Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Selasa, 13 Desember 2011

Kebahagian Menurut Pandangan Modern dan Islam



by
Budi Wibowo

بسم الله الرّحمان الرّحيم


”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia telah mengalami penghidupan yang sempit.” (QS. Thaaha [ 20]:124). “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran [3] : 185)”
Namun di antara mereka ada golongan yang tidak terperdaya, mereka adalah orang-orang yang beriman dan berlaku bijak.


Kebahagiaan Menurut Pandangan Modern


Kita sadari atau tidak, tolok ukur kebahagiaan masyarakat dewasa ini telah terseret pada penguasaan harta dan tahta (materialistis).    Arus perjuangan mencari harta dan mengejar tahta bak badai yang menerjang menghancur-tumbangkan batas kewajaran sendi-sendi kehidupan beragama.    Kondisi demikian tentu ada sebab.    Menurut para sosiolog agama kondisi seperti ini merupakan dampak dari kemajuan teknologi yang berawal dari kebangkitan (renaissance) masyarakat Barat dalam mengkaji ilmu pengetahuan setelah melemahnya peradaban Islam pada abad 16 M.     Buah dari kemajuan tersebut menghantarkan manusia pada kemudahan-kemudahan untuk mencapai sesuatu.   Dunia berubah sebagai kampung kecil yang memungkinkan masyarakatnya saling mengenal, saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.    Pengaruh dari kemajuan tersebut membuat manusia pelan tapi pasti mengucapkan selamat tinggal kepada agama, karena agama dianggap sebagai penghalang kemajuan.1

Iming-iming hasil kemajuan teknologi, menyulut masyarakat utamanya masyarakat negara berkembang (seperti negeri kita ini) tergiur menikmati hasil teknologi tersebut dengan semangat yang menggebu.    Lambat laun pola bersikap masyarakat berubah menjadi masyarakat konsumtif.     Para pekerja dan pegawai negeri ramai-ramai menggadaikan penghasilannya untuk mendapatkan mobil, motor dan barang mewah lainnya.   Akibatnya mereka terjebak ke dalam kesumpekan (penghidupan yang sempit) diri, mereka menjadi cenderung menempuh jalan pintas sebagai alasan mencari jalan selamat dalam pencarian rezeki, maka tidak heran jika korupsi menyebar di mana-mana.    Tidak kita sadari virus konsumtif telah menyebar kemana-mana merasuk dalam sel-sel kehidupan.   Akibatnya sungguh sulit sekali mencari sosok pemimpin yang tidak terjangkiti virus tersebut.

Mental menempuh jalan pintas telah begitu tertanam kuat dalam kultur masyarakat konsumerisme    Hidup adalah untuk makan bukan makan untuk hidup.   Apapun yang bisa dimakan akan mereka makan tanpa peduli bahwa yang lain juga perlu makan.     Inilah kehidupan yang terjadi sekarang ini.   Mereka menyangka bahwa harta dan tahta merupakan simbul kebahagian, padahal kegelisahan selalu menyelimuti mereka.    Ini menandakan bahwa roh agama telah tercerabut dari dalam diri masyarakat konsumerisme, padahal Tuhan telah memperingatkan bahwa

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia telah mengalami penghidupan yang sempit.” (QS. Thaaha [ 20]:124).

Sadar atau tidak , negara berkembang seperti negeri kita ini sebenarnya menjadi korban konspirasi negara-negara maju, masyarakat kita benar-benar telah mengalami penderitaan luar biasa.   Pertama, semakin merorosotnya nilai keagamaan, selanjutnya mengalami penghancuran budaya kemudian yang lebih meprihatinkan adalah masyarakat yang semula memiliki mental keagamaan (religius) yang kuat berubah materialistis.   Itulah dampak yang disebabkan oleh kejangkitan virus konsumerisme.    Indikator ini dapat kita saksikan pada media elektonik atau media masa lainnya di sana terlihat bahwa peristiwa-peristiwa keributan tidak pernah sepi dari pemberitaan yang terjadi di kawasan negeri ini.

Penghidupan yang sempit, telah dialami oleh mereka yang tergilas arus modernisasi (globalisasi) kecuali mereka yang tetap waspada dengan perkembangan tersebut.    Kesempitan dan kejenuhan juga mulai melanda masyarakat negara maju, sebagian di antara mereka mulai sadar bahwa harta dan tahta yang semula mereka sangka membawa kebahagian, ternyata tidak.   Banyak pakar sosiologi agama mengatakan bahwa di negara-negara maju sedang terjadi gerakan konversi agama.    Mereka berbondong-bondong mencari agama yang tepat sebagai pununtun jalan kebahagiaan.   Meskipun ruh Islam mengalami degradasi di sebagian negari muslim, ternyata sebaliknya Islam mengalami kenaikan di negara-negara Barat, seperti di Inggris dan Amerika misalnya.   Para ahli agama memperkirakan bahwa Islam akan menduduki agama ke dua terbesar di Amerika Serikat dalam 10-20 tahun mendatang.2     Benarkah perkiraan tersebut ?   Wallahu ’alamu bishawab.



Kebahagiaan Menurut Pandangan Islam


Allah berfirman ;

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran [3] : 185)”

Namun di antara mereka ada golongan yang tidak terperdaya, mereka adalah orang-orang yang beriman dan berlaku bijak, sebagaimna firman Allah SWT.

إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Kecuali orang yang beriman dan berbuat kebajikan.”

Artinya bahwa mereka yang tidak tertipu itu adalah orang yang selalu menjalin hubungan dengan Allah SWT, kemudian jalinan itu berdampak dalam kehidupan sehari-hari dengan timbulnya perilaku bijak dalam mendapatkan hak dan kewajiban di tengah masyarakat.

Mereka yang terhindar dari ketertipuan tentu akan mendapatkan kebahagiaan, di manakah letak kebahagiaan itu ?   Kalau dalam pandangan modern


kebahagiaan itu dapat dilihat dalam simbul
harta dan kekuasaan, dalam pandangan Islam kebahagiaan itu tergambar dari terpeliharanya nilai syukur atas nikmat yang diperoleh.   Syukur adalah sebuah sikap atau mental tidak kecewa dengan apapun yang diterima dari Allah SWT.   Semakin tinggi nilai syukur, semakin besar nilai kebahagiaan yang didapat.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur,niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka pasti azabKu sangat berat”. (QS Ibrahim [14]:7)

Tumbuhnya rasa syukur karena adanya sikap yang dilandasi rasa qana’ah yakni sikap yang mengedepankan bahwa apa yang diperoleh sedikit atau banyak adalah pilihan Allah SWT yang terbaik bagi dirinya.   Orang yang qana’ah tidak akan silau dengan prestasi orang lain tetapi dia selalu sibuk mengurus dan mengelola apa yang sudah diterimanya dan selalu berusaha mensyukurinya.   Demikian pentingnya sikap ini hingga Rasulullah SAW. menganggap qona’ah sebagai “harta” yang tidak akan hilang.

القَنَاعَةُ مَالُ لاَ يَنْفَدُ

Qona’ah adalah harta yang tidak akan hilang.” (HR Imam Suyuti dari Anas r.a. dalam kitab Jami'us Shagir) 3.

Dalam Islam kebahagiaan itu bukan sekedar bahagia di dunia saja tetapi kebahagiaan itu berlanjut hingga alam akhirat.   Dengan tetap terpeliharanya qona’ah maka rasa syukur juga ikut terpelihara.   Imam Mawardi dalam kitabnya menyebutkan bahwa kebahagiaan yang sempurna dan pertolongan yang baik adalah ridho menerima (selalu mensyukuri) ketentuan Allah dan qana’ah terhadap bagiannya.4    Dengan terjaganya sikap mental demikian maka manusia akan terhindar dari kesumpekan diri dan jauh dari mental kosumerisme yang menggambarkan terlepas-liarnya hawa nafsu.

***

Dalam menghadapi tuntutan jaman semua orang berpacu untuk meraih kebahgiaan.    Untuk itu Islam selalu mengajarkan dua kalimat yang selalu beriringan:

alaziina amanuu wa ‘amilusshalihat ( الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ )

Kata amanuu menunjukkan orientasi hidup pada kehidupan akhirat sedang ‘amilsushalihat menunjukkan orientasi hidup mencari kebahagiaan dunia dengan bekerja keras dan upaya sunguh-sungguh.   Jadi meskipun sama-sama mencari kebahagiaan, yang membedakan pada keduanya adalah adanya nilai syukur dan qona’ah yang tidak dimiliki oleh mereka yang telah tejerembad ke dalam pandangan hidup materialistis yang membara dewasa ini.

Kini kita dapat merasakan dalam diri kita bahwa kebahagiaan mana yang kita dapat ?    Kebahagiaan modern atau kebahagiaan Islam ?    Membedakannya mudah, apabila kita selalu gelisah dengan luputnya 
harta dan tahta dari tangan kita, maka kita termasuk golongan orang-orang yang telah terjebak dalam obsesi kebahagiaan modern, sebaliknya apabila kita tetap gembira, tenang dan sabar kita tegolongan orang yang telah memahami arti kebahagiaan yang ditawarkan Islam.

Demikian garis besar yang membedakan kebahagiaan masyarakat modern dan kebahagiaan yang ditawarkan Islam.

و صلّ الله على سيّدنا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
Wallahu ‘alamu bishawabi.
_____________________________________________
Materi khutbah yg. telah disampaikan penulis pada tgl. 9 Des 2011 di salah satu Masjid di Bandar Lampung.



DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim.
1, 2. Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani. Jakarta. Hal. 17,19
3.     Imam Suyuti. _______. Al Jaamingush Shogir. Juz II. Maktab Dar Ihya Alkitab
               Arabiyah. Indonesia. Hal. 89.
4.     Al Mawardi, Al Bashri. 1992 M/1412 H Adabud Dunya wad Din. Darul Fikri.
              Trjm. Kamaluddin Sa’diyatulharamain. Pustaka Azza. Jakarta. Hal. 317


Tidak ada komentar:

Posting Komentar