by
Budi Wibowo
بسم الله الرّحمان الرّيم
يس(1)وَالْقُرْءَانِ
الْحَكِيمِ(2)إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ(3)
Yaa Sin, Demi Alqur’an yang penuh hikmah.
Sesungguhnya, engkau (Muhammad) adalah salah satu dari rasul-rasul (QS
Yasin [36]: 1-3) 1.
Pepatah Arab mengatakan
لَيْسَ
الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْد إنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ
“Hari
raya bukanlah bagi orang yang berpakaian baru, tetapi hari raya adalah milik
orang yang ketaatannya bertambah. (Kata mutiara) 2.
***
Kata
Yaa Sin, hanyalah Allah SWT yang mengetahui makna aslinya. Tetapi
banyak mufasir menafsirkan bahwa yang dimaksud Yaa Sin adalah “yaa insan” (Wahai manusia, pen.) 3. Jadi kalau ayat itu diganti dengan kata "Wahai manusia" maka ayat 1- 2 tersebut akan berbunyi :
“Wahai
Manusia demi Al Qur’an yang penuh hikmah….”
Kata الْحَكِيمِ dalam kamus Al Munawir berarti arif atau bijaksana,
sedangkan dalam tafsir Jalalain
disebutkan dengan makna المحكم بعجيب النظم (dikerjakan
dengan teliti, dengan
rangkaian (kata-kata) yang mengagumkan)4. Para ulama
mengganti makna kata tersebut dengan
kata hikmah, yang mengandung makna kebijaksanaan, ilmu, filsafat,
peribahasa atau pepatah. Maka
ayat 1 dan 2 surat
Yasin dapat kita ucapkan;
Wahai Manusia, demi Al-Qur’an yang penuh hikmah. ( disusun penuh ketelitian yang di dalamnya banyak mengandung kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, filsafat,
peribahasa atau pepatah.)
Jika
Allah bersumpah bahwa “Demi Al Qur’an yang penuh Hikmah”, maka barang siapa selalu mempelajari Al Qur’an (bila Allah SWT menghendaki ) niscaya dia akan mendapatkan
ilmu, pelajaran atau petunjuk, sehingga dalam setiap gerak dan langkahnya menggambarkan
isi Al Qur’an. Dikatakan dia adalah ahli hikmah.
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa
yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada
yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal." (Al Baqarah [2]:269)
Yang menarik dalam hal ini
adalah firman Allah yang mengatakan bahwa “Dan tak ada yang dapat
mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. “ Siapakah orang
yang berakal itu ? Orang yang berakal dalam
Al-Qur’an disebutkan sebagai “Ulil Albab” , yaitu orang selalu mengingat Allah
dalam kondisi apapun dan selalu berfikir tentang ciptaan-Nya.
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي
خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal , (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) :” Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Al Imran:3:190).
Dalam ayat tersebut Allah
SWT, menyatakan bahwa orang yang berakal itu tidak harus mereka yang mendapat
pendidikan tinggi dalam pandangan manusia.
Pada ayat tersebut diterangkan bahwa orang berakal itu adalah orang yang
memiliki kecerdikan dengan selalu ingat Tuhannya dan selalu berfikir tentang
ciptaan-Nya termasuk fenomena yang terjadi pada dirinya. Mungkin
mereka berada jauh di plosok desa,
petani, buruh, abdi negara yang berada di bawah terik matahari di tengah kota atau jauh di
perbatasan. Ayat ini seperti mengingatkan fenomena yang
sering terjadi di negeri ini. Banyak
pejabat di negeri ini yang melanggar
aturan (syariat) meskipun mereka adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi
. Jelas mereka meskipun memiliki kedudukan
di tengah masyarakat, bukan tergolong sebagai orang-orang yang selalu
mengingat Tuhannya (ahli dzikir) atau tidak memenuhi sebagai orang yang
berakal di sisi Tuhannya.
Selain
mengandung makna penuh hikmah, Allah SWT menyebut Al Qur'an sebagai cahaya (petunjuk /hidayah).
مَا كُنْتَ
تَدْرِى مَاالكِتَابُ وَلاَ الإمَانُ وَ لَكِنْ جَعَلنَا هُ نُوْرَاً نَهْدِى بِهِ
مَنْ نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِيَا
"Sebelumnya
kamu tidak mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak mengetahui apakah
iman itu tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu
cahaya. Kami tunjuki siapa yang
Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami." (Asy Syura
[42] : 52)
Nabi
mengajari umatnya agar selalu berdoa supaya diberi cahaya dari atas, dari
bawah dan dari seluruh penjuru, terutama setiap berangkat menuju masjid di
waktu shubuh, sebagaimana diriwayatkan Muslim dalam Annawawi, sbb;
.الّلهُمِّ
اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُورًا وَ فِى لِسَانِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُورًا
وَاجْعَلْ فِى يَصَرِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُورًا وَ مِنْ أ مَا مِى نُورًا ,
وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى نُورًا وَ مِنْ تَحْتِى نُورًا , .الّلهُمِّ
أعْطِنِى نُورًا
“Ya Allah, berikan cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lidahku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari hadapanku, cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah berikanlah cahaya padaku. (HR. Muslim) 5.
Maka hamba yang mampu mengejawantahkan (mengaktualisasi) makna tekstual dan kontekstual tali Allah (Al Qur’an dan Sunnah) mengindikasikan
bahwa hamba terasebut telah diberi
kemampuan menangkap cahaya dan memancarkan ke lingkungan sekitarnya. Itulah hamba yang telah mendapat anugerah yang besar.
Yang dikehendaki-Nya adalah
seluruh hamba yang beriman mampu menangkap cahaya tersebut. Setiap tahun tak henti-hentinya Allah SWT mengajak hambanya untuk mencari dan menangkap cahaya itu. Inilah salah satu makna dari sekian banyak makna
mengapa Allah SWT selalu memerintahkan hamba yang beriman untuk melaksanakan
ibadah puasa di bulan Romadhon. Sampai-sampai
Dia menyediakan insentip yang besar untuk menarik para hamba-Nya yang beriman supaya benar-benar
melaksanakan perintah tersebut dengan baik.
Ibadah sesaat di malam Lailatur Qodar sebanding dengan beridah selama 1000 bulan.
Namun banyak hamba yang
mengaku beriman tetapi tidak mampu menangkap kedalaman makna perintah puasa tersebut. Ketaatan mereka hanya bersifat temporer
(sesaat), selepas bulan puasa mereka kembali dalam kemaksiatan baik yang bersifat
samar maupun terang-terangan, mereka adalah para oportunis peribadatan.
Mereka adalah orang-orang yang melecehkan Penciptanya. Mereka adalah golongan orang-orang yang
membuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka
adalah golongan orang-orang yang tidak
pintar. Mereka adalah orang-orang yang
mengalami kegelapan.
“Perumpamaan mereka
seperti orang-orang yang menyalakan api (pelita), setelah menerangi sekelilingnya,
Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al Baqarah [2]:17).
Sebaliknya mereka yang mampu
menangkap perintah tersebut laksana orang yang mendapatkan pelita,
mungkin pelita itu pada awalnya hanya kecil saja sinarnya namun semakin tahun semakin terang cahayanya seperti mendapatkan
tambahan energi. Mereka adalah
golongan orang-orang yang telah mampu menangkap cahaya. Sungguh benar bila orang Arab
membuat pepatah,
لَيْسَ
الْعِيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْد إنَّمَا الْعِيْدُ لِمَنْ طَاعَتُهُ تَزِيْدُ
“Hari raya bukanlah bagi orang
yang berpakainan baru, tetapi hari raya adalah milik orang yang ketaatannya
bertambah. (Kata mutiara).
Mereka
adalah orang yang beruntung karena telah mendapat cahaya baik di dunia maupun di akherat. Sekali lagi dikatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang telah mampu menangkap cahaya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amiiin.
PUSTAKA
1 Al Qur’an Karim
2 Sangid Ahmad. 2005. Kamus
Istilah Arab –Indonesia.
Tiara Wacana. Yogya. Hal. 240.
3
Muhammad, Abdulah. Ashaq Asy Syeikh,
Abdurahman. 1994. Lubabut
Tafsir Min Ibn
Katsir. Diterjemah oleh Abdul Ghaffar, judul :
Tafsir Ibn Katsir. Pustaka
Imam asy-Syafi’i.
Bogor. Jild 6. Hal. 630.
4
Muhamad, Jalaluddin dan
Abdurahman,
Jalaluddin. ____.
Tafsir Al Qur’anul
Adzim. Jilid
2. Maktab Imam. Surabaya.
Hal. 122.
5
Nawawi, Imam. 1419 H. Al
Adzkar. Pustaka
Al
’Alawiyah. Semarang. Hal. 32
======
BW
( Disampaikan pada pengajian rutin "Yasinan", Kamis
malam Jum’at, 30 Agustus 2012, )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar