Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Minggu, 11 Maret 2018

Jejak Maksiat Tidak akan Pernah Terhapus


Jejak Maksiat Tidak akan Pernah Terhapus

by
Budi Wibowo
بسم الله الرّمن الرّحيم

Engkau adalah cermin.  Kebeningannya bergantung pada percikan jejakmu.  Janganlah engkau lontari dengan percikan kotor,  barangkali engkau tak sempat membersihkannya.

***

Bila kita mau menyadari,  sebenarnya di alam ini berlaku ketetapan-ketetapan , dalam bahasa Alqur’an kita sebut sunnatullah.     Manusia  menyebutnya  dengan sebutan  hukum alam.  Di dalam hukum alam terkandung hukum-hukum  moral,  yakni  mengatur bagaimana manusia berperilaku  di muka bumi ini.   Sumber dari hukum alam adalah Pencipta alam semesta ( Allah SWt. ).   Muara dari hukum alam adalah keadilan

 Allah SWt berfirman ;

وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

Dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. (QS An Nisaa’ [4]:58)

Dalam bahasa Al Qur’an kata ‘maksiat’ berarti durhaka, maka perbuatan maksiat dapat kita kategorikan sebagai pelanggaran  terhadap hukum moral.    Lawan dari maksiat adalah mulia.    Dikatakan mulia karena amal perbuatan yang dilakukan melontarkan percikan-percikan pahala, sebaliknya perbuatan maksiat melontarkan percikan-percikan dosa.   Dalam Alqur’an disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di antara manusia adalah orang yang paling patuh terhadap penegakan hukum moral  yang ditetapkan Allah SWt. 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kamu.”(QS Al Hujurat [49]:13)

Kita juga mendengar istilah hukum positip yakni aturan hukum yang ditetapkan oleh penguasa.   Pada dasarnya hukum positip merupakan elemen dari hukum alam , sebab bertujuan bagaimana menegakkan hukum moral .   Jadi tujuan manusia merumuskan aturan-aturan  (hukum positip) adalah untuk memberikan kepastian berlangsungnya hukum moral.   Tanpa adanya hukum positip tidak mungkin  sebuah negara terbentuk.  Oleh karena itu bukanlah dinamakan  produk hukum positip jika aturan hukum yang ditetapkan mencederai  keadilan,  sebab akan timbul ketidak-tentraman atau kegaduhan  jika ketetapan tersebut dijalankan .   
***
Manusia adalah pengukir sejarah untuk dirinya, artinya manusia sebagai pengukir catatan moral dirinya sendiri.   Demikian Allah SWt menerangkan sebagaimana termaktub dalam surat Yasin ayat 12:

إنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثَارَهُمْ

Dan kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (QS Yain [36}:12)

Catatan tersebut sebagai dokumen (bukti) perjalanan  manusia selama di dunia.  Oleh karena itu  tidak mungkin catatan tersebut akan terhapuskan.  Argumen ini disampaikan Allah SWt dalam ayat berikut:

إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ(8)يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ(9)

"Sungguh, Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati).   Pada hari itu ditampakkan segala rahasia". (QS. Ath-Thariq [86]:8-9).

Segala rahasia akan ditampakkan .  Rahasia itu meliputi apa yang terjadi antara hati hamba dengan Tuhannya dan antara sesama hamba.    Selanjutnya  Rasul SAW menerangkan bahwa Allah tidak melihat jabatan ,harta dan penampilan  seseorang, tetapi Ia hanya akan melihat apa yang terucap (terniat) dalam hati hamba dan perbuatan yang dilakukannya.
إنّ الله تعالى لا ينْظر إلي صواركم و أموالكم
 و لكنْ إنما ينظر إلي قلوبكم و أعمالكم

Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan pula harta-hartamu, tetapi Allah melihat pada hatimu dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim dan Ibn Majah).

Amal-amal perbuatan manusia sebenarnya merupakan penjelamaan dari ungkapan hati.  Ungkapan tersebut baru dicatat sebagai  pahala  atau dosa ketika seorang hamba telah  mengeksekusi dalam bentuk perbuatan lahiriah.   Allah SWt memberikan  bonus satu  kebaikan bila hamba  mengurungkan niat buruknya (perbuatan maksiat)

Kini menjadi jelas bahwa jika  seorang hamba telah melakukan perbuatan maksiat , perbuatan tersebut akan memercikkan dosa.  Tumpukan percikan itu akan semakin banyak jika si hamba tidak mengakui perbuatannya, sebab argumen baru yang dilakukan selain menambah percikan kotor juga menambah tumpukan jejak-jejak maksiat yang ada sebelumnya.   Jadi jejak-jejak maksiat seorang hamba tidak akan pernah terhapuskan.

وصلّ الله على سيّدنامحمّدٍ وعلى آله و صحبه وسلّم

Wallahu  ‘alamu bishawab

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat pada diri saya dan pembaca sekalian.  Amiin.

بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ


Bdl, 11 Mar '18
23 JumadilAkhir 1439 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar