Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Kamis, 29 November 2018

Ahli Syurga

Ahli Syurga
by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمام الرّحيم
Ahli syurga bukanlah mereka yang berpenampilan seperti ulama dengan jubah yang panjang dan surban yang selalu melingkar di kepala,  tetapi dia adalah orang yang shabar dan mendirikan sholat.  Sebab di dalam keshabaran  bersemayam kecerdasan, dalam kecerdasan  bersemayan  keyakinan pada Allah dan hari akhir.   Maka ahli syurga  pasti gigih mendirikan sholat sebab kegigihan itu sepadan dengan kegigihan dalam  membangun kearifan sosial di sekitarnya, bila tidak pasti  ada yang salah dalam sholatnya.

oOo

Allah menciptakan manusia memiliki daya cipta dan karsa.  Inilah kelebihan manusian dibanding makhluk lain.  Tuhan bukan sekedar memberi kemampuan tersebut secara cuma-cuma, tetapi manusia dituntut pertanggung-jawaban atas pemberian itu (QS At Takatsur [102]: 8]

Konskwensi logis dari kententuan tersebut diciptakanlah syurga dan neraka.  Syurga sebagai bentuk hadiah atas kepatuhan manusia dalam menuruti perintah-Nya dan neraka sebagai bentuk hukuman pada manusia yang mengingkari perintah-Nya. 

Tidak mudah meraih syurga, banyak persyaratan yang harus ditempuh oleh manusia.  Namun ada beberapa indikasi yang dapat dilihat pada  diri calon ahli syurga yang tersirat dalam Al Qur’an, yakni bagaimana manusia itu percaya pada Allah SWt dan percaya hari akhir, kemudian bagaimana manusia itu mendirikan sholat dan beramal sholeh.

Dua hal tersebut  merupakan komponen dari rukun iman yang bersifat transenden dan rukun islam yang bersifat imanen,  adalah dalam  segi keyakinan dan bagaimana mewujudkan keyakinan itu dalam kehidupan nyata.

1        Percaya pada Allah SWt dan  hari akhir.

Orang yang mengimani (percaya) adanya Allah SWt dan hari akhir (kehidupan sesudah mati) dapat menunjukkan 2 (dua) indikasi, yakni kuatnya pikiran dalam mengendalikan hawa nafsu atau shabar dan  kecerdasan seseorang.

  1. Kuatnya pikiran dalam mengendalikan hawa nafsu atau shabar. 
Banyak di antara orang yang mengatakan  percaya dengan keesaan Allah dan adanya hari akhir,  tetapi sebenarnya mereka meragukan keesaan dan hari akhir tersebut.   Terbukti dengan banyaknya pelanggaran atau kemaksiatan  atau pengingkaran yang dilakukan mereka.  Allah SWt berfirman;

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ

Dan di antara manusia ada yang berkata , “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir”, padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang yang beriman”. (QS Al Baqarah [2]:8).

Indikasi demikian itu ditunjukkan dengan ketidak-mampuan  seseorang dalam mengendalikan hawa nafsu  dengan pikiran sehatnya, mudah sekali tersulut kemarahannya,  mudah sekali melontarkan kata-kata kotor, gampang melemparkan tuduhan yang belum tentu kebenarannya dan pandai berargumen memutarbalikkan fakta.  Di antara mereka ada orang yang membaca  kitab (ngaji) tetapi tidak sampai menembus sanubari.  Rasul mengatakan “ Mereka memahami Alqur’an hanya sebatas tenggorokan belaka”.  

يَخْرُج ُناَسُ مِنْ قِبَلِ المَشْرِقِ  وَ  يَقْرَءُونَ القُرْآ نَ  لا يُجَاوِزُ  تَرَاقِيَهُمْ ,
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِن َالرَّمِيَّةِ,
ثمّ لا يَعُدُونُ  فِيهِ حَثَّي يَعُودَ السَّهْمُ اِلَي فُوقِهِ

“ Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca Al Qur’an namun tidak keluar melewati kerongkongan mereka.  Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya.  Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya”. (HR. Bukhari).1

Khabar Rasul  yang lain menyebutkan,“Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir hendaklah dia selalu berkata baik atau diam.(HR Bukhari-Muslim. Ahmad, Nasai, ibn Majah) 2

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَ اليَومِ الاخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً اَوْ لِيَسْكُتْ

Rasul juga mengabarkan ; “Muslim (yang sempurna) itu adalah orang yang yang membuat para muslim lainnya selamat dari lesan dan tangannya” (HR Bukhari)3

المُسْلِمُ  مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ

Jadi demikianlah bahwa kuatnya seseorang dalam mengandalikan hawa nafsu atau shabar menggambarkan kuatnya keyakinan  seseorang akan adanya Tuhan dan hari akhir.

  1. Kecerdasan seseorang.
Rasul bersabda, bahwa orang yang cerdas itu adalah orang yang selalu mempersiapkan diri untuk menyambut hari akhir (kematian).  Perhatikan hadist berikut;

يارَسُولَ الله أيُ المُؤ مِنِيْنَ أفْضَلُ؟ قَالَ أخْسَنُهُمْ خُلُقاً : قَالَ فأيُ المُؤمِنِينَ أكْيَسُ ؟ قَالَ
أكثَرُهُمْ للِمَؤتِ ذِكراً و أخْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اِسْتِعْدَاداً أؤلَئِكَ الأ كْيَسُ

Ya Rasulallah mukmin manakah yang paling baik, Rasul berkata : “Yang paling baik akhlaknya”.  “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas ?” Rasul Bersabda ;” Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah ).

Jadi, kecerdasan seseorang bukan tergambarkan  seberapa banyak harta, jabatan serta gelar akademisnya, tetapi kecerdasan itu tergambar dari betapa pandainya seseorang mengaplikasikan perintah dan larangan Tuhannya.  Semua ini menggambarkan kuatnya seseorang dalam mengimani keberadaan Tuhan dan adanya pertanggung jawaban di hari akhir.

2        Mendirikan sholat dan beramal sholeh.

Indikasi kepatuhan seseorang dengan Tuhannya terlihat dalam pelaksanaan ibadah sholatnya
بَيْنَ الْرَّجُلِ وَالكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
Jarak antara seseorang dengan kekafiran ialah meninggalkan sholat”. (HR Muslim).5

Sholat merupakan mi’raj seorang hamba pada Tuhannya.  Ketika seseorang telah melakukan sholat sebenarnya dia telah berada dalam posisi paling dekat dengan Tuhannya.  Maka menjadi aneh jika seseorang telah melakukan sholat tetapi dalam berinteraksi dengan lingkungan tidak menggambarkan kedekatan dengan Tuhannya.   Artinya sholat seseorang tidak berdampak baik terhadap lingkungannya.  Allah Swt mengkategorikan orang demikian itu adalah orang yang lalai dalam sholatnya.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ  الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Maka celakalah orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS Al-Ma’un [107]:4-5)

Bila interaksi dengan masyarakat telah menjadikan keras dan kakunya seseorang dalam menjalin hubungan dengan sesamanya, jelas ada yang salah dalam sholatnya.  Maka dari itu Rasul mengabarkan bahwa yang pertama dihisab (diperiksa) oleh Tuhan di saat menghadapNya adalah sholatnya. 

أوَلُ مَا يُحَاسَبُ يِهِ الْعَبْدُ يَوٍمَ ألْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ الصَّلَاتُهُ فَإنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَاءِرَ عَمَلِهِ    
وإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَاءِرَ عَمَلِهِ    

Pertama-tama perbuatan manusia yang akan dihisab pada hari qiyamat adalah shalatnya.  Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalnya dan jika rusak buruklah semua amalnya”(HR Thobroni)6
إنَّ الصَّلَّةَ تَنْهَى عَنِى الفَحْشَءِ وَالمُنْكَرِ

 “Sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar”. (QS. Ankabut:[29]: 45)

Selain mendampak positip terhadap lingkungan, sholat juga menggambarkan kedisiplinan dan kepatuhan melaksanakan perintah-Nya. 

Dari uraian itu semua tergambar bahwa bagaimana seseorang  dengan pelaksanaan sholatnya  membawa keberuntungan pada dirinya.
  
Demikian uraian menelisik indikasi ahli syurga di dunia ini. 
Semoga bermanfaat.

oOo
Kata Bijak
Ahli syurga  bukanlah mereka yang berpenampilan seperti ulama dengan jubah yang panjang dan surban yang selalu melingkar di kepala,  tetapi dia adalah orang yang shabar dan mendirikan sholat.  Sebab di dalam keshabaran  bersemayam kecerdasan, dalam kecerdasan  bersemayan  keyakinan pada Allah dan hari akhir.   Maka ahli syurga  pasti gigih mendirikan sholat sebab kegigihan itu sepadan dengan kegigihan dalam membangun kearifan sosial  di sekitarnya, bila tidak pasti ada yang salah dalam sholatnya.
Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri dan mengingat  nama Tuhannya, lalu dia mendirikan sholat. (QS Al A’la [87]:14-15).

Wallahu ‘alamu bishawabi.
و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْن

________________
1NU On line 28 Juli 2016, www.nu.or.id
                   2Imam Suyuti. _______. Al Jaami’ush Shogir.  Maktab
            Dar Ihya AlKitab Arabiyah.  Juz 2.   Indonesia.  Hal. 179
                3 Imam Suyuti. _______. Al Jaami’ush Shogir.  Maktab
            Dar Ihya AlKitab Arabiyah.  Juz 2.   Indonesia.  Hal. 186.
5Al Jazari. Abu Bakar Jabir. 2006. Minhajul Muslimin. Daril Bayani Lingulumil Quraani.
      Bairut Libanon. Hal. 1
66.
             6 Imam Suyuti. _______. Al Jaami’ush Shogir.  Maktab
            Dar Ihya AlKitab Arabiyah.  Juz 1.   Indonesia.  Hal. 112.

Bdl, 30 NOp '18
 BW

»»  LANJUT...

Rabu, 06 Juni 2018

Indikasi Kesombongan

Indkasi  Kesombong

by
Budi Wibowo 

بسم الله الرّحمام الرّحيم

Janganlah Anda tertipu dengan penampilan seseorang.  Waspadalah !!  Kekasih Allah itu hampir tidak bisa kita bedakan dari kelompoknya, tetapi barulah kita dapat merasakan dengan sikapnya sehari-hari.  Dia adalah orang yang tidak selalu merasa paling benar, tidak pernah merendahkan orang lain,  tidak tamak dan bakhil serta tidak pandai berdusta.  Dia adalah orang yang  selalu mengajak pada yang ma’ruf dan tegas memberantas kemungkaran.

***

Dalam pergaulan sehari-hari tidak jarang kita temukan orang yang tidak pernah memohon maaf, kecuali saat-saat lebaran atau dalam moment-moment umum yang lain.   Yang jelas ucapan yang dilakukan tersebut bukan mencerminkan sebuah kebiasaan.   Kebiasaan adalah suatu tindakan yang telah berulang.   Kebiasaan yang dilakukan secara simultan oleh suatu masyarakat akan membentuk peradaban atau yang sering kita sebut budaya.  Masyarakat dalam unit kecil adalah keluarga.  Maka peran keluargalah sebenarnya yang sangat menentukan karakter individu-individu di tengah masyarakat.

Fenotype (karakter fisik dan non fisik) seseorang tidak terlepas dari peran genetis dan lingkungan, maka mejadi jelas bahwa sebenarnya karakter seseorang merupakan hasil interaksi antara dua faktor tersebut. Di sini menjadi penting peran orang tua dalam mendidik putra putrinya dan budaya dimana unit kecil itu berada.

Mudah mengarahkan telunjuk kepada orang lain (mudah menuduh ) mengandung beberapa makna filosofis;

  1.  Merasa selalu paling benar.
  2. Kurang  mau instropeksi diri.
  3. Tamak dan bakhil.
  4. Pandai berdusta.

  1.   Merasa selalu paling benar
Merasa selalu paling benar berbeda dengan merasa tidak selalu paling benar.  Merasa selalu paling benar menggambarkan sombongnya seseorang, sifat demikan digambarkan dalam Alqur’an, saat penghuni syurga diperintah untuk sujud, maka sujudlah semuanya kecuali Iblis (Jin yang tidak patuh).    

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman:”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab Iblis:”Saya lebih baik dari padanya : Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raaf [7]:12)

                                   
  1. Kurang mau introspeksi diri
Orang yang selalu merasa paling benar mudah  merendahkan orang lain.   Sulit sekali menerima masukan atau pendapat orang lain.  Mereka merasa rendah jika begitu saja menerima masukan orang lain meskipun masukan itu benar adanya. Gengsi itulah yang lebih mendominasi dirinya dari pada bersikap santun dan merendah.  Orang demikan biasanya mudah sekali melihat kesalahan orang lain.  Dalam peribahasa sering dinyatakan ; “Kuman di seberang laut tampak, gajah di depan mata tidak tampak.”
Rasul bersabda;
الكِبْرِ بَطَرُالحَقِّ  وَ غَمَتُ النَاسِ

 “ Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim)

  1. Tamak dan bakhil
Tamak identik dengan sifat rakus, kedua kata tersebut mengandung konotasi yang kurang baik pada manusia.  Tamak dan rakus mengindikasi besarnya dominasi hawa nafsu pada diri penyandangnya.  Ketamakan itu akan menghasilkan hal yang baik bila seseorang mau mengendalikannya, sebab dengan ketamakan itu manusia mejadi semangat dalam meraih atau mencapai cita-cita demi menyelamatkan dirinya.  Bahkan rasul mengatakan bahwa ketamakan yang dapat dikendalikan dalam menegakkan kalimat Allah SWt bisa menggambarkan sebagai kesempurnaan iman seseorang.  Mari kita perhatikan sabda rasul berikut.
لا يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَى يَكُونُ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِه

“Masih belum sempurna iman seseorang di antara kalian sebelum keinginannya (hawa nafsunya) mengikuti petunjuk yang kusampaikan (HR. Al Baghawi, Tabrizi, Ibn Abu ‘Ashim, Muttaqi Al-Hindiy, Ibnu Hajar dan Al Khatib).1

Yang menjadi permasalahan dan menggambarkan kerendahan tabiat seseorang adalah adalah ketamakan yang tinggi  dibarengi dengan sifat bakhil.  Simbiose dua sifat ini menjadikan rendah martabat penyandangnya.  Masyarakat akan menjauh darinya.     

Bakhil (kikir) sebenarnya sifat yang pada dasarnya sama halnya dengan tamak, yakni terjadinya dominasi hawa nafsu pada penyandangnya.  Hanya saja bedanya bakhil terwujud dalam bentuk beratnya  seseorang dalam melepaskan sebagian rejekinyadalam hal ini dapat terwujud dalam bentuk harta atau pengetahuan) pada orang lain.
Allah berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ

مَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membaga-bagakan diri,  yaitu orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka.  Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir (kafir nikmat Allah) siksa yang menghinakannya. (QS An Nisaa’ [4]:36-37).

Ketamakan dan kebkhilan ini dapat kita temukan di tengah masyarakat tidak pada orang kaya saja tapi juga pada orang miskin bukan saja pada orang yang menyandang gelar ilmuwan saja tetapi juga pada orang yang tidak bergelar sekalipun.


  1. Pandai berdusta (Munafik).
Pandainya seseorang mengkomunikasikan kebenaran itu dibenarkan agama, ulama menyebutnya dengan sifat “tabligh”.   Tetapi kepandaian ini bila digunakan untuk memutar balikkan fakta menjadi sangat berbahaya.   Sifat sombong membawa diri merasa paling super diantara orang lain.  Perasaan seperti inilah yang menjadikan manusia berani mempertahankan kedustaan demi menjaga harga diri.   Orang demikian biasanya sangat pandai memutar balikkan fakta atau pandai berkamoplase (dusta). 
Sifat demikian sangat dominan melekat pada kaum munafik, sebagaimana sifat syetan.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ

النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

 Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka .  Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.  Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia.  Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS An NIsaa’ [4]:142).

***

Janganlah Anda tertipu dengan penampilan seseorang.  Waspadalah !!  Kekasih Allah itu hampir tidak bisa kita bedakan dari kelompoknya, tetapi barulah kita dapat merasakan dengan sikapnya sehari-hari.  Dia adalah orang yang tidak selalu merasa paling benar, tidak pernah merendahkan orang lain,  tidak tamak dan bakhil serta tidak  pandai berdusta.  Dia adalah orang yang selalu mengajak pada yang ma’ruf dan tegas memberantas kemungkaran.

Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.  WaAllahu ‘alamu bishawab.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl,      7 Juni 2018
 22 Romadhon 1439 H

1  Ibn Qoyim Al-Juziah._____.Raudhatul   MuhibbiinWanuzhatul
                         Musytaaqiin Diterjemah: Zubaidi,B,A,I.  2006. Taman Jatuh
                         Cinta dan  Rekreasi Orang-Orang Dimabuk  Rindu. Irsyad 
                         Baitus Salam. Bandung.  Hal.  912.

»»  LANJUT...

Kamis, 12 April 2018

Memilih Pemimpin

Memilih Pemimpin 
by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمام الرّحيم

Tuhan berpesan bahwa tiadalah Dia mengutus manusia pilihan-Nya melainkan untuk menciptakan kasih sayang bagi semesta alam (QS. 21:107).  Maka seorang pemimpin adalah orang pilihan yang harus pandai meneruskan pesan tersebut di tengah masyarakat.
***
Rasul berpesan “Takutlah kalian terhadap firasat orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan cahaya (petunjuk) Allah.”(HR Tumudzi).  Hadist ini menggambarkan tentang ketajaman seseorang dalam melihat fenomena di dunia ini.  Hadist ini juga menggambarkan pandainya seseorang mengambil hikmah dan mengutarakan fenomena yang akan terjadi berdasarkan sebab yang telah mendahului (fakta qauliyah dan kauniah)  yang telah diperolehnya.    

Iman memiliki tingkatan yakni dari yang lemah hingga yang kuat.  Kekuatan iman itu bergantung dari sebarapa berani seseorang dalam  menegakkan kalimat Allah.   Berdasarkan kekuatan  inilah Allah SWt mengajari hamba-Nya untuk memilih pemimpin (khalifah) di muka bumi ini.   Maka pemimpin harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana Dia ajarkan  seperti berikut;

  1. Memiliki keberanian dan karya yang besar serta ketajaman berpikir. 
Allah SWt  telah mengajari manusia dalam memilih pemimpin di muka bumi ini   sebagaimana tersurat dalam Alqur’an :

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami Ibrahim, Ishaq dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.  (QS Ash-Shaad [38]:45).

Ibrahim adalah seorang pemimpin, berdasar ayat di atas terdapat dua ciri pada seseorang  yang layak menjadi pemimpin;

 a.  Ulil aidiy  (  أُولِي الْأَيْدِي ), yakni memiliki keberanian luar biasa  melakukan (mengeksekusi) perbuatan-perbuatan yang besar, seperti menghancurkan segala bentuk kedzoliman, mebangun infrastruktur kedamaian dan keadilan di tengah masyarakat.

b.  Ulil abshor (  أُولِيي الْأَبْصَارِ ), yakni memiliki ketajaman  yang tinggi dalam menangkap ilmu agama, tercermin dalam akhlak kesehariannya.  Keadaan ini dijelaskan Allah pada ayat berikutnya (QS Ash-Shaad [38]:46)

  1. Memiliki keteladanan di masyarakat.
Rasul bersabda,
ألمُؤِ ْ مِنُ مِرِأةُ المُؤِمِنِ

“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain” (HR Ath-Thabroni)

Cermin dalam hal ini bermakna sebagai teladan, maka pemimpin adalah teladan bagi rakyatnya.  Tentu keteladanan itu ditunjukkan melalui segala ucapan dan tindakan mulia yang terlihat kesehariannya.  

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW mendapat julukan sebagai Al Amin (orang yang dipercaya).  Gelar seperti itu terjadi sebagai akumulasi sikap-sikap dalam waktu yang lama bukan sekedar karbitan sebagaimana banyak  orang ambisius menjadi pemimpin  di jaman sekarang.

الْخَيْرُ عاَدَةٌ وَالشَّرُّ لُجَاجَةٌ وَمَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِهْهُ
فِى الدِّيْنِ

Kebaikan itu dari kebiasaan, keburukan itu dari pemaksaan, dan barang siapa dikehendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka Dia akan menjadikannya paham tentang agama” (H.R Ath-Thabrani )

 Keteladanan itu memancar dari calon pemimpin melalui berbagai sudut sebagaimana Rasul bersabda;

خِيَارُكُمْ مَنْ ذَكَرَكُمْ بِاللهِ رُؤْيَتُهُ, وَزَادَفِيْ عَمَلِكُمْ مَنْطِقُهُ , وَرَغَبَكُمْ فِيْ الآخِرَةِ عَمَلَهُ

Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang apabila melihatnya membuatmu teringat kepada Allah, perkataannya menambah amal kebaikanmu, dan amal perbuatannya memotivasimu untuk meraih kebahagiaan akhirat (HR. Al Hakim).

Dari  sabda-sabda Rasul tersebut para ulama menetapkan 4 (empat) hal dalam menilai seseorang sehingga pantas menjadi teladan, yakni

  1. Benar dalam ucapan dan tindakan (ash-shidiq),
  2. Dapat dipercaya dalam segala urusan yang diamanatkan kepadanya (al-amanah),
  3. Mampu mengkomonikasikan amanah yang dibebankan padanya (at-tabligh),
  4. Kreatif (cerdik) dan bijaksana dalam segala hal (al-fathonah). 
Demikian pedoman memilih pemimpin sebagaimana telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 
Allahu  ‘alamu bishawab.
 Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri penulis dan pembaca sekalian.  Amiin.
و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ

Bdl, 12 Apr  ‘18
25  Rajab 1439 H

»»  LANJUT...

Jumat, 23 Maret 2018

Pohon Kedzaliman

Pohon Kedzaliman

by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمام الرّحيم

Sungguh dunia ini sangat menggelikan, sebab banyak dihiasi  dengan tingkah yang lucu penghuninya.  Banyak orang  mengaku pintar dan sedikit yang mengaku bodoh.  Banyak orang  menanam pohon kedzaliman dan menikmati buahnya, mengira tidak ada yang tahu.  

***
Dzalim berasal dari kata dhalama, yang berarti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya .   Kata dzalim merupakan ismufailnya, pelakunya.    Selanjutnya  kata dzalim teradopsi dalam bahasa Indonesia yang berarti  bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil dan kejam.

Allah SWt berfirman;

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

 وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ

يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ 

هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).  Dan orang-orang yang kafir pelindung-pelindungnya ialah syaitan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).  Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah [2]:257).

Dalam ayat di atas Allah SWt mengawali firman-Nya dengan kata iman, Dia sebagai pelindung orang-orang yg beriman.  Artinya sebagai pelindung orang-orang yang teguh pendirian menegakkan kalimat Allah, bilamana menyimpang  (masuk dalam kegelapan)  Dia segera menolongnya kembali pada iman (kepada petunjuk-Nya).  Adapun kegelapan  (kekafiran ) yang tersebut dalam ayat tersebut adalah pengingkaran terhadap kebenaran (ayat-ayat Allah) setelah tersampai pada mereka.   Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa penyandang kekafiran tidak terbatas pada golongan tertentu saja, boleh jadi terlekat pada kaum yang mengaku muslimin.

***

Rezeki dapat berupa materi seperti rumah, sawah ladang, kendaraan dsb. Selain itu rejeki juga bisa berujud non materi seperti ilmu, jabatan atau penghargaan di tengah masyarakat.   Meraih rezeki dapat bernilai ibadah bila dilakukan sesuai dengan aturan moral yang ditetapkan Allah SWt (syar’i),  bahkan Rasul menggambarkan sebagai salah satu bentuk jihad. 

وَ مَنْ كَدَّ عَلَى عِيَالِهِ كَانَ كَالمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Barang siapa bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dia bagaikan seseorang yang berjuang di jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar”. (HR Ahmad)

Orang yang menapaki jalan jihad bagaikan  berjalan di bawah naungan cahaya Ilahi.   Mereka  laksana para pejuang yang berlomba berebut buah-buah kebaikan yang benihnya akan tumbuh menjadi pohon-pohon yang buahnya bermanfaat sebagai penopang jiwa kehidupan dirinya dan orang lain,   sebab nutrisi halal yang terkandung di dalamnya.

Di sisi lain ada orang yang mencari rezeki melewati jalan kegelapan (kedzaliman), meski mereka telah ditunjuki jalan terang.   Di antaranya adalah melalui jalan kamoplase,   fitnah, penyebaran berita bohong (hoax),  menabur  kebencian,  bertindak secara bengis,   karupsi, penghembus isu sara dsb. yang kita sebut sebagai jalan kekufuran, biasanya dilatarbelakangi oleh kesombongan (QS. Al Baqarah [2]:34) dan keputusasaan (QS. Yusuf [12]:87).   Allah SWt menjelaskan bahwa di akherat kelak amal-amal mereka tertolak.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ 

مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا

 “Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya dia tidak mendapati sesuatu apapun”.  (QS An Nur [24]:39)

Mereka laksana menanam benih, kemudian benih itu tumbuh menjadi pohon dan berbuah.  Setiap saat mereka menikmati buahnya, buah yang memberi kenikmatan semu. Demikianlah gambaran orang yang beramal yang di dalamnya masih terkandung kedzoliman.   Pada ayat lain Allah SWt menjelaskan sebagai perbuatan keji yang tersembunyi,  seperti termaktub dalam ayat berikut:  

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ

 وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ

“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun tersembunyi dan perbuatan dosa melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.” (QS Al-A’raf [7]:33).

Tentang perbuatan haram  tersembunyi ini juga telah dijelaskan oleh Rasul ;

اِن الحلال بيِّن و إن الحرام بيِّنٌ و بينهُما مُثْتَبِهَاتٌ لا

 يعلمهن كَثِيرٌ مِنَ النّاسِ

فمن اتقى ألشُبُهاتِ إستَتبْرَأ لِدِينِهِ و عِرْضِهِ, وَمَنْ وَقَعَ 

فِى ألشُبُهاتِ وَقَعَ فِى الحَرَامِ

Sesungguhnya yang halal  itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antra ke duanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar, meragukan ) yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.  Maka barang siapa yang menghindarkan dirinya  dari syubhat ia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatan dirinya.  Barang siapa yang terjerumus dalam perkara sybuhat, maka dia terjerumus ke dalam perkara yang haram. (HR Bukhari dan Muslim).

***
Saudaraku yang budiman, tiada ujian yang berat dalam hidup ini melebihi beratnya ujian yang dibebankan pada para Rasul.  Kita hanyalah manusia biasa tidak perlu mengeluh dengan ujian yang kita hadapi, kecuali kepada-Nya.   Banyak pejabat yang meraih kedudukan dengan jalan kotor, menjijikkan.   Mereka hanyalah orang yang mengaku pintar, sebab orang pintar tidak akan pernah mengakui kepintarnnya, sedang orang bodoh tidak akan pernah mengakui kebodohannya.  Orang bodoh itu akan celaka, sebagaimana Rasul SAW bersada,

اَشَدُّ النَّاسِ حَسْرَةً يَوْمَ القِيَامَةِ رَجُلُ كَسَبَ مَالاً مِنْ غَيْرِ حِلِّهِ 

فَدَخَلَ بِهِ النّارَ

“Manusia yang paling celaka pada  hari kiamat nanti adalah seseorang yang mencari harta yang tidak halal, hingga dia masuk ke dalam neraka karena harta tersebut. (HR. Bukhari)

Mereka itulah penanam pohon kedzaliman yang setiap saat menikmati buahnya.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

WaAllahu ‘alamu bishawab.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri saya dan pembaca sekalian.  Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ

وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl, 24 Mar ‘18
06  Rajab 1439 H

»»  LANJUT...