Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Blog Ini

Blog ini bukan untuk tujuan komersial, bila ada gadget tambahan yang bersifat komersial itu bukan kehendak pemilik blog !

Selasa, 22 Mei 2012

Rezeki yang Samar



by  
Budi Wibowo *)

بسم الله الرّحمان الرّحيم

Pernahkah Anda memperhatikan, pembantu rumah tangga yang jujur, karyawan  atau  bawahan yang patuh,  bertindak apa adanya sesuai norma,   seorang petani yang bekerja seakan mengikuti naluri,  pagi mengangkat cangkul ke ladang pulang petang sambil membawa hijauan ternak dan hasil panennya,  kemudian esok berangkat lagi ke ladang ?   Mungkin Anda beranggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki intelegensia rendah,  padahal  mereka  paham tentang hitam-putihnya kehidupan ini, tidak  ada keberanian menabrak  batas  pemisah di antara keduanya.

Bandingkan barangkali dengan diri Anda yang pandai berargumen, mengolah data, membungkus keharaman  sehingga nampak sabagai kehalalan.   Pernahkah Anda berpikir bahwa  kehormatan yang Anda peroleh itu semu adanya ?    Bila demikian siapa sebenarnya berintelegensia rendah.    Anda ataukah mereka ?!

***

Di jaman sekarang  sudah banyak yang beranggapan bahwa mencari rezeki yang halal itu sulit,  bahkan ada yang beranggapan bahwa jika ada orang yang mengajak  ke jalan kebaikan dalam pencarian rezeki, mereka mencibir,  mereka  berkata “Sok idealis” atau  “ Berlagak sok suci”, bahkan mereka mengatakan “Mencari yang haram saja susah apalagi mencari yang halal.”

Orang yang berpikiran  demikian hampir dapat kita pastikan bahwa  mereka adalah orang yang tidak memperhatikan kehalal-haraman dalam mencari rezeki.    Mungkin ada benarnya mereka mengatakan demikian bila sang penyeru itu sendiri memang telah diketahui kredibilitasnya di hadapan mereka..

Allah SWT berfirman dalam  QS Al Baqrah : 42;

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah  [2] : 42).

Dari ayat ini kita dapat mengambil makna bahwa Allah jelas-jelas melarang memanfaatkan rezeki yang di dalamnya sekaligus terkandung  unsur keharaman dan kehalalan

Bahkan Rasul memperjelas keterangan ayat tersebut  dengan mengucapkan keharamannya.

الحَلاَلُ بَيِّنٌ و الحَرَامُ بَيِِّنٌ  وَ بَيْنَهُمَا اُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ 
لاَ يَعْلَمُهًنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النّاسِ وَ مَنِ تَقَّى الشُبُهَاتِ فَقَدْ اِسْتَبْرَاءَ لِدِيْنِهِ وَ عِرْضِهِ  وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُبُهَاتِ وَقَعَ فِى الحَرَامِ

"Halal itu jelas. Haram itu jelas dan di antara keduanya terdapat berbagai persoalan yang samar (syubhat) yang tidak dapat diketahui oleh sebagian besar manusia. Maka barang siapa menjaga dirinya dari syubhat dia benar-benar telah membebaskan (menjaga) agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjatuh ke dalam yang samar, maka dia telah terjatuh dalam keharaman”. (HR Syaikhan).1
Dari  Firman Allah dan sabda Rasul di atas  terungkap bahwa  siapa terhindar dari perbuatan (syubhat)  termasuk golongan orang yang  pandai menjaga kehormatan dirinya  sebab  telah menjaga kehormatan agamanya.  

Kita tahu bahwa “kehormatan” adalah harta yang tidak ternilai, oleh karena itu harus kita pertahankan kemurnianya, artinya jangan sampai tercampur hal yang syubhat sehingga kehormatan  yang  kita dapatkan menjadi bersifat semu.   Semua ini dapat kita capai bila dalam pencarian rezeki  benar-benar berjalan di atas rel agama yang kita tempuh.    Dari ayat dan sabda Rasul tersebut dapat kita petik kalimat kunci (key note) bahwa menjaga kehormatan agama berbanding lurus dengan menjaga kehormatan diri, artinya barang siapa menjaga kehormatan agamanya sama artinya dengan menjaga kehormatan dirinya.

وَ مَنِ تَقَّى الشُبُهَاتِ فَقَدْ اِسْتَبْرَاءَ لِدِيْنِهِ وَ عِرْضِهِ

“Maka barang siapa menjaga dirinya dari syubhat dia benar-benar telah membebaskan (menjaga) agama dan kehormatannya”.

***

Sebaliknya mereka yang terjerumus ke dalam dunia yang samar artinya mereka yang memanfaatkan/memakan rezeki yang  tidak jelas termasuk orang-orang yang sesat, sebab  melalui  jalan tersebut mereka sama saja dengan sengaja  menghancurkan kehormatan agamanya, sepadan dengan menghancurkan kehormatan pribadinya.  Dikatakan oleh Rasul bahwa mereka telah terjerembab ke dalam hal yang dilarang (haram). 

Seperti yang terjadi di negeri kita  sekarang  bahwa negeri ini  telah dilanda  krisis kepercayaan.    Atau telah terjadi krisis kehormatan.    Pemimpin telah kehilangan kehormatan di hadapan rakyatnya.    Seperti yang kita saksikan baru-baru ini.  Dahulu setiap ada pejabat negara yang meninggal, negara berkabung dengan mengibarkan bendera setengah tiang,  tetapi sekarang (mohon maaf) dapat kita lihat bahwa hampir di seluruh pelosok negeri  ini tidak ada yang mengibarkan bendera setengah tiyang lagi.    Pertanyaannya dimana naluri kehormatan yang dulu telah tertanam itu ?  Dimana naluri penggembala (pemimpin) dalam diri pejabat yang seharusnya meluruskan rakyatnya untuk menjaga nilai-nilai luhur yang telah dititipkan oleh para pendiri negeri ini  ?


Dalam sekala nasional, peristiwa anarkis, arogansi dan profokatif  sudah merupakan santapan siang tiap hari.  Kita dapat membuktikan melalui media masa baik elektronik maupun non elektronik hampir setiap hari tidak pernah sunyi dari pemberitaan peristiwa yang sangat memilukan tersebut.    Padahal  mayoritas penduduk negeri  ini adalah muslim.    Di mata dunia peristiwa-peristiwa ini mengundang pertanyaan.  “Kok negara yang penduduknya mayoritas muslim  begitu?”     

Semua itu menunjukkan bahwa pemahaman ajaran agama yang mereka terima hanyalah sebatas kepala, tidak sampai ke dalam lembah penghayatan.    Maka benarlah sabda Rasul di atas bahwa pangkal dari semua itu karena sepak terjang masyarakat dalam mendapatkan rezeki tidak memperhitungkan kehalalharaman lagi.

 Jadi jelas bahwa efek dari memakan barang yang  samar (subhat)  mendatangkan predikat  buruk pada pelakunya.   

***

Dalam suatu hadist Rasulullah bersabda.

الا وَإنَّ فى الجَسَدِ مُغَةً  اِذاَ صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ
وَإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ  ألاَ وَهِيَ القَلْبُ

“Ingatlah sesungguhnya dalam tubuh terdapat segumpal darah, dimana jika darah tersebut keadaannya baik maka baiklah seluruh tubuh.  Dan jika darah tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuh.  Ingatlah dialah hati.”  (HR Bukhori).2

Hadist di atas mengandung 2 (dua) makna, yakni makna tekstual dan kontekstual.   Secara tekstual jelaslah bahwa bila organ tubuh (hati) rusak maka organ tubuh yang lain akan ikut terpengaruhi., sehingga penderita tidak dapat memberikan performance yang optimal dalam beraktivitas.  

Secara kontekstual , dapat kita rasakan bahwa Rasul menggunakan  gaya bahasa metaforis  yang dalam maknanya.   Ungkapan tersebut  syarat dengan pesan larangan  mengusahakan, memakan, memanfaatkan,  sekalipun hanya  mencicipi perolehan rezeki yang hukumnya haram,   karena akan berdampak buruk terhadap diri pelaku,  lingkungan dan masyarakat sekitar .   Maka wajib hukumnya bagi setiap orang Islam mencari harta yang halal.

طَلَبُ الحَلَالِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari harta yang halal itu wajib bagi setiap orang Islam" (HR Thabarani)3a.

Mari kita perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut;

...يَا سَعْدُ, أطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّوَةِ.  وَالّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إنَّ العَبْدَ لَيَقْذِفَ اللُقْمَةَ الحَرَامَ فِ جَوْفِهِ مَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ عَمَلُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا وَاَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أوْلَى بِهِ

..Wahai Sa'ad, bersihkanlah makananmu niscaya kamu jadi orang yang mustajab do’anya.   Demi zat yang jiwa Muhammad ada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya orang yang telah memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya tidak akan diterima amalnya empat puluh hari.   Dan setiap hamba yang dagingnya tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih utama baginya.”  (HR. Thabarani) 3b.

*** 
Pernahkah Anda memperhatikan, pembantu rumah tangga yang jujur, karyawan  atau  bawahan yang patuh,  bertindak apa adanya sesuai norma,   seorang petani yang bekerja seakan mengikuti naluri,  pagi mengangkat cangkul ke ladang pulang petang sambil membawa hijauan ternak dan hasil panen lainnya, kemudian esok berangkat lagi ke ladang ?   Mungkin Anda beranggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki intelgensia rendah,  padahal  mereka  paham tentang hitam-putihnya kehidupan ini, tidak  ada keberanian menabrak batas pemisah di antara keduanya.

Bandingkan barangkali dengan diri Anda yang pandai berargumen, mengolah data, membungkus keharaman  sehingga nampak sabagai kehalalan.   Pernahkah Anda berpikir bahwa kehormatan yang Anda peroleh itu semu adanya ?     Bila demikian siapa sebenarnya berintelegensia rendah.    Anda ataukah mereka ?!

Wallahu ‘alamu bishawab


بَارَكَ اللهُ لِئ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْ اَنِ الْعَظِمَ
وَنَفَعَنِئ وَ أِيَكُم بِا لاَيَاتِ وَالْذِّكْرِ الْحَكِيْمَ
وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ اَنْتَ خَيْرٌ الَّراحِمِيْنَ

PUSTAKA

Al Qur’an Karim.

1  Hasyimi, Sayid Ahmad.  1995.   Mukhtarul Ahadist   An- Nabawyah.   (Diterjemah: Mahmud Zaini).
         Pustaka Amani.  Jakarta.  Hal.  209.        
2.  Al ‘Asqalani, Ibn Hajar. __.  Bulughul Maram.  (Diterjemah: Machfuddin Aladip).  CV.  Toha
         Putera.  Semarang.  Hal.  755.
3a-b.  Mundzir, Hafiz,  1995.  At Targhib Wat Tarhib.  (Diterjemah : Mahfudli Sahli).  Pustaka Amani.
        Jakarta.  Hal 97-98.
       

______________________ 
*) Materi Khutbah Jum’at, yg telah disampaikan penulis tgl.  11 Mei 2012.  di salah satu masjid. di Bandarlampung,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar