akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Maka
qona’ah dapat kita gambarkan sebagai perisai untuk melindung serangan ujian dari berbagai penjuru
yang sengaja dibidikkan Allah SWt kepada manusia.
Allah SWt memang sengaja menciptakan ujian untuk hamba-Nya selama di dunia ini, yang sebenarnya sebagai manifestasi dari sifat sayang-Nya terhadap manusia.
Allah SWt memang sengaja menciptakan ujian untuk hamba-Nya selama di dunia ini, yang sebenarnya sebagai manifestasi dari sifat sayang-Nya terhadap manusia.
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ
الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(1)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ
أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ(2)
Maha suci Allah yang menguasai
segala kerajaan dan Dia Maha kuasa atas egala sesuatu. Yang menciptakan mati
dan hidup, untuk menguji kamu siapa diantara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan
Dia Maha perkasa dan Maha Pengampun. (QS Al Mulk [67]: 1- 2).
Pada ayat lain Allah SWt berfirman;
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا
ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ(2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka itu tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang
dusta. (QS Al Ankabut [69]:2-3).
Kisah sekelompok hamba yang
menuntut keadilan
menuntut keadilan
Dalam suatu hadist dikisahkan bahwa
pernah terjadi segolongan kaum dhuafa mengirim utusan menghadap Rasulullah Saw, mengadu tentang keadaan mereka.
Kemudian Rasul menggambarkan tentang keutamaan mereka, sbb;
pernah terjadi segolongan kaum dhuafa mengirim utusan menghadap Rasulullah Saw, mengadu tentang keadaan mereka.
Kemudian Rasul menggambarkan tentang keutamaan mereka, sbb;
إ ذا قَالَ
الفَقِيْرُ سُبْحَنَ اللهِ والحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَإلَهَ اللهُ واللهُ أكْبَرُ
مُحْلِصاً وَيَقولُ الغَنِيىُّ مِثْلَ ذَلِكَ
مُحْلِصاً لَمْ يَلْحَقِ الغَنِىُّ مَعَهَا
عَشْرَةَ اَلافِ دِرْهَمٍ وَكَذَلِكَ اَعْمَالُ البِرِّ كُلِّهِ
“Jika seorang miskin (yang sabar) mengucapkan
subhanalallah, walhamdulillah wa laa ila ha illa allahhu Allahhu akbar dengan ikhlas, maka orang kaya tidak dapat
mengejar orangg miskin meskipun beserta ucapan itu menafkahkan sepuluh ribu
dirham. Demikian pula untuk setiap amal-amal
kabaikan (yang dilakukan orang miskin)”. (HR Abu Laits.).
Pada hadist yang lain dikisahkan;
عن أ بي هريرة أنّ رسول
الله صلّى الله صلّى الله عليه وسلّم قَلَ
سَبَق َ دِرْهَمٌ
مِاءَةَ أَلْفٍ , فَقَلَ رَجُلٌ لَهُ وَكَيْفَ ذَاكَ ياَ رَسو اللهِ ?
قَلَ رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيْرٌ أَخَذَ مِنْ عُرْضِهِ مِاءَةَ أَلفٍ , فَتَصَدَقَ بِهَا,
و رَجُلٌ لَيْسَ لَهُ إِلاَّ دِرْهَمَانِ
فَأَخَذَ أَحَدَ هُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ
“Dari
Abu Hurairah r.a, Nabi s.a.w bersabd, “ Satu dirham mengalahkan seratus ribu
dirham.” Lalu seorang sahabat bertanya , “Bagaimana itu bias
terjadi , wahai
Rasululullah?” Nabi menjawab, “Seseorang memiliki harta yang banyak, lalu
mengambil sebagian hartanya seratus ribu dirham kemudian disedekahkan. Seorang ang lain tidak memiliki harta selain
dua dirham, lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan.” (HR An Nasa’I dan
Al-Hakim).
Kesimpulan
1. 1. Di hadapan Allah SWt hamba itu sama yang membedakan adalah ketaqwaannya.
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.”(QS Al
Hujurat [49]:13)
- Allah tidak melihat harta, jabatan dan keadaan hamba secara fiskal, tetapi Dia melihat bagaimana bathin atau qalbu dan amal perbuatan hamba-Nya.
إنّ الله تعالى لا ينْظر إلي
صواركم و أموالكم
و لكنْ إنما ينظر إلي
قلوبكم و أعمالكم
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan pula harta-hartamu, tetapi Allah melihat
pada hatimu dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim dan Ibn Majah).
3. Kebahagiaan seorang hamba
bukan diukur dengan kekayaan dan jabatan seseorang tetapi kebahagian itu dapat
terlihat sampai seberapa kuat seorang hamba mempertahankan sifat qonaah, yakni sikap yang selalu mengedepankan bahwa
apa yang diperoleh sedikit atau banyak adalah pilihan Allah SWt yang
terbaik.
Allahu 'alamu bishawab.
وصلّ
الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Semoga bermanfaat.
بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ
فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم
بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar