Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Jumat, 16 Mei 2014

Lupa dan Ingat

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحيم

Ia  adalah milik kita, ia adalah titipan Allah SWT kepada kita, ia adalah mahligai kita yang paling berharga dan  ia menjadi perebutan antara kita dengan dzat lain.  Oleh karena itu  kita harus menjaganya.

***
Lupa dan ingat laksana dua muka pada sekeping mata uang, artinya dimanapun manusia berada dua perhiasan tersebut selalu melekat padanya.   Mungkin Allah SWT tidak akan menciptakan lupa tanpa penciptaan ingat.   Jadi ketika kita mengatakan lupa sebenarnya kita sedang membicarakan  tentang ingat.  Jadi dalam diri manusia Allah SWT menciptakan sesuatu dimana di situ lupa dan ingat bersemayam. 
 
Sirih Merah
Seorang pelukis walau sepintas melihat singa tidur  dia memiliki daya potret yang lebih unggul dibanding dengan seorang matematis, ketika keduanya  melukis obyek tersebut  seorang matematis tidak lebih sempurna lukisannya dibanding dengan seorang pelukis.   Sebaliknya demikian pula.

Ada orang yang pandai menghafal pelajaran biologi namun ketika melantunkan nada yang pernah dia dengar tidak sebagus orang yang memiliki bakat menyanyi.  Demikan pula sebaliknya.

Dan masih banyak fenomena  berkaitan dengan masalah kelebihan dan kekurangan yang terjadi pada seseorang.   Oleh karena itu Tuhan melarang hambaNya bersikap sombong.

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ
 مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
 وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
 إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh.  Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.  Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.  Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman [31]:18-19).

لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَلَ ذَرَةٍ  مِنْ كِبْرٍ

Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji dzarah pun dari kesombongan. (HR Alqamah dari Ibn Mas’ud dengan sanad marfu’) 1

Bila kita mau  merenung sejenak, ternyata semua itu berkaitan dengan masalah lupa,  yakni  kondisi tidak menyatunya kesadaran, pikiran, ucapan dan tindakan pada ruang yang sama.
 
***
Seperti  yang kita rasakan saat  melaksanakan sholat,  lupa adalah sesuatu   yang menjadi perebutan antara manusia yang bersangkutan dengan dzat lain.   Fenomena ini dapat  kita rasakan  ketika tiba-tiba kesadaran kita berpindah  ke ruang lain, kemudian kita tarik kembali ke dalam  ruang dimana dan dengan siapa  kita berhadapan dan  berbicara.    Fenomena ini menyadarkan kita bahwa lupa  bukanlah kehendak pemilik lupa (manusia).  Dalam Al Qur’an Tuhan menyampaikan pesan kepada Imam sholat agar dia memaklumi kapasitas makmum yang mengikutinya, artinya ukuran bacaan sholat (ayat-ayat  yang dibaca) mengacu pada kondisi dan kemampuan makmum di belakangnya bukan pada kemampuan imam, sehingga makmum tidak terseret ke ruang lain (lalai), sbb;

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْءَانِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَءَاخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ

Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah yang mudah (bagimu) dari Al qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit , dan yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah yang mudah dari Qur’an.  (QS Al Muzmil [73]:20)

Dari fenomena sholat itu  kita dapat  membuat gambaran bahwa dalam diri manusia ada sesuatu yang menjadi perebutan antara manusia dan dzat lain.  Dzat lain itu terdiri dari dzat yang menarik ke dalam ruang yang benar dan  yang menarik ke dalam ruang yang tidak benar (melalaikan).

Rasul mengajarkan do’a :

اللَّهُمَّ أعِنِيّ عَلَى ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ و حُسْنِ عِباَدَتِكَ

“Ya Allah bimbinglah hamba untuk selalu berdzikir, bersyukur dan  membaguskan dalam beribadah kepadaMU.” (HR Abu Daud dan Nasa’i dengan sanad sahih)2

Do’a tersebut menggambarkan  bahwa Allah SWT  memiliki peran dalam menarik kesadaran hambaNya ke dalam ruang yang benar dan  tindakan inilah yang selalu diharapkan hambaNya.   Perlu kita sadarfahami bahwa ruang kebenaran menurut Tuhan itu tidak akan pernah terjangkau luasnya oleh manusia.    Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa ruang itu adalah sikap dasar (fitrah) manusia, yakni tunduk dan patuh menuruti  perintahNya, yang dalam firmanNya  digambarkan sebagai agama Allah.  Namun tidak banyak manusia yang mengetahuinya, seperti  termaktub dalam Al Qur’an sbb;

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah pada)  fitrah  Allah.  Dia  yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.  Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.  (Itulah) agama yang lurus;  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum :30 :30).

Pada sisi lain ada peran dzat yang menarik ke dalam ruang yang tidak benar.   Dalam Al Qur’an yang disebut dzat lain itu adalah Iblis dan keturunannya yang disebut syetan.    Kita dapat memperhatikan firman berikut.   QS Al-Mujadillah: 19:
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنساهُمْ ذِكْرَ اللهِۚ أَلآ إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطانِ هُمُ الخَاسِرُونَ

Syetan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan syaiton (syetan) itu golongan yang merugi”.
***
Kini kita dapat merasakan adanya sesuatu,  ia  adalah milik kita, ia adalah titipan Allah SWT kepada kita, ia adalah mahligai kita yang paling berharga dan  ia menjadi perebutan antara kita dengan dzat lain.   Oleh karena itu  kita harus menjaganya.   Kita harus membawanya  ke  ruang yang benar, bahkan Tuhanpun membimbing kita sebab mahligai itu menuju ruang tersebut.  Bersama mahligai itu kita harus selalu bersamaNya.    Kesadaran inilah yang harus kita tanamkan dalam diri, sebab hilangnya kesadaran demikian menjadikan manusia bagaikan bangkai yang berjalan.

مَثَلُ الّذيْ يَذكُرُ اللهَ والّذِى لا يَذكُرُ اللهَ مَثَلُ الحَيِّ وَ المَيِّتُ

Perumpamaan (perbandingan) orang yang ingat akan Allah dan orang yang tidak ingat akan Allah adalah seperti orang yang hidup dan mati.” (HR Bukhori) 3

Jadi ruang yang benar itu adalah ruang dimana ingatan manusia   selalu diisi nasehat agama  dimana dan dengan siapa dia berhadapan dan  berbicara ketika melihat, hendak dan sedang melakukan sesuatu.   Wallahu a’lamu bishawabi.

Demikian semoga bermanfaat. Amiin.   

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

PUSTAKA

Al Qur’an karim. 
1. Muhammad, Abdulah.  Ashaq Asy Syeikh, Abdurahman.  1994.
          Lubabut Tafsir Min Ibn Katsir. Diterjemah  oleh Abdul
          Ghaffar, judul : Tafsir Ibn Katsir.   Pustaka  Imam asy-
          Syafi’i.   Bogor. Jilid 6. hal. 407.
2  Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka
           Al ’Alawiyah. Semarang. Hal.69.
3  Imam Nawawi.  2004 M/1425H.  Riyadush Shaalihin.
         Dar Al-Kotob Al-Ilmiah.  Beyrouth.  Lebanon.  Cet. VI.
         Hal. 289.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar