by
Budi
Wibowo
بسم
الله الرّحمان الرّحي
Khusu’ dalam sholat itu
bukan sekedar merasa Tuhan mengetahui
hamba-Nya dalam sholat saja, tetapi khusu’ itu juga tergambar dari sikap
seseorang dalam mengejawantahkan (mengaplikasikan)
pesan-pesan yang terkandung dalam
sholat di tengah masyarakat.
***
Kadang keberanian seseorang
dalam bertindak dapat kita lihat dari latar belakang yang bersangkutan. Ada orang dengan sebab kedudukan yang
diperolehnya di masyarakat merasa unggul
di hadapan sesamanya. Ada yang merasa unggul dengan sebab prestasi akademisnya, ada yang merasa unggul dengan sebab kekayaan
yang dikuasainya, ada yang merasa
unggul dengan sebab profesi (keahlian) yang bersesuaian dengan obyek yang
dibicarakan dan sebagainya dan sabagainya.
Semuanya menghasilkan kebanggaan,
kebencian dan kearifan pada pemiliknya.
Meskipun stateman ini terlalu seronoh,
memang begitulah adanya apa yang terjadi di balik tindakan seseorang. Kejadian ini dapat kita lihat dan rasakan ketika
kita membuka jejaring sosial. Lantas
apakah mereka itu salah ?
Bunga Anggrek (Dendrobium) |
Sampai pada batas kewajaran
tidak ada yang memvonis mereka bersalah, namun ketika telah melampau batas kewajaran tidak ada yang menilai hal tersebut sebagai
suatu yang benar. Lantas dimanakah batas
kewajaran itu ? Meskipun vonis itu
datangnya dari masyarakat, utamanya
hanya kita sendirilah yang mengetahui batas tersebut, kita dapat merasakan ketika keakuan yang kita rasakan
telah melampaui keakuan Sang Aku.
Tergelincirnya manusia ke dalam lembah
ketidakwajaran itu karena adanya
perasaan super sebab faktor latar belakang yang dimiliki sebagaimana tersebut
di atas, sehingga rasa “dumeh” (Jw = mentang-mentang)
mendominasi pemiliknya. Rasa dumeh
ini biasanya berlanjut dengan sikap tidak menghargai terhadap sesama. Tuhan berfirman;
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى
أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى
Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar-benar malampaui batas, karena dirinya merasa serba
cukup. Sesungguhnya hanya kepada
Tuhanmulah kembali(mu). (QS Al ‘Alaq [96]:6-8).
Firman tersebut menggambarkan, betapa Allah SWT
tidak menyukai hamba-Nya yang melampaui
batas atau keluar dari kewajaran. Ketika
seorang hamba telah mencapai derajat ma’rifat (pengenalan terhadap tuhan) yang
tinggi, mereka dapat merasakan bahwa firman tersebut sebenarnya merupakan
pernyataan Tuhan yang sangat keras. Dari
sini dapat kita rasakan bahwa kecerdikan
seorang hamba itu tergambar dari kepandaian hamba dalam menangkap makna di balik
pernyataan Tuhannya dan kemampuan merefleksikan firman-firman-Nya di tengah
masyarakat.
Maka menjadi aneh ketika seseorang dengan
kedudukannya, prestasi akademisnya,
hartanya dan profesinya merasa
jumawa, unggul, bangga, dengan
apa yang dimilikinya. Dengan itu mereka
merendahkan orang lain. Dapat kita
pastikan mereka yang memiliki sikap demikian adalah orang-orang yang melupakan
persaksian (tasyahud) yang selalu
diucapkan ketika menghadap Sang Aku dalam sholatnya. Para
sufi menyatakan bahwa sikap demikian itu menggambarkan betapa kerdilnya mereka. Mereka termasuk orang-orang yang mendustakan
agamanya, sebab lalai dalam sholatnya.
فَوَيْلٌ
لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ
Maka kecelakaan bagi mereka yang melaksanakan
sholat, yakni mereka yang lalai dalam sholatnya (QS
Al Ma’un [107 ]:4-5).
Persaksian yang
terlupkan itu berbunyi sbb;
اَلتَّحِيَّاتُ
المُبَرَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِبَاتُ لِللَّهِ
Segala kehormatan,
keberkahan, shalat (do’a dan pujian ) dan kebaikan itu milik (untuk) Allah. (HR Muslim dari Ibnu Abbas RA)1.
Sikap merendahkan terhadap orang lain yang
timbul itulah penyulut terjadinya kerusakan di muka bumi ini. Kini kita menyadari bahwa khusu’ dalam sholat itu bukan sekedar merasa
Tuhan mengetahui hamba-Nya dalam sholat
saja, tetapi khusu’ itu juga tergambar dari sikap seseorang dalam mengejawantahkan (mengaplikasikan) pesan-pesan yang
terkandung di dalam sholat di tengah
masyarakat. Barangkali itulah sebab Allah SWT dhawuh (berfirman)
إنَّ الصَّلَّةَ تَنْهَى عَنِى الفَحْشَءِ وَالمُنْكَرِ
“Sesungguhnya
shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS.
Ankabut:[29]: 45)
Demikian tulisan pendek ini semoga
bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.
Amiin.
وصلّ
الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Wallahu
‘alamii bishawab.
Pustaka
Al Qur’an Karim
1 Nawawi, Imam. 1419 H. Al Adzkar. Pustaka Al ’Alawiyah.
Semarang. Hal. 90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar