by
Budi Wibowo
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Pertolongan
Allah itu dekat. Seberapa dekat
pertolongan itu ? Kedekatan pertolongan
itu bergantung pada:
- Jauh dekatnya hubungan seorang
hamba terhadap Robnya.
Terpenuhinya permohonan itu setelah terkabulnya permintaan. Bila seseorang telah melaksanakan apa yang telah
diperintahkan dan mengamalkan banyak hal yang wajib dan yang bersifat anjuran
selain syurga sebagai imbalannya juga
dalam bentuk pertolongan-pertolongan. Pertolongan itu bisa jadi melalui perantara
ketika si hamba berusaha mencapai
tujuan, bisa jadi tanpa melakukan
usaha. Pertolongan itu dapat berupa sesuatu yang disukai
dan kemungkinan bisa berupa
sesuatu yang tidak disukai si hamba.
Firman
Allah SWt dalam
Surat Al Baqarah 186:
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي
وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُون
وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُون
Dan
apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu dalam kebenaran. (QS Albaqarah [2]: 186).
Dalam
ayat tersebut diterangkan bahwa bukti kedekatan itu ditandai dengan si
hamba melaksanakan perintah-Nya dan
beriman kepada-Nya berkesinambungan,
sehingga hamba selalu dalam kebenaran.
- Restu Allah SWt.
Restu
Allah SWt sangat menentukan tercapainya tujuan yang menjadi keinginan hamba, meskipun bentuk pertolongan itu melalui jalan yang
tidak disukai. Sebaliknya
sesuatu yang tidak mendapat restu dari-Nya tidak akan mendapat pertolongan-Nya,
karena :
- Si hamba menduakan-Nya.
لَهُ
دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ
إِلَّا كَبَاسِطِ
كَفَّيْهِ إِلَى
الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
كَفَّيْهِ إِلَى
الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
Hanya bagi Allahlah (hak
mengabulkan ) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain
Allah tidak dapat memperkenalkan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti
orang yang membukakan telapak tangannya ke dalam air supaya air sampai ke
mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu
hanyalah sia-sia. (QS Ar
Ra’d [13]:14).
Manusia sering terjebak pada
fenomena ini, sebab banyak orang-orang yang hidup dalam kemusyrikan sukses
secara materiil kehidupan dunianya dan terlihat tentram, seakan mereka mendapat restu dari Allah SWt.
Bagaimana jawaban Allah Swt dengan fenomena demikan? Mengapa Tuhan tidak murka pada mereka? Inilah jawaban Allah SWt.:
-
Mereka
menguasai sunatullah (ketentuan Allah Swt) dalam kehidupan dunia, tetapi
tidak menguasai ilmu akhirat, sebagaimana telah populer di kalangan para ulama ungkapan berikut;
مَنْ أَرَادَ الدُّ نْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ َفَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
وَمَنْ أَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu dan barang siapa menghendaki keduanya wajib baginya memiliki ilmu."
-
Mereka mengira Allah SWt tidak mengetahui segala aktivitas mereka.
وَلَا
تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ
لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Dan jangan sekali-kali kamu
(Muhammad) menyangka Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang
zalim. Sesungguhnya Allah memberi
tangguh kepada mereka pada hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS Ibrahim[14]:42).
-
Allah
SWt sengaja memberi tangguh pada mereka
agar kembali ke jalan yang benar:
إِنَّهُمْ
يَكِيدُونَ كَيْدًا وَأَكِيدُ كَيْدً
فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
“Sesungguhnya mereka
merencanakan tipu daya yang jahat , dan Akupun membuat rencana yang jitu. Karena itu berilah penangguhan kepada
orang-orang kafir. Berilah mereka
kesempatan untuk sementara waktu”. (QS Ath-Thoriq [86]:15-17]
-
Allah
SWt menampakan kemurkaan-Nya di hari pengadilan nanti.
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ
فِيهَا أُولَئِكَ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sungguh,
orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik akan (masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Mereka itu adalah
sejahat-jahat makhluk.” (QS Al Bayyinah [98]:6).
Jadi
sesuatu yang buruk jelas tidak mendapat restu dari Allah. Ketidak restuan-Nya itu ditunjukkah di hari perhitungan nanti.
- Allah
mengganti yang lebih baik.
Allah SWt menganggap
permintaan baik hamba yang bersangkutan tidak lebih baik dari apa
yang diberikan-Nya. Oleh sebab itu ada do’a yang tidak dikabulkan atau tidak
mendapat restu Allah Swt.
وَعَسَى
أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ
وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ
يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal dia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal dia
amat buruk bagimu. Allah SWt
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui (QS Al Baqarah [2]:216).
Jadi ada sesuatu yang baik tapi tidak mendapat restu dari-Nya. Sesuatu yang buruk tidak akan mendapat restu, tetapi dengan cara-Nya sendiri Allah SWt menunjukkan ketidakrestuan-Nya itu Kecintaan-Nya terhadap hamba tetap mendahului ketidakrestuan-Nya.
Jadi ada sesuatu yang baik tapi tidak mendapat restu dari-Nya. Sesuatu yang buruk tidak akan mendapat restu, tetapi dengan cara-Nya sendiri Allah SWt menunjukkan ketidakrestuan-Nya itu Kecintaan-Nya terhadap hamba tetap mendahului ketidakrestuan-Nya.
***
Diterimanya ketentuan ini
bergantung pada prasangka hamba yang bersangkutan terhadap Allah SWt, tidak mungkin Allah SWt akan menganiaya
hamba-Nya sementara si hamba telah mematuhi perintah-perintah-Nya. Maka wajib bagi hamba untuk memelihara
prasangka baik tersebut terhadap-Nya dan berserah diri (tawakal) pada-Nya.
Allah berfirman dalam hadist qudtsi:
أَناَ
عٍنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بىِ وَأنَا مَعَهُ حَيْنَ يَذْكُرُنِى
“Aku menurut prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama
dengannya ketika ia ingat kepada-Ku (HR Syaikhani dan Turmudzi)
dan Allah SWt berfirman,
وَمَنْ
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakal (berserah diri) kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan kepentingannya. (QS Ath Thalaaq [65] :3)
Sikap
tawakal inilah pembangkit energi yang kuat dalam menghadapi tantangan
kehidupan di tengah masyarakat, sebagaimana Rasul bersabda.
مَنْ سَرَّهُ أنْ يَكُوْنَ أَقْوَى النَّاسِ
فَلْيَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“Barang siapa ingin dirinya
menjadi orang yang paling kuat, hendaknya ia bertawakal kepada Allah” (HR Thobroni, Abu Ya’la, Al Hakim dan
lainnya ).
Demikian tulisan pendek ini semoga
bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.
Amiin.
وصلّ
الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم
Wallahu
‘alamu
bishawab.
Bdl, Sept.
2017
Dzulhijah 1438 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar